Mohon tunggu...
Christina Fransisca DIP
Christina Fransisca DIP Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya adalah seorang mahasiswi jurusan akuntansi

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pengaruh Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity terhadap Harga Saham

30 Oktober 2024   14:50 Diperbarui: 30 Oktober 2024   15:13 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah Penulis (2024)

Kajian Pustaka

Teori signal (Signaling Theory) pertama kali diperkenalkan oleh Michael Spence pada tahun 1973 dalam konteks asimetri informasi di pasar tenaga kerja, namun konsep ini juga banyak diterapkan di dunia pasar modal. Teori signal menyatakan bahwa perusahaan dapat mengirimkan sinyal kepada investor melalui laporan keuangan atau keputusan keuangan lainnya untuk mengurangi masalah asimetri informasi (Brigham & Houston, 2018). Sinyal yang diberikan ini digunakan oleh investor untuk menilai kondisi dan prospek perusahaan. Informasi yang disampaikan bisa berupa keputusan pembagian dividen, laporan laba rugi, neraca keuangan, dan berbagai rasio keuangan lainnya yang bertujuan untuk menciptakan transparansi.

Sinyal dalam teori ini dibedakan menjadi sinyal positif dan sinyal negatif. Sinyal positif adalah informasi yang menunjukkan kinerja atau prospek baik dari perusahaan, misalnya peningkatan laba bersih atau pertumbuhan ekuitas, yang diharapkan dapat meningkatkan harga saham di pasar. Sinyal positif sering kali mencakup laporan laba rugi yang menunjukkan peningkatan EPS atau struktur modal yang efisien (Brigham & Ehrhardt, 2020). Sebaliknya, sinyal negatif adalah informasi yang menimbulkan kekhawatiran terhadap investor, seperti penurunan DER yang menunjukkan beban utang yang tinggi.

Jenis-jenis sinyal dalam teori signal mencakup berbagai bentuk informasi keuangan yang disampaikan melalui laporan keuangan. Laporan keuangan seperti laporan laba rugi, neraca, dan laporan arus kas adalah sumber sinyal yang paling umum digunakan oleh investor. Laporan laba rugi memberikan sinyal tentang profitabilitas perusahaan, sementara neraca menunjukkan stabilitas keuangan melalui aset dan liabilitas perusahaan (Warren et al., 2018). Sinyal ini membantu investor untuk membuat keputusan yang lebih tepat tentang investasi mereka.

Fungsi dari sinyal dalam teori ini adalah untuk mengurangi ketidakpastian dan membantu investor menilai risiko dan peluang investasi. Sinyal dari laporan keuangan memungkinkan investor untuk mengidentifikasi perusahaan yang memiliki potensi pertumbuhan atau yang menghadapi masalah keuangan (Kimmel et al., 2015). Fungsi ini sangat relevan dalam pasar saham, dimana investor mengandalkan informasi keuangan yang diberikan oleh perusahaan untuk menentukan tindakan mereka, apakah akan membeli, menjual, atau menahan saham.

Laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan posisi keuangan perusahaan pada periode tertentu serta hasil-hasil yang dicapai oleh perusahaan selama periode tersebut (Harahap, 2011). Laporan keuangan terdiri dari empat komponen utama, yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas. Tujuan utamanya adalah memberikan informasi yang berguna bagi pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan ekonomi.

Neraca atau laporan posisi keuangan adalah komponen laporan keuangan yang menampilkan aset, liabilitas, dan ekuitas pada titik waktu tertentu. Neraca memberikan informasi tentang likuiditas, solvabilitas, dan struktur modal perusahaan (Warren et al., 2018). Investor menggunakan neraca untuk menilai risiko dan peluang investasi, terutama dalam hal kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

Laporan laba rugi mencerminkan kinerja keuangan perusahaan selama periode tertentu dengan menunjukkan pendapatan, beban, dan laba bersih. Laporan laba rugi memungkinkan investor dan kreditor untuk mengevaluasi profitabilitas perusahaan serta prospek pertumbuhan di masa depan (Kieso et al., 2019). Laporan ini membantu dalam menilai efisiensi operasional perusahaan dan bagaimana beban dikelola untuk menghasilkan laba.

Laporan arus kas mencatat aliran kas masuk dan keluar yang terjadi selama periode tertentu, yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori: operasi, investasi, dan pendanaan. Laporan arus kas memberikan pandangan yang lebih jelas tentang kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kas dari aktivitas utamanya, serta seberapa efisien perusahaan dalam mengelola investasi dan memenuhi kewajiban keuangannya (Kimmel et al., 2018). Arus kas operasi yang positif dianggap sebagai indikator baik bahwa perusahaan mampu mempertahankan kelangsungan operasionalnya.

Laporan perubahan ekuitas menguraikan perubahan dalam ekuitas pemegang saham selama periode tertentu, yang dipengaruhi oleh laba bersih, dividen, dan penerbitan saham baru. Laporan ini penting bagi investor karena menunjukkan bagaimana laba dihasilkan dan dialokasikan, serta seberapa banyak ekuitas yang ditambahkan atau dikurangi selama periode tersebut (Van Horne & Wachowicz, 2008). Hal ini memungkinkan investor untuk melihat strategi perusahaan dalam mengelola laba dan modalnya.

Fungsi laporan keuangan tidak hanya terbatas sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai alat evaluasi bagi manajemen dan investor. Laporan keuangan membantu investor dalam memprediksi arus kas di masa depan, menilai risiko dan pengembalian investasi, serta memahami struktur modal perusahaan (Kimmel et al., 2015). Manajemen menggunakan laporan keuangan untuk menilai kinerja internal, mengidentifikasi masalah, dan merencanakan strategi bisnis yang lebih baik.

Harga Saham

Definisi Harga Saham

Harga saham adalah harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli di pasar modal untuk setiap lembar saham yang diperdagangkan. Harga saham mencerminkan nilai perusahaan berdasarkan ekspektasi masa depan yang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan (Brealey et al., 1984). Harga saham dapat berubah setiap saat tergantung pada faktor yang mempengaruhi pasar, seperti kinerja keuangan perusahaan, kondisi ekonomi, dan sentimen pasar.

Harga saham merupakan indikator utama bagi investor dalam mengevaluasi seberapa baik perusahaan dikelola dan potensi pengembalian investasi di masa depan. Ketika perusahaan mengumumkan kinerja keuangan yang baik, seperti peningkatan laba bersih, harga saham cenderung naik karena investor memiliki ekspektasi positif terhadap masa depan perusahaan. Sebaliknya, ketika perusahaan menghadapi masalah keuangan atau ketidakpastian di pasar, harga saham cenderung menurun. Harga saham tidak hanya mencerminkan kondisi keuangan perusahaan, tetapi juga ekspektasi pasar terhadap kondisi ekonomi makro secara keseluruhan (Brigham & Ehrhardt, 2020). Sentimen investor terhadap prospek ekonomi global atau kebijakan pemerintah juga berperan dalam fluktuasi harga saham. Oleh karena itu, harga saham sering digunakan sebagai barometer yang mengukur kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi dan potensi pertumbuhan industri.

Selain menjadi ukuran kinerja perusahaan, harga saham juga merupakan alat utama bagi perusahaan untuk menarik modal di pasar modal. Perusahaan yang memiliki harga saham tinggi biasanya memiliki akses lebih mudah ke modal eksternal melalui penerbitan saham baru (Brealey et al., 1984). Dengan demikian, harga saham juga mempengaruhi struktur modal perusahaan dan strategi pendanaannya.

Jenis Harga Saham

Jenis-jenis harga saham (Brigham & Houston, 2018) adalah sebagai berikut:

  • Harga nominal, adalah harga yang ditetapkan pada saat saham pertama kali diterbitkan oleh perusahaan. Harga ini tercantum dalam akta pendirian perusahaan dan digunakan sebagai nilai dasar dari saham yang diterbitkan. Harga nominal biasanya lebih rendah dibandingkan harga pasar karena tidak mencerminkan perkembangan atau kinerja perusahaan setelah penerbitan saham. Harga nominal lebih berfungsi sebagai patokan administratif dan tidak sering berubah.
  • Harga pasar, adalah harga yang terbentuk dari interaksi antara penawaran dan permintaan di pasar saham. Harga ini merupakan nilai saham yang berlaku di pasar saat ini dan terus berubah tergantung pada berbagai faktor, seperti kinerja perusahaan, kondisi ekonomi, dan sentimen investor. Harga pasar sangat penting bagi investor karena mencerminkan nilai saham yang sebenarnya di pasar pada suatu waktu tertentu. Harga pasar adalah indikator utama yang digunakan oleh investor dalam mengambil keputusan jual-beli saham.
  • Harga wajar (intrinsik), adalah nilai saham yang dihitung berdasarkan analisis fundamental terhadap kinerja dan prospek perusahaan. Harga wajar dihitung dengan mempertimbangkan proyeksi arus kas masa depan, risiko, dan pertumbuhan laba perusahaan. Harga ini digunakan oleh investor yang mengadopsi strategi investasi jangka panjang untuk menentukan apakah saham tersebut overvalued atau undervalued dibandingkan dengan harga pasar.
  • Harga buka dan harga tutup, harga buka adalah harga saham pada saat pasar saham dibuka, sementara harga tutup adalah harga terakhir yang tercatat saat pasar ditutup. Kedua harga ini penting dalam menganalisis volatilitas harian saham. Harga buka dan tutup sering digunakan untuk mengevaluasi fluktuasi harga saham sepanjang hari perdagangan, memberikan gambaran tentang reaksi pasar terhadap berita atau informasi yang mempengaruhi saham tersebut selama sesi perdagangan.
  • Harga penawaran (bid price) dan harga permintaan (ask price), harga penawaran adalah harga yang ditawarkan pembeli untuk membeli saham, sedangkan harga permintaan adalah harga yang diminta oleh penjual. Perbedaan antara harga penawaran dan permintaan dikenal sebagai bid-ask spread, yang menunjukkan likuiditas saham. Semakin kecil spread ini, semakin likuid saham tersebut, yang berarti saham tersebut lebih mudah diperdagangkan dengan harga yang stabil.

Fungsi Harga Saham

Fungsi harga saham (Brigham & Ehrhardt, 2020) adalah sebagai berikut:

  • Indikator kinerja perusahaan: Harga saham berfungsi sebagai indikator kinerja perusahaan dimata investor dan pasar modal. Harga saham yang tinggi mencerminkan bahwa perusahaan memiliki kinerja yang baik dan manajemen yang efektif. Investor memandang kenaikan harga saham sebagai sinyal positif bahwa perusahaan mampu menghasilkan laba yang konsisten dan memiliki prospek pertumbuhan yang cerah dimasa depan. Sebaliknya, penurunan harga saham sering kali menandakan bahwa investor kehilangan kepercayaan terhadap kinerja dan prospek perusahaan.
  • Alat penilaian keputusan investasi: Harga saham juga digunakan sebagai alat bagi investor untuk menilai apakah mereka harus membeli, menjual, atau menahan saham tersebut. Investor akan mengevaluasi harga saham terhadap indikator kinerja keuangan, seperti EPS dan ROE, untuk menentukan apakah saham tersebut layak diinvestasikan. Ketika harga saham naik, investor dapat menjual saham untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan harga saham yang rendah bisa menjadi peluang pembelian bagi investor yang melihat prospek perusahaan dalam jangka panjang.
  • Dasar pengumpulan modal perusahaan: Perusahaan menggunakan harga saham sebagai dasar untuk menarik modal dari pasar modal melalui penerbitan saham baru. Harga saham yang stabil dan cenderung meningkat memudahkan perusahaan untuk menarik investor dan mengumpulkan modal dengan biaya yang lebih rendah. Harga saham yang tinggi memberikan keyakinan kepada investor bahwa perusahaan memiliki nilai yang baik, sehingga lebih bersedia untuk membeli saham baru yang diterbitkan perusahaan.
  • Pengukur kekayaan pemegang saham: Kenaikan harga saham berbanding lurus dengan peningkatan kekayaan pemegang saham. Ketika harga saham naik, nilai investasi yang dimiliki oleh pemegang saham juga meningkat, yang berarti keuntungan bagi mereka. Sebaliknya, penurunan harga saham dapat mengurangi kekayaan para pemegang saham, terutama bagi mereka yang berinvestasi dalam jumlah besar di perusahaan tersebut.
  • Barometer kesehatan ekonomi: Harga saham sering kali berfungsi sebagai barometer untuk menilai kondisi ekonomi secara keseluruhan. Kenaikan harga saham biasanya mencerminkan optimisme investor terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan penurunan harga saham bisa menjadi indikasi ketidakpastian ekonomi atau kekhawatiran terhadap perlambatan pertumbuhan. Oleh karena itu, pergerakan harga saham secara keseluruhan dapat memberikan petunjuk penting tentang sentimen pasar dan prospek ekonomi makro.
  • Sarana penilaian kinerja manajemen: Harga saham juga berfungsi sebagai alat evaluasi kinerja manajemen perusahaan. Jika harga saham meningkat secara konsisten, hal ini menunjukkan bahwa investor menilai bahwa manajemen perusahaan melakukan tugasnya dengan baik dalam mengelola perusahaan dan menghasilkan laba. Sebaliknya, penurunan harga saham dapat menjadi sinyal bahwa manajemen gagal memenuhi ekspektasi investor, yang dapat memicu perubahan strategi manajemen atau bahkan perubahan kepemimpinan di perusahaan.

Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham (Brigham & Houston, 2018) adalah sebagai berikut:

  • Kinerja keuangan perusahaan: Faktor utama yang mempengaruhi harga saham adalah kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan yang baik ditunjukkan oleh peningkatan laba bersih, arus kas yang sehat, dan profitabilitas yang stabil, dapat meningkatkan harga saham. Rasio-rasio keuangan seperti EPS, ROE, dan DER menjadi indikator utama yang digunakan oleh investor untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan yang mampu menghasilkan laba yang besar dan menjaga efisiensi operasional cenderung memiliki harga saham yang stabil atau meningkat.
  • Kondisi ekonomi makro: Kondisi ekonomi makro juga berperan besar dalam menentukan harga saham. Variabel makroekonomi seperti inflasi, suku bunga, pertumbuhan ekonomi, dan tingkat pengangguran dapat mempengaruhi sentimen investor. Misalnya, ketika suku bunga rendah, biaya pinjaman bagi perusahaan menurun, yang pada akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas dan harga saham. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang tidak stabil atau inflasi yang tinggi dapat mengurangi daya beli dan profitabilitas perusahaan, yang kemudian menekan harga saham.
  • Kebijakan pemerintah dan regulasi: Kebijakan fiskal dan moneter yang diterapkan oleh pemerintah atau bank sentral juga dapat mempengaruhi harga saham. Kebijakan fiskal seperti pengurangan pajak atau insentif untuk sektor-sektor tertentu dapat mendorong pertumbuhan perusahaan, yang berdampak positif pada harga saham. Disisi lain, regulasi yang lebih ketat atau perubahan kebijakan secara mendadak bisa meningkatkan ketidakpastian dan menurunkan harga saham. Kebijakan moneter yang meliputi perubahan suku bunga oleh bank sentral juga mempengaruhi aliran modal dan likuiditas di pasar saham.
  • Sentimen pasar dan perilaku investor: Sentimen pasar yang didorong oleh berita, rumor, atau peristiwa besar juga mempengaruhi pergerakan harga saham. Perilaku investor sering kali didorong oleh persepsi dan ekspektasi terhadap kondisi ekonomi atau kinerja perusahaan, yang dapat menyebabkan fluktuasi harga saham. Bahkan jika kinerja keuangan perusahaan stabil, faktor lain seperti berita buruk atau ketidakpastian global dapat menimbulkan volatilitas yang signifikan pada harga saham.
  • Perubahan dalam manajemen perusahaan: Pergantian manajemen atau perubahan besar dalam struktur organisasi perusahaan juga dapat mempengaruhi harga saham. Investor sering kali menilai perubahan manajemen sebagai sinyal positif atau negatif tergantung pada reputasi dan kualifikasi pemimpin baru tersebut. Manajemen yang kompeten dengan rekam jejak yang baik biasanya akan meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong kenaikan harga saham. Sebaliknya, jika manajemen baru tidak memiliki pengalaman atau kualifikasi yang cukup, harga saham bisa terpengaruh secara negatif.
  • Kondisi global dan geopolitik: Faktor lain yang mempengaruhi harga saham adalah kondisi global dan peristiwa geopolitik. Peristiwa seperti perang, konflik politik, atau ketegangan perdagangan internasional dapat menciptakan ketidakpastian di pasar saham, yang menyebabkan investor bersikap lebih berhati-hati. Kondisi ini sering kali menyebabkan harga saham turun secara keseluruhan karena investor menghindari risiko dan lebih memilih investasi yang dianggap lebih aman, seperti obligasi atau aset emas.

Indikator/Pengukuran Harga Saham

Terdapat beberapa indikator penting yang digunakan untuk mengukur harga saham dan mengevaluasi kinerja perusahaan di pasar modal (Brigham & Houston, 2018):

  • Harga Penutupan (Closing Price): Harga penutupan adalah harga terakhir di mana saham diperdagangkan pada akhir sesi perdagangan harian. Harga penutupan sering dijadikan referensi oleh investor untuk mengevaluasi performa saham pada hari tersebut dan menjadi dasar dalam perhitungan return saham.
  • Return Saham (Stock Return): Return saham adalah tingkat pengembalian yang diperoleh dari investasi dalam bentuk capital gain dan dividen. Return saham dihitung dengan membandingkan perubahan harga saham antara dua periode waktu, ditambah dengan dividen yang diterima.
  • Price to Earnings Ratio (PER): PER adalah rasio harga saham terhadap laba per saham, yang menunjukkan seberapa besar investor bersedia membayar untuk setiap satu unit laba. Indikator ini membantu dalam menilai apakah suatu saham undervalued atau overvalued dibandingkan dengan kinerja keuangan perusahaan.
  • Volume perdagangan saham (Trading Volume): Volume perdagangan mengindikasikan jumlah saham yang diperdagangkan dalam suatu periode tertentu. Volume yang tinggi menunjukkan likuiditas yang baik dan minat tinggi dari investor, sementara volume rendah dapat mencerminkan risiko likuiditas.
  • Dividend yield: Dividend yield adalah rasio antara dividen per saham dan harga saham, yang menunjukkan tingkat pengembalian dividen dibandingkan dengan harga pasar saham. Investor menggunakan indikator ini untuk mengevaluasi seberapa besar imbal hasil dividen yang akan diterima dibandingkan dengan harga saham saat ini.

Earning per Share (EPS)

Definisi Earning per Share (EPS)

Earning per Share (EPS) adalah ukuran profitabilitas yang dihitung dengan membagi laba bersih perusahaan dengan jumlah saham yang beredar. EPS merupakan salah satu indikator utama dalam analisis fundamental perusahaan karena mencerminkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari setiap saham yang dimiliki oleh investor. EPS adalah laba bersih yang dihasilkan perusahaan setelah dikurangi pajak dan dividen untuk saham preferen, yang kemudian dibagi dengan jumlah saham biasa yang beredar (Brigham & Houston, 2010). EPS sebagai indikator yang penting dalam menunjukkan seberapa besar keuntungan yang dapat dinikmati pemegang saham dari operasi perusahaan (Anam et al., 2018).

EPS memberikan ukuran yang jelas tentang keberhasilan perusahaan dalam mengelola sumber dayanya, dan sering kali dijadikan dasar oleh investor untuk memprediksi potensi keuntungan di masa depan (Weston & Copeland, 1992). EPS yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan memiliki performa keuangan yang baik dan sering kali berasosiasi dengan kenaikan harga saham karena tingginya minat investor.

EPS merupakan indikator yang sangat dipantau oleh investor institusi maupun individu karena memberikan pandangan mengenai seberapa besar nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang sahamnya (Ross et al., 2002). EPS juga digunakan untuk mengevaluasi efisiensi perusahaan dalam menghasilkan laba dari setiap saham yang beredar. EPS adalah tolak ukur yang kritikal dalam menilai kelayakan investasi, karena menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan modal yang ditanamkan oleh investor untuk menghasilkan laba yang berkelanjutan (Amin & Syafaruddin, 2022).

Jenis Earning per Share (EPS)

Jenis-jenis EPS terdiri dari dua tipe utama (Kieso et al., 2019), yaitu:

  • Basic EPS (EPS Dasar): Basic EPS adalah perhitungan sederhana dari laba per saham, yang dihitung dengan membagi jumlah rata-rata saham biasa yang beredar selama periode tertentu dengan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa..
  • Diluted EPS (EPS Terdilusi): Diluted EPS memperhitungkan efek dari sekuritas dilutif, seperti opsi saham, waran, dan obligasi konversi, yang dapat dikonversi menjadi saham biasa. Diluted EPS memberikan gambaran yang lebih konservatif tentang laba per saham dengan memperhitungkan potensi penurunan EPS jika semua sekuritas dilutif diubah menjadi saham biasa. Diluted EPS sering digunakan untuk memberikan pandangan yang lebih realistis tentang seberapa banyak laba yang tersedia bagi pemegang saham jika terjadi dilusi saham dimasa depan.

Fungsi Earning per Share (EPS)

Fungsi EPS (Brigham & Ehrhardt, 2020) adalah sebagai berikut:

  • Mengukur profitabilitas perusahaan: EPS, indikator utama untuk mengetahui tingkat profitabilitas suatu perusahaan, menunjukkan jumlah laba bersih yang diperoleh perusahaan untuk setiap lembar saham yang beredar. EPS adalah alat penting bagi investor untuk menilai kinerja keuangan perusahaan, karena semakin tinggi EPS, semakin besar laba yang dihasilkan oleh perusahaan per sahamnya. Ini memungkinkan investor untuk membandingkan perusahaan yang berbeda dalam hal efisiensi dalam menghasilkan laba.
  • Dasar pembayaran dividen: Dividen yang dibayarkan kepada pemegang saham dihitung berdasarkan EPS juga. Perusahaan dengan EPS tinggi biasanya memiliki kapasitas lebih besar untuk membayar dividen yang tinggi. Dividen sering kali dihitung berdasarkan laba bersih perusahaan, sehingga EPS yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki lebih banyak laba untuk dibagikan sebagai dividen.
  • Menentukan valuasi saham: EPS sering digunakan dalam perhitungan Price to Earnings Ratio (PER), yang merupakan rasio valuasi penting di pasar saham. Perhitungan PER dapat dicapai dengan membagi harga pasar saham dengan EPS. Ini membantu investor menentukan apakah saham perusahaan terlalu mahal atau terlalu rendah di pasar. Jika PER tinggi, investor percaya bahwa perusahaan memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi dimasa depan.
  • Menilai kinerja manajemen: EPS juga digunakan untuk menilai efektivitas manajemen dalam mengelola perusahaan. Manajemen yang mampu meningkatkan EPS dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa mereka berhasil mengelola aset perusahaan dengan baik dan menghasilkan laba yang konsisten. Kenaikan EPS biasanya dianggap sebagai indikator bahwa perusahaan dikelola dengan baik, yang dapat meningkatkan kepercayaan investor.
  • Alat untuk menilai potensi pertumbuhan: EPS dapat memberikan pandangan tentang potensi pertumbuhan perusahaan dimasa depan. Investor sering kali menggunakan EPS untuk memperkirakan apakah perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. EPS yang stabil atau meningkat menunjukkan bahwa perusahaan memiliki potensi untuk tumbuh dan menghasilkan laba yang lebih besar dimasa mendatang, sehingga menarik bagi investor yang mencari pertumbuhan jangka panjang.
  • Dasar pengambilan keputusan investasi: Investor sering mempertimbangkan EPS sebagai bagian penting dari keputusan investasi mereka. EPS membantu investor dalam menentukan apakah akan membeli, menjual, atau menahan saham perusahaan. Perusahaan dengan EPS yang tinggi dan stabil lebih cenderung menarik minat investor karena dianggap sebagai perusahaan yang menguntungkan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik.

Faktor yang Mempengaruhi Earning per Share (EPS)

Faktor-faktor yang mempengaruhi EPS (Brigham & Houston, 2018) adalah sebagai berikut:

  • Laba bersih perusahaan: Faktor utama yang mempengaruhi EPS adalah laba bersih yang dihasilkan perusahaan. Ketika laba bersih perusahaan meningkat, EPS yang dihasilkan juga meningkat. Laba bersih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pendanaan operasional, pengendalian biaya, dan efisiensi manajemen dalam menjalankan operasional perusahaan.
  • Jumlah saham yang beredar: Jumlah saham biasa yang beredar juga mempengaruhi EPS. Jika jumlah saham yang beredar meningkat, misalnya melalui penerbitan saham baru, maka EPS akan menurun karena laba bersih yang sama harus dibagi di antara lebih banyak saham. Sebaliknya, jika perusahaan melakukan buyback saham, jumlah saham yang beredar berkurang, yang akan meningkatkan EPS.
  • Struktur modal perusahaan: Penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan juga dapat mempengaruhi EPS. Perusahaan yang menggunakan lebih banyak utang harus membayar bunga yang dapat mengurangi laba bersih, sehingga menurunkan EPS. Namun, jika perusahaan dapat menggunakan utang secara efektif untuk meningkatkan pendapatan dan laba bersih, maka EPS bisa meningkat.
  • Kebijakan dividen: Kebijakan perusahaan terkait distribusi laba juga mempengaruhi EPS. Jika perusahaan memutuskan untuk menahan sebagian besar laba untuk diinvestasikan kembali dalam bisnis (laba ditahan), EPS dapat meningkat karena potensi pertumbuhan laba dimasa depan. Disisi lain, perusahaan yang membagikan sebagian besar laba dalam bentuk dividen mungkin memiliki pertumbuhan EPS yang lebih lambat.
  • Kondisi ekonomi makro: EPS juga dapat dipengaruhi oleh variabel eksternal seperti kondisi ekonomi makro, seperti tingkat suku bunga, inflasi, dan kondisi pasar secara keseluruhan. Kondisi ekonomi yang kuat cenderung meningkatkan pendapatan perusahaan, yang pada gilirannya meningkatkan laba bersih dan EPS. Sebaliknya, resesi atau perlambatan ekonomi dapat mengurangi pendapatan perusahaan dan menurunkan EPS.

Indikator/Pengukuran Earning per Share (EPS)

EPS adalah ukuran profitabilitas perusahaan yang dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan jumlah lembar saham yang beredar. EPS menunjukkan keuntungan yang diperoleh perusahaan untuk setiap lembar saham biasa yang beredar. Rumus perhitungan EPS adalah sebagai berikut:

EPS = Laba bersih setelah pajak/Jumlah lembar saham yang beredar

Laba bersih setelah pajak adalah pendapatan perusahaan setelah dikurangi semua biaya, termasuk biaya pajak. Laba bersih adalah komponen utama dalam perhitungan EPS karena menunjukkan sisa pendapatan perusahaan setelah semua biaya operasional, bunga, dan pajak telah dibayarkan (Kieso et al., 2019). Laba bersih yang lebih tinggi akan meningkatkan EPS, yang menunjukkan kinerja keuangan yang baik.

Jumlah lembar saham yang beredar adalah total saham biasa yang telah diterbitkan oleh perusahaan dan dipegang oleh pemegang saham. Penting untuk menggunakan jumlah rata-rata saham biasa yang beredar selama periode tertentu untuk menghitung EPS secara akurat (Kieso et al., 2019). Jumlah saham yang beredar akan dipengaruhi oleh penerbitan saham baru atau buyback saham, yang pada gilirannya akan mempengaruhi EPS.

Debt to Equity Ratio (DER)

Definisi Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan utang sebagai bagian dari struktur modalnya dibandingkan dengan ekuitas yang dimiliki (Brigham & Houston, 2018). DER memberikan gambaran kepada investor dan kreditor mengenai risiko keuangan perusahaan, karena semakin tinggi rasio ini, semakin besar ketergantungan perusahaan terhadap utang dalam pembiayaan operasionalnya (Brigham & Houston, 2018). Dalam menilai stabilitas keuangan dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang, DER sering menjadi indikator utama.

DER adalah ukuran penting untuk memahami struktur modal perusahaan (Brigham & Ehrhardt, 2020). Rasio ini menunjukkan proporsi utang terhadap ekuitas, dengan DER yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan lebih banyak mengandalkan utang untuk membiayai asetnya. DER memberikan wawasan mengenai strategi pendanaan perusahaan, apakah lebih condong menggunakan modal sendiri (ekuitas) atau utang. Dalam banyak kasus, perusahaan dengan DER yang lebih tinggi cenderung lebih berisiko bagi kreditor dan investor karena ketergantungan yang lebih besar pada utang meningkatkan risiko likuiditas dan gagal bayar.

Selain itu, DER juga digunakan untuk mengukur leverage perusahaan, yang mengacu pada sejauh mana perusahaan menggunakan utang untuk membiayai aktivitas bisnisnya (Brealey et al., 1984). Leverage dapat meningkatkan potensi pengembalian kepada pemegang saham jika perusahaan mampu mengelola utangnya secara efektif. Namun, leverage yang berlebihan juga dapat meningkatkan risiko kebangkrutan, terutama jika perusahaan mengalami penurunan pendapatan atau menghadapi kenaikan suku bunga. Oleh karena itu, DER adalah alat yang berguna bagi kreditor dan investor dalam menilai risiko yang terkait dengan investasi pada perusahaan tersebut.

DER tidak hanya memberikan gambaran tentang komposisi modal perusahaan, tetapi juga membantu dalam menganalisis kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko keuangan (Damodaran, 1997). Utang memberikan keuntungan pajak karena pembayaran bunga biasanya dapat dikurangkan dari pajak, yang mengurangi beban pajak perusahaan. Namun, penggunaan utang yang berlebihan dapat menyebabkan kesulitan likuiditas dan risiko gagal bayar, terutama jika pendapatan perusahaan tidak stabil. DER yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mungkin menghadapi tantangan dalam mempertahankan kestabilan keuangan jika kondisi pasar atau ekonomi memburuk.

DER juga menjadi indikator penting dalam menilai tingkat solvabilitas perusahaan, yang mengacu pada kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya (Kieso et al., 2019). Karena porsi ekuitas yang lebih dominan dalam struktur modalnya, perusahaan dengan DER yang lebih rendah dianggap lebih mampu membayar kewajibannya. Ini memberikan kestabilan yang lebih baik dalam menghadapi perubahan kondisi pasar. Sebaliknya, perusahaan dengan DER yang lebih tinggi mungkin memiliki masalah solvabilitas jika tidak mampu menghasilkan cukup laba untuk membayar utangnya.

Investor, kreditor, dan manajemen biasanya menggunakan DER sebagai indikator utama untuk menilai kesehatan keuangan bisnis. DER memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana perusahaan membiayai asetnya dan seberapa besar risiko yang diambil perusahaan dalam menggunakan utang sebagai bagian dari strateginya (Warren et al., 2018). Meskipun utang dapat memberikan keuntungan melalui leverage, penting bagi perusahaan untuk menjaga keseimbangan yang baik antara utang dan ekuitas agar tidak meningkatkan risiko gagal bayar atau masalah likuiditas.

Jenis Debt to Equity Ratio (DER)

Jenis-jenis DER dapat dibedakan berdasarkan pendekatan perhitungannya (Brigham & Houston, 2018). Dua jenis utama dari DER adalah:

  • Gross DER: Gross DER dihitung tanpa mempertimbangkan aset likuid. Ini dilakukan dengan membandingkan total utang dan ekuitas perusahaan. Gross DER memberikan gambaran keseluruhan tentang seberapa besar leverage perusahaan, atau seberapa besar perusahaan bergantung pada utang untuk membiayai asetnya. Gross DER ini sering digunakan sebagai indikator awal untuk menilai risiko keuangan perusahaan secara keseluruhan.
  • Net DER: Net DER mempertimbangkan aset likuid perusahaan, seperti kas dan setara kas, untuk mengurangi total utang. Dengan kata lain, net DER menghitung utang bersih yang dimiliki perusahaan setelah memperhitungkan kemampuan perusahaan untuk melunasi sebagian utangnya dengan aset likuid yang tersedia. Net DER memberikan pandangan yang lebih realistis mengenai risiko utang perusahaan karena memperhitungkan sumber daya yang dapat digunakan untuk melunasi kewajiban utang.

Fungsi Debt to Equity Ratio (DER)

DER memiliki beberapa fungsi penting dalam analisis keuangan perusahaan (Brigham & Houston, 2018), berikut fungsi DER:

  • Mengukur risiko keuangan perusahaan: DER digunakan untuk menilai seberapa besar risiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Semakin tinggi DER, semakin besar ketergantungan perusahaan pada utang untuk membiayai asetnya. Ini berarti bahwa perusahaan menghadapi risiko keuangan yang lebih tinggi, terutama jika terjadi penurunan pendapatan atau kondisi pasar yang tidak menguntungkan.
  • Menilai struktur modal: DER membantu perusahaan dan investor dalam mengevaluasi bagaimana perusahaan membiayai operasinya, apakah lebih banyak menggunakan ekuitas atau utang. DER yang tinggi menunjukkan perusahaan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber pembiayaan, sementara DER yang rendah menunjukkan ketergantungan yang lebih besar pada ekuitas.
  • Mempengaruhi keputusan investasi: Investor sering menggunakan DER sebagai salah satu faktor untuk menilai apakah suatu perusahaan layak untuk diinvestasikan. Karena memiliki lebih banyak kewajiban utang, perusahaan dengan DER yang terlalu tinggi dapat dianggap berisiko, sementara perusahaan dengan DER yang rendah dianggap lebih stabil, meskipun mungkin memiliki potensi pengembalian yang lebih rendah.
  • Dasar evaluasi stabilitas jangka panjang: Selain itu, DER digunakan untuk menilai kemampuan organisasi untuk mempertahankan stabilitas dalam jangka panjang. Perusahaan yang memiliki DER yang seimbang dianggap mampu mengelola utangnya dengan baik dan berpotensi memiliki stabilitas yang lebih baik dalam menghadapi fluktuasi ekonomi.
  • Indikator solvabilitas
  • Kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya dikenal sebagai solvabilitasnya, yang diukur melalui DER. Karena ekuitasnya lebih besar dibandingkan dengan utangnya, DER yang lebih rendah menunjukkan kemampuan solvabilitas yang lebih baik.

Faktor yang Mempengaruhi Debt to Equity Ratio (DER)

Beberapa faktor yang mempengaruhi DER (Brigham & Houston, 2018) adalah sebagai berikut:

  • Kebijakan pendanaan perusahaan: Kebijakan pendanaan perusahaan merupakan komponen penting yang mempengaruhi DER. Perusahaan yang lebih cenderung menggunakan utang untuk membiayai pertumbuhan dan operasional akan memiliki DER yang lebih tinggi, sementara perusahaan yang lebih memilih untuk menggunakan ekuitas akan memiliki DER yang lebih rendah.
  • Stabilitas pendapatan: Perusahaan dengan pendapatan yang stabil lebih mungkin untuk menggunakan utang dalam struktur modal mereka. Dengan pendapatan yang stabil, perusahaan memiliki kemampuan yang lebih besar untuk membayar kewajiban utang mereka secara teratur, sehingga cenderung memiliki DER yang lebih tinggi. Sebaliknya, perusahaan dengan pendapatan yang fluktuatif akan lebih menghindari utang untuk mengurangi risiko gagal bayar.
  • Kondisi ekonomi makro: Suku bunga dan kondisi ekonomi secara umum juga berdampak pada DER. Ketika suku bunga rendah, perusahaan lebih mungkin untuk meminjam karena biaya utang lebih murah, sehingga meningkatkan DER. Namun, ketika suku bunga naik atau kondisi ekonomi tidak stabil, perusahaan mungkin mengurangi penggunaan utang untuk menghindari beban bunga yang tinggi.
  • Akses ke pasar modal: Akses perusahaan ke pasar modal juga mempengaruhi DER. Perusahaan yang memiliki akses yang mudah ke ekuitas atau mampu menarik investor dengan mudah biasanya memiliki DER yang lebih rendah, karena mereka lebih mengandalkan ekuitas daripada utang untuk pendanaan. Sebaliknya, perusahaan yang sulit mengakses pasar ekuitas cenderung menggunakan utang sebagai sumber pembiayaan utama.
  • Kebijakan dividen: Kebijakan dividen juga memainkan peran dalam menentukan DER. Perusahaan yang membagikan sebagian besar labanya sebagai dividen mungkin akan menggunakan lebih banyak utang untuk membiayai investasi atau ekspansi, yang akan meningkatkan DER. Perusahaan yang menahan lebih banyak laba untuk diinvestasikan kembali mungkin memiliki DER yang lebih rendah karena lebih sedikit bergantung pada utang.

Indikator/Pengukuran Debt to Equity Ratio (DER)

Pengukuran DER adalah cara utama untuk mengevaluasi struktur modal perusahaan dan bagaimana perusahaan menggunakan utang dibandingkan dengan ekuitas dalam membiayai aktivitas bisnisnya. Untuk menghitung DER, total utang perusahaan dibagi dengan ekuitasnya, yang menunjukkan tingkat leverage perusahaan (Brigham & Houston, 2018). Semakin tinggi DER, semakin besar ketergantungan perusahaan pada utang, yang dapat menambah risiko keuangan.

DER = Total utang/Total ekuitas

Total utang mencakup semua kewajiban perusahaan, termasuk utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang jangka panjang adalah pinjaman yang harus dibayar dalam waktu lebih dari satu tahun. Sebaliknya, utang jangka pendek, seperti pinjaman dagang atau utang jangka pendek, adalah utang yang harus dibayar dalam waktu kurang dari satu tahun. Utang jangka panjang memiliki dampak yang lebih signifikan pada DER, karena melibatkan komitmen pembayaran jangka panjang dan bunga yang harus dibayar oleh perusahaan (Kieso et al., 2019). Dengan demikian, semakin besar proporsi utang jangka panjang, semakin besar beban yang ditanggung oleh perusahaan.

Total ekuitas mencakup modal yang disediakan oleh pemegang saham, termasuk modal saham dan laba ditahan. Ekuitas mewakili aset bersih yang dimiliki oleh perusahaan setelah semua kewajiban telah dikurangi. Ekuitas adalah bagian penting dari struktur modal yang mencerminkan keandalan perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya tanpa terlalu bergantung pada utang (Brealey et al., 1984). Ekuitas yang kuat memberikan perusahaan stabilitas lebih besar dan menunjukkan komitmen dari para pemegang saham dalam mendukung pertumbuhan perusahaan.

Return on Equity (ROE)

Definisi Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan salah satu rasio keuangan penting yang menunjukkan seberapa baik suatu perusahaan dapat menghasilkan keuntungan dari ekuitas yang dimiliki oleh pemegang saham. merupakan salah satu rasio keuangan penting yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari ekuitas yang dimiliki oleh pemegang saham. ROE memberikan gambaran mengenai seberapa efisien perusahaan menggunakan modal dari pemegang saham untuk menghasilkan keuntungan (Brigham & Ehrhardt, 2020). ROE sangat penting dalam menilai profitabilitas perusahaan dari perspektif pemegang saham karena semakin tinggi ROE, semakin efektif perusahaan memanfaatkan modal untuk menghasilkan laba.

Investor dapat menggunakan ROE sebagai salah satu indikator utama untuk menilai tingkat pengembalian investasi mereka (Brealey et al., 1984). Rasio ini menunjukkan seberapa besar laba bersih yang dihasilkan oleh bisnis dari setiap unit modal yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Perusahaan dengan ROE yang tinggi biasanya lebih disukai oleh investor karena menunjukkan bahwa bisnis tersebut mampu memberikan pengembalian yang tinggi dari modal yang mereka investasikan.

ROE juga berperan sebagai alat ukur efektivitas manajemen dalam mengelola modal perusahaan (Brigham & Houston, 2018). Jika perusahaan memiliki ROE yang tinggi, ini menandakan bahwa manajemen telah berhasil memanfaatkan modal ekuitas secara efisien untuk menciptakan laba. Sebaliknya, ROE yang rendah menunjukkan bahwa perusahaan mungkin tidak memanfaatkan sumber daya ekuitasnya dengan baik, yang bisa menjadi tanda masalah dalam manajemen atau struktur modal perusahaan.

ROE juga memberikan pandangan yang komprehensif tentang risiko dan pengembalian dalam struktur modal perusahaan (Damodaran, 1997). Perusahaan yang menggunakan utang untuk membiayai operasinya dapat meningkatkan ROE dengan memanfaatkan leverage keuangan. Namun, peningkatan ROE akibat penggunaan utang yang berlebihan dapat meningkatkan risiko keuangan perusahaan. Oleh karena itu, penting bagi investor untuk mempertimbangkan ROE dalam konteks struktur modal perusahaan, termasuk proporsi utang terhadap ekuitas.

Jenis Return on Equity (ROE)

Jenis-jenis ROE dapat dibedakan berdasarkan pendekatan perhitungan yang digunakan (Brigham & Houston, 2018), contohnya sebagai berikut:

  • Basic ROE (ROE Dasar): Basic ROE adalah rasio yang dapat dihitung dengan membagi laba bersih dengan ekuitas total pemegang saham. ROE ini mengukur profitabilitas perusahaan tanpa memperhitungkan faktor-faktor tambahan seperti potensi dilusi saham atau perubahan struktur modal. Basic ROE memberikan pandangan sederhana tentang seberapa baik perusahaan mengelola modal pemegang saham untuk menghasilkan laba.
  • Diluted ROE (ROE Terdilusi): Diluted ROE memperhitungkan sekuritas yang dapat diubah menjadi saham, seperti obligasi konversi atau opsi saham. Diluted ROE digunakan untuk memberikan gambaran yang lebih realistis tentang potensi pengembalian ekuitas, terutama ketika ada sekuritas dilutif yang dapat mempengaruhi jumlah saham beredar dan pengembalian bagi pemegang saham.

Fungsi Return on Equity (ROE)

ROE memiliki beberapa fungsi penting dalam analisis keuangan perusahaan (Brigham & Houston, 2018), antara lain:

  • Mengukur profitabilitas perusahaan: ROE adalah ukuran seberapa efektif sebuah perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari ekuitas yang diinvestasikan oleh pemegang saham. Semakin tinggi ROE, semakin banyak modal yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, yang pada akhirnya meningkatkan nilai bagi pemegang saham.
  • Menilai kinerja manajemen: ROE membantu menilai kemampuan manajemen dalam mengelola ekuitas untuk menghasilkan laba. Manajemen yang mampu menghasilkan ROE yang tinggi dianggap efektif dalam meningkatkan nilai perusahaan melalui penggunaan modal yang efisien.
  • Alat pembanding antar perusahaan: ROE sering digunakan untuk membandingkan kinerja keuangan antara perusahaan yang berbeda, terutama dalam sektor atau industri yang sama. Perusahaan dengan ROE yang lebih tinggi dianggap lebih efisien dalam memanfaatkan modal ekuitas dibandingkan dengan pesaingnya.
  • Dasar pengambilan keputusan investasi: Investor menggunakan ROE sebagai indikator kunci dalam membuat keputusan investasi. Karena mampu memberikan pengembalian yang lebih besar dari modal yang diinvestasikan, perusahaan dengan ROE yang tinggi biasanya dianggap sebagai investasi yang baik.
  • Menentukan kebijakan dividen: ROE juga mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Perusahaan dengan ROE tinggi cenderung memiliki laba yang cukup untuk membayar dividen lebih tinggi kepada pemegang saham, sementara perusahaan dengan ROE rendah mungkin menahan laba untuk reinvestasi guna meningkatkan profitabilitas dimasa depan.

Faktor yang Mempengaruhi Return on Equity (ROE)

Beberapa faktor utama yang mempengaruhi ROE (Brigham & Houston, 2018) adalah sebagai berikut:

  • Profitabilitas perusahaan: Faktor paling mendasar yang mempengaruhi ROE adalah laba bersih perusahaan. Perusahaan dapat mencapai ROE yang lebih tinggi dengan laba bersih yang lebih besar. Operasi bisnis yang efektif akan meningkatkan ROE.
  • Struktur modal perusahaan: Penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan juga mempengaruhi ROE. Semakin besar penggunaan utang dalam pembiayaan aset, semakin tinggi potensi leverage yang dapat meningkatkan laba, yang pada gilirannya meningkatkan ROE. Namun, penggunaan utang yang berlebihan juga meningkatkan risiko keuangan.
  • Kebijakan dividen: Kebijakan perusahaan dalam membagikan laba sebagai dividen atau menahan laba untuk reinvestasi juga berdampak pada ROE. Jika laba lebih banyak ditahan untuk diinvestasikan kembali, perusahaan mungkin akan mencatat pertumbuhan laba yang lebih tinggi di masa depan, yang meningkatkan ROE.
  • Efisiensi manajemen: Kemampuan manajemen untuk mengelola operasi dan sumber daya perusahaan juga mempengaruhi ROE. Manajemen yang baik dapat memaksimalkan penggunaan ekuitas untuk menghasilkan laba yang lebih besar, yang pada akhirnya akan meningkatkan ROE.
  • Pertumbuhan pendapatan: Pertumbuhan pendapatan yang stabil akan memberikan kontribusi pada peningkatan laba bersih, yang pada gilirannya meningkatkan ROE. Perusahaan yang mampu mempertahankan atau meningkatkan pendapatan secara konsisten akan mencatat ROE yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang pendapatannya stagnan atau menurun.

Indikator/Pengukuran Return on Equity (ROE)

Indikator/pengukuran ROE adalah salah satu alat utama dalam menilai seberapa efisien perusahaan memanfaatkan modal dari pemegang saham untuk menghasilkan laba bersih. Pengukuran ini memberikan pandangan yang sangat penting bagi investor dan manajemen mengenai efektivitas penggunaan ekuitas dalam menghasilkan keuntungan. ROE dapat dihitung dengan rumus (Brigham & Houston, 2018):

ROE = Laba bersih/Total ekuitas

Laba bersih setelah pajak merupakan elemen kunci dalam perhitungan ROE, karena mencerminkan jumlah keuntungan yang tersisa setelah semua biaya, termasuk beban bunga dan pajak, telah dikurangi dari pendapatan total perusahaan. Laba bersih menunjukkan hasil akhir dari kegiatan operasional perusahaan dan merupakan salah satu indikator utama kesehatan keuangan perusahaan (Kieso et al., 2019). Dengan demikian, semakin tinggi laba bersih, semakin besar pula ROE yang dapat dihasilkan. Laba bersih yang stabil atau meningkat dari waktu ke waktu juga menunjukkan bahwa perusahaan mampu menjaga profitabilitasnya, meskipun menghadapi tantangan pasar yang dinamis.

Total ekuitas adalah jumlah modal yang disediakan oleh pemegang saham, termasuk modal saham yang diterbitkan dan laba ditahan yang tidak dibagikan. Ekuitas adalah aset bersih yang dimiliki perusahaan setelah semua kewajiban dilunasi, dan mewakili komitmen modal yang dimiliki oleh pemegang saham terhadap perusahaan (Brealey et al., 1984). Total ekuitas menjadi elemen yang krusial dalam menghitung ROE karena memberikan gambaran tentang seberapa besar modal yang tersedia bagi perusahaan untuk diinvestasikan kembali dalam operasi bisnis atau untuk digunakan dalam kegiatan ekspansi.

Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No

Nama Penulis

Judul

Keterangan

1

(Nainggolan, 2019)

Pengaruh EPS, ROE, NPM, DER, PER terhadap Harga Saham pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2014-2017

Menurut penelitian ini, EPS dan DER secara parsial berpengaruh signifikan terhadap harga saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, sementara ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sebaliknya, EPS, DER, NPM, dan PER berpengaruh signifikan terhadap harga saham perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2

(Anam et al., 2018)

Analisis Data Pergerakan Harga Saham Bank BUMN melalui Debt to Equity Ratio (DER), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS)

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DER, ROE, dan EPS secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Demikian juga secara parsial, di mana ketiga variabel tersebut berpengaruh signifikan.

