Jika kita mendengar nama wilayah Pantai Indah Kapuk pasti teringat dengan perumahan mewah dan wisata kulinernya yang banyak serta beragam. Namun, ada satu destinasi yang tidak boleh dilewati saat berkunjung ke salah satu wilayah di daerah Jakarta Utara ini. Taman Wisata Alam Angke, salah satu taman wisata dengan ratusan pohon mangrove di kiri kanannya.
Awal bulan di tahun 2018 menjadi hari dimana saya dan enam sepupu saya merealisasikan rencana liburan tahun baru kami yang sudah dibicarakan pada saat kumpul keluarga malam natal. “Kalian tahu gak sih, di PIK ada wisata hutan mangrovenya loh. Gimana kalau kita kesana sebelum masuk sekolah dan kerja Januari bulan depan?” ucap sepupu saya yang paling muda, kami berlima pun setuju.
Tepat Sabtu, 6 Januari 2018 kami berangkat bersama dari rumah saya di daerah Depok ke wilayah Pantai Indah Kapuk. Kurang seru rasanya jika tidak ada musik saat diperjalanan. Kakak tertua saya pun memutar salah satu album penyanyi kesukaan kami, sambil berdendang bersama. Tidak terasa akhirnya kami sampai di tujuan.
Sebelum menikmati indahnya tempat ini kami harus membeli tiket masuk seharga Rp35.000,-/orang untuk dewasa karena bertepatan hari itu adalah weekend. Untuk hari biasa tiket masuk dikenakan seharga Rp 30.000/orang untuk dewasa dan Rp15.000,-/orang untuk anak-anak.
Selain tiket masuk ada peraturan yang harus ditaati sebelum masuk, yaitu menggunakan kamera HP, Ipad atau Drone dalam kawasan tidak dikenakan biaya tambahan namun untuk kamera Pocket, GoPro, DSLR, Polaroid akan dikenakan biaya tersendiri.
Setelah mendapat tiket kami disambut dengan gerbang kayu besar bertuliskan “TAMAN WISATA ALAM ANGKE KAPUK JAKARTA UTARA”. Lalu setelah gerbang kami juga disambut oleh jalan dengan pohon besar di kiri dan di kanan jalan.
Udara yang ada disana sangat sejuk dan tidak ada sampah satupun yang berserakan. Saat kami sedang asik berjalan - jalan salah satu sepupu saya berkata “liat deh itu disana, ada tempat sewa speed boat,” “oiya.. ayo coba naik itu, kayaknya kurang puas kalo kita gak coba wisata air disini” ujar sepupu kami yang tertua. Ternyata wisata air ini dikenai harga yang berbeda dari tiket masuk, jadi kami harus membayar Rp450.000,- untuk 8 Orang/Perahu.
Setelah membeli tiket kami dihampiri oleh salah satu bapak penjaga speed boat di tempat itu. Sebut saja Bapak Ano, beliau yang akan memandu kami untuk mengitari taman wisata ini. “selamat siang mbak dan mas semua, sebelumnya dipersilahkan masing - masing untuk memakai pelampung sebagai syarat keamanan.” Kami pun mengikuti instruksi yang diberikan lalu menaiki speed boat yang sudah terparkir di depan kami. Bapak Ano pun menyalakan mesin speed boat dan mulai menjelaskan beberapa hal yang kami lewati “ini nih mbak, mas kalau mau menginap bisa pesan kamar - kamar atau satu villa sekaligus. Kapan lagi kan ngerasain bermalam di atas air di daerah Jakarta.”
Saat mengikuti wisata air yang luas ini, kami bukan hanya bisa melihat pohon - pohon besar namun ada juga beberapa tanaman air. Bapak Ano menyebutkan nama - nama tanaman air yang kami lewati. “ini namanya flamboyan, kalau yang itu namanya Ki Hujan. Tapi yang itu bukan tanaman dukun ya mbak mas, namanya aja yang pake Ki” sedikit gurau Bapak Ano. Adik sepupu saya yang senang dengan candaan seperti itu pun tertawa lepas.
Tidak terasa waktu kami mengitari wilayah air ini hampir habis, saat perjalanan balik ternyata kami melewati jalan yang berbeda dan melihat ada jembatan gantung di ujung.
“Nanti kalau sudah selesai kita foto di sana ya!” ucap kakak sepupu perempuan saya dengan semangat. Kami pun sampai di tempat parkir perahu - perahu. “Terimakasih ya Bapak Ano” ucap kami sambil melepaskan pelampung.
Setelah turun, kami pun jalan lagi menuju jembatan gantung. Saat berjalan kami juga melewati kamar - kamar yang disewakan berbentuk segitiga yang unik. Jika tidak menginap kita bisa berfoto di depan kamar ini.
Banyak pula pengunjung yang hanya mengabadikan fotonya di kursi teras kamar tersebut karena sangat terkesan instagramable.
Kami pun sampai jembatan gantung dan mulai berfoto - foto. Setelah lelah berjalan dan berfoto kami pun beristirahat di saung sambil tiduran dan bercengkerama.
Saat bercengkrama kami menyadari bahwa tidak disangka walaupun tempat ini luas, dan hanya melihat pohon - pohon tapi sudah cukup untuk melepaskan penat dan istirahat dari hiruk pikuk tengah kota. Tempat wisata Alam seperti ini harus dijaga dan dilestarikan karena Jakarta bukan hanya tempat industri tapi juga butuh tempat penghilang polusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H