"Ayah, mau  makan?" tanyanya dengan nada lembut. Segera ia mengambil makanan dari lemari makan lalu menghidangkannya di meja makan.Â
"Ayo kita makan bersama, yah" ajaknya tanpa ragu. Tampaknya Riska melupakan kemarahannya tadi sore. Kemudian ia menuangkan nasi ke piring ayahnya. Riska menuntun ayahnya hingga duduk. Penyakit yang di derita  Parno membuatnya tak normal berjalan. Hidup Parno memang miris namun ia masih tetap tersenyum bahagia dalam kesederhanaannya.
Tak sepatah kata keluar dari mulut Parno saat makan . Jelas  ia masih jengkel dengan anak gadisnya. Tapi ia penasaran Riska pulang ke rumah ketika tak lama ia sampai di  rumah. Jarak dari rumah ke warung Jarwo kan cukup jauh. Dia tak bisa  mengendarai kereta sedangkan tadi ia tak melihat temanya di warung itu.
"Ris, kamu  tadi ke warung Jarwo?" tanya Parno tanpa  melihat wajah anak gadisnya.Â
"Tidak ayah" jawabnya cepat lalu  melanjutkan  mengunyah  makanan di mulutnya.
Ekspresi Parno berubah-ubah tanda tak percaya dengan jawaban anaknya. Ingin marah tapi ia yakin anaknya selalu berkata jujur. Riska melihat ayahnya, sadar ada sesuatu yang sedang dipikirkan sang ayah.
"Aku baru tadi melihatmu di warung Jarwo" ucap Parno heran.
"Hm, berarti yang ayah  lihat itu siluman. Ingat, ayah sendiri bilang kalau kampung ini adalah  kampung siluman" ungkap Riska sambil menyelesaikan makanan di piringnya. Sedangkan Parno terdiam melongo mendengar ucapan anak gadisnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H