3

(Yunus & Simamora, 2021)

Pengaruh Debt to Equity Ratio dan Profitability Ratio terhadap Harga Saham pada Bank BUMN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap harga saham dan ROE menunjukkan hasil tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Tetapi, DER dan ROE secara simultan berpengaruh terhadap harga saham.

4

(Zakaria et al., 2022)

Analisis Return on Asset, Return on Equity, dan Earning per Share terhadap Harga Saham (Studi pada 4 Perusahaan Perbankan BUMN yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2019)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROE dan EPS pada masing-masing bank secara simultan berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

5

(Sujatmiko, 2019)

Pengaruh ROE, ROA, dan EPS Terhadap Harga Saham pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa ROE dan EPS berpengaruh signifikan terhadap harga saham.

Sumber: Diadaptasi oleh Penulis dari berbagai sumber (2024)

Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini didasarkan pada teori keuangan perusahaan, yang menyoroti pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham. Variabel independen mencakup Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE) sebagai indikator kinerja keuangan perusahaan, sedangkan harga saham menjadi variabel dependen yang mencerminkan nilai perusahaan di pasar modal. Berdasarkan teori keuangan, earning per share menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih bagi pemegang saham per lembar saham, yang secara langsung mempengaruhi harga saham (Brigham & Houston, 2018). Sementara itu, debt to equity ratio menggambarkan struktur modal perusahaan melalui perbandingan utang dan ekuitas, di mana peningkatan debt to equity ratio menunjukkan risiko keuangan yang lebih tinggi. Hal ini dapat menurunkan persepsi investor terhadap harga saham (Yunus & Simamora, 2021). Return on equity mencerminkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari ekuitas, memiliki hubungan erat dengan kenaikan harga saham karena perusahaan yang efisien dan menguntungkan cenderung lebih menarik bagi investor (Kieso et al., 2019).

Berdasarkan prediksi hubungan antara variabel-variabel tersebut, earning per share diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap harga saham. Peningkatan earning per share mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang lebih tinggi per lembar saham, yang meningkatkan minat investor dan menaikkan harga saham (Amin & Syafaruddin, 2022). Debt to equity ratio, disisi lain, diperkirakan memiliki pengaruh negatif terhadap harga saham, karena struktur utang yang lebih besar menimbulkan risiko yang lebih tinggi, sehingga mengurangi kepercayaan investor dan menyebabkan penurunan harga saham (Anam et al., 2018). Return on equity diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap harga saham, dengan logika bahwa semakin tinggi laba yang dihasilkan dari ekuitas, semakin tinggi pula nilai perusahaan dimata investor (Damodaran, 1997).

Secara teoritis, hubungan antara earning per share dan harga saham didukung oleh literatur keuangan yang menunjukkan bahwa earning per share merupakan indikator penting profitabilitas perusahaan. Ketika earning per share meningkat, perusahaan dianggap lebih mampu menghasilkan laba, yang memberikan sinyal positif kepada investor untuk membeli saham, sehingga meningkatkan harga saham (Dewi & Suwarno, 2022). Pengaruh debt to equity ratio terhadap harga saham berasal dari risiko keuangan yang ditimbulkan oleh ketergantungan perusahaan pada utang. Debt to equity ratio yang tinggi menunjukkan peningkatan risiko gagal bayar, yang membuat investor cenderung menghindari saham tersebut (Yunus & Simamora, 2021). Sementara itu, return on equity yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan lebih efisien dalam menggunakan ekuitas untuk menghasilkan laba, yang memberikan daya tarik bagi investor untuk membeli saham perusahaan tersebut, sehingga harga saham cenderung naik (Brigham & Ehrhardt, 2020).

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini meliputi earning per share yang dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan jumlah lembar saham yang beredar, debt to equity ratio yang dihitung dengan membagi total utang dengan total ekuitas, serta return on equity yang dihitung dengan membagi laba bersih setelah pajak dengan total ekuitas. Harga saham dalam penelitian ini diukur berdasarkan harga penutupan saham di BEI.

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

Rumusan Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibahas, hipotesis dalam penelitian ini akan diformulasikan untuk menguji pengaruh Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE) terhadap harga saham pada bank umum milik negara di Bursa Efek Indonesia selama periode 2019-2023. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

  • Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa EPS memiliki pengaruh positif signifikan terhadap harga saham. Peningkatan EPS menunjukkan peningkatan laba yang dihasilkan perusahaan per lembar saham, yang dihasilkan perusahaan per lembar saham,  yang menarik minat investor dan meningkatkan harga saham (Anam et al., 2018). EPS adalah salah satu faktor yang berpengaruh besar dalam peningkatan harga saham di perusahaan sektor keuangan (Dewi & Suwarno, 2022). Selain itu, EPS yang tinggi mencerminkan efisiensi manajemen dalam mengelola sumber daya perusahaan untuk menghasilkan laba yang lebih besar, yang memberikan sinyal positif kepada pasar. H1: Earning per Share (EPS) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.
  • DER sering kali digunakan untuk mengukur risiko keuangan perusahaan. DER yang tinggi cenderung memberikan sinyal negatif kepada investor karena perusahaan dianggap memiliki risiko keuangan yang lebih besar (Yunus & Simamora, 2021). Penelitian lain juga mendukung temuan ini, di mana DER yang lebih tinggi menurunkan minat investor terhadap saham perusahaan (Nainggolan, 2019). Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa peningkatan DER berdampak negatif pada harga saham karena investor cenderung menghindari perusahaan dengan tingkat utang yang tinggi (Harahap, 2011). H2: Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.
  • ROE merupakan ukuran profitabilitas yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan ekuitas untuk menghasilkan laba. ROE memiliki pengaruh positif signifikan terhadap harga saham, terutama pada perusahaan sektor perbankan (Sujatmiko, 2019). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa perusahaan dengan ROE yang tinggi lebih menarik bagi investor, sehingga harga sahamnya cenderung meningkat (Zakaria et al., 2022). Selain itu, studi lain mendukung temuan ini dengan menyatakan bahwa ROE yang konsisten tinggi adalah indikator kepercayaan investor terhadap kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola modal (Ross et al., 2002). H3: Return on Equity (ROE) berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.
  • Beberapa penelitian menyatakan bahwa kombinasi variabel keuangan seperti EPS, DER, dan ROE memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap harga saham ketika diuji secara bersama-sama. Pengaruh gabungan dari beberapa indikator kinerja keuangan memberikan gambaran yang lebih komprehensif terhadap harga saham dibandingkan analisis satu variabel (Dewi & Suwarno, 2022). Penelitian lain juga menemukan bahwa pengaruh simultan dari EPS, DER, dan ROE lebih signifikan dalam menentukan harga saham perusahaan perbankan (Zakaria et al., 2022). Selain itu, penelitian lain juga mendukung temuan ini dengan menyatakan bahwa analisis simultan terhadap variabel-variabel tersebut memberikan dampak yang lebih jelas terhadap harga saham (Nainggolan, 2019). H4: Earning per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER), dan Return on Equity (ROE) secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun