Mohon tunggu...
Christina Budi Probowati
Christina Budi Probowati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang ibu rumah tangga yang memiliki hobi menulis di waktu senggang.

Hidup adalah kesempurnaan rasa syukur pada hari ini, karena esok akan menjadi hari ini....

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Akulturasi Budaya di Sekar Ayu dalam Sebuah Konser Musik

7 Agustus 2023   14:48 Diperbarui: 11 Agustus 2023   14:10 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photography by Anak Saya

Kabut turun dan malam merangkak menuju puncaknya ketika Sanggar Tari Sekar Ayu hadir kembali dengan wajah baru, mengusung konsep rumah budaya, diawali dengan menyuguhkan sebuah konser musik dari musisi luar negeri Luigi Fossati (Swiss) berkolaborasi dengan musisi tanah air Stevian Yudhistira.

Lama tidak menyuguhkan sebuah pementasan seni dengan mengundang khalayak, Selasa 1 Agustus 2023 di bawah benderang bulan purnama malam itu, sebuah mini konser musik pun akhirnya digelar, mempertemukan sahabat yang bersatu dalam musik yakni Luigi Fossati dan Stevian Yudhistira yang sebelumnya sudah pernah berkolaborasi di Swiss.

Malam itu, Rumah Budaya Sekar Ayu yang berada di sudut sebuah dusun Desa Kenteng Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang, benar-benar membuka ruang untuk bertemu bagi insan pencinta seni, baik pelaku seni maupun masyarakat umum untuk sesaat bersama-sama tersenyum, tertawa, dan bertepuk tangan menikmati permainan musik Luigi Fossati dan Stevian Yudhistira.

Sejak pandemi berakhir, Sekar Ayu memang lama absen  menggelar pertunjukan seni yang mengundang banyak orang. Terakhir kali pementasan tari Jawa klasik pun digelar pada awal Juli 2022 dengan pengunjung terbatas.

Photography by Anak Saya
Photography by Anak Saya
Kerinduan akan sebuah pertunjukan seni malam itu begitu kentara ketika tamu undangan masih berdatangan di tengah acara konser baik dari lingkungan sekitar maupun dari luar kota, dan bahkan setelah konser berakhir yang ditutup dengan menyanyikan lagu Indonesia Pusaka bersama-sama, para penonton masih enggan beranjak meninggalkan pendopo Sekar Ayu, hingga acara santai pun kemudian digelar dengan permainan musik dari penonton untuk penonton.

Konser Musik Pertama di Pendopo Sekar Ayu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konser adalah pertunjukan musik di depan umum atau pertunjukan oleh sekelompok pemain musik yang terjadi dari beberapa komposisi seseorang.

Sedangkan musik itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan.

Meskipun lirik lagu yang ditampilkan dalam bahasa asing, namun komposisi nada dari lagu yang disuguhkan malam itu tampak dapat dinikmati oleh keseluruhan penonton, bahkan bocah kecil berusia dua tahun yang hadir bersama orangtuanya pun terlihat tenang serta dapat menikmatinya.

Semakin malam penampilan demi penampilan semakin memesona, dan vibrasinya pun mengantarkan suasana hangat merambat ke segala arah, mempererat hubungan antara sang musisi dan penikmatnya.

Jika sebelumnya di pendopo Sekar Ayu senantiasa menyajikan pementasan seni tari, baik Tari Jawa Klasik maupun Tari Kreasi Baru, ini kali pertama Sekar Ayu menyuguhkan sebuah konser musik dengan menyajikan 9 lagu yang terdiri dari 5 lagu karya Stevian Yudhistira, 1 lagu instrumental karya Luigi Fossati dan beberapa lagu folk (rakyat) dari Italia serta Perancis yang merupakan lagu untuk mengiringi tarian rakyat.

Dalam pidato pembuka acara malam itu, Sang Pamong Budaya pun mengajak seluruh hadirin bersyukur kepada Sang Pencipta ketika mata dan telinga masih berfungsi untuk melihat dan mendengar sebuah karya indah anak manusia.

Maka tetap dengan motto ikhlas tanpa pamrih, seluruh aktivitas seni dan budaya di Rumah Budaya Sekar Ayu akan senantiasa dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, termasuk konser musik yang digelar malam itu. Karena seni sejatinya adalah persembahan, pelayanan, dan pemberian yang tulus tanpa pamrih.

Mengenal Sosok Luigi Fossati dan Stevian Yudhistira

Seni memang tercipta dengan banyak alasan unik, keindahannya dapat memberikan energi positif dan dapat memberikan pengalaman misterius bagi pencipta dan penikmatnya.

Dari seni musik, dua insan dapat menyatu dalam kebersamaan hingga terjalin sebuah persahabatan, demikianlah yang dialami Luigi Fossati dan Stevian Yudhistira.

Pertemuan pertama keduanya terjadi di Swiss dan berujung pada kolaborasi yang melahirkan sebuah konser musik ketika Stevian Yudhistira sedang menyelesaikan studinya di Italia. Siapa sangka jika kemudian takdir membawa Luigi Fossati datang ke Indonesia dan konser kembali digelar.

Luigi Fossati lahir di Milan pada tahun 1974 dan merupakan lulusan Psikologi dari Universitas Padua, Italia pada tahun 2000. Tertarik pada bidang interkulturasitas dan menyelesaikan tugas akhir interkulturalnya tentang persepsi warna di New Delhi (India).

Menekuni serta mendalami musik sejak tahun 2002 dan pada tahun 2011 menjadi musisi serta pengantar acara utama untuk Amukarta, sebuah platform yang menyajikan pertunjukan musik dan tari, sebagai medium pertemuan serta pertukaran budaya rakyat Indonesia, Amerika Latin, Italia dan juga rakyat Eropa lainnya. Luigi Fossati tinggal di Bern (Swiss) sejak 2002, menikah dan memiliki 2 orang anak.

Stevian Yudhistira lahir di Ambarawa pada tahun 1993 dan merupakan Master of Coffee Economics & Science at Trieste University yang memiliki hobi menyanyi dan menciptakan lagu. Kurang lebih 20 lagu telah diciptakannya dan sebagian besar terinspirasi dari pengalaman pribadi.

Akulturasi Budaya dalam Musik

Meskipun kelima lagu Stevian Yudhistira berbahasa Inggris, namun kedekatannya dengan para penonton dapat dirasakan malam itu ketika ia menceritakan kisah di balik penciptaan lagunya dengan menggunakan bahasa Indonesia dan juga berinteraksi dengan penonton untuk menerjemahkan istilah lokal ke dalam bahasa Indonesia.

Seperti salah satu lagunya yang berjudul Moon Dancer, Stevian Yudhistira pun juga cukup piawai mengajak penonton berimajinasi tentang suasana yang indah di pinggir sungai, menggambarkan pertemuan dengan sang mantan kekasih yang sedang menari di bawah benderang bulan purnama.

Berpadu dengan unsur-unsur melodi dari permainan gitar maupun mandolin oleh Luigi Fossati yang menawan dengan ciri khas musik rakyat Eropa terutama Italia, kelima lagu itu pun menjadi semakin sempurna dan memikat.

Instrumental karya Luigi Fossati tak kalah memesona. Dengan menggunakan bahasa Indonesia ia pun juga menceritakan bahwa lagu tersebut diciptakannya untuk sang istri tercinta. Perbedaan budaya dengan sang istri yang berdarah Cina namun sangat mencintai budaya Jawa ia katakan senantiasa melahirkan kejutan-kejutan yang dituangkannya dalam karya tersebut.

Menurut laman Wikipedia Bahasa Indonesia, akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu dan saling memengaruhi.

Pendopo Sekar Ayu pun akhirnya menjadi saksi bisu terjadinya akulturasi budaya di dalam sebuah konser musik. Dan puncaknya ketika salah seorang penonton mengisi acara santai dengan bermain gitar dan menyanyikan lagu Kemesraan, warisan Franky dan Johny Sahilatua.

Semua penonton ikut bernyanyi, kemesraan pun tercipta, mendamaikan hati dan menentramkan jiwa seperti lirik lagunya. Musik memang misterius, malam itu ia dapat menembus batas-batas dan menyatukan segala perbedaan. Penonton yang datang dengan berbagai usia dan tidak saling mengenal dapat lebur di dalam atmosfer yang sama.

Photography by Anak Saya
Photography by Anak Saya
Akulturasi budaya dalam musik pun benar-benar tercipta malam itu, apalagi ketika Luigi Fossati juga turut serta mengisi unsur-unsur melodi dengan petikan mandolinnya, membuat lagu legendaris tersebut mengalun semakin indah di puncak malam, menghangatkan suasana, menyibak tirai dan menembus sekat-sekat penghalang. Keindahan pun terlahir dari sebuah akulturasi budaya. Seni memang bagian terkecil dari budaya, tetapi itu adalah yang terpenting.

Bandungan, 7 Agustus 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun