Mohon tunggu...
Christina Lomon Lyons
Christina Lomon Lyons Mohon Tunggu... Lainnya - Dayakdreams.com, mahasiswi Magister Administrasi Bisnis URINDO

Saya pernah menjadi reporter di Tabloid Wanita Indonesia mulai Januari 1991, dan menjadi Pemred tabloid WI pada 2012. Saat pandemi Covid 19, saya mulai kuliah lagi , walau usia sudah kepala lima, sebentar lagi masuk kategori lansia. Saya memiliki website Dayakdreams.com dan weddingdreams.id.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kala Big Bossku Mbak Tutut Soeharto

4 Juni 2022   20:38 Diperbarui: 4 Juni 2022   20:41 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keluarga besar Cendana, merayakan  hari lahir Jenderal Besar TNI H. M. Soeharto, pada 8 Juni. Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998, menggantikan Ir. Soekarno ini lahir tahun 1921 di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Bantul. Sementara pada 6 Juni, keluarga besar Bung Karno memperingati hari lahir Presiden pertama Republik Indonesia. Dan Presiden Joko Widodo akan merayakan ulang tahun ke 62 pada 21 Juni mendatang.

Tulisan ini tidak membahas 3 presiden yang sama-sama lahir di bulan Gemini ini. Namun khusus mengenang Pak Harto, yang membuat terkenang pula pengalaman bekerja pada media massa tabloid mingguan Wanita Indonesia (WI), milik Mbak Tutut Soeharto.

Sejenak nostalgi kejadian 21 Mei 1998, saat Pak Harto lengser dari kursi kepresidenan yang didudukinya sejak  27 Maret 1968. Para jurnalis di kantor WI, hanya terdiam memandang berita di televisi yang menayangkan berita  saat Jakarta dicekam kengerian, hiruk pikuk berdarah saat demonstrasi mahasiswa yang menumbangkan dinasti Presiden Soeharto, Mei 1998.

Kantor-kantor diliburkan.  Tetapi sebagai  Redaktur "penjaga gawang" artikel, Christina dan beberapa orang rekan wartawan tabloid  Wanita Indonesia yang terbit mingguan tetap menjalankan tugas jurnalistik. Saat itu WI berkantor di salah satu gedung di Komplek Televisi Pendidikan Indonesia, Jalan Tama Mini II, Pondok gede, Jakarta Timur.

Tepat di jalan pintu masuk kompleks TPI, tampak parkir sebuah kendaraan berat jenis tank. Moncong tank menghadap jalan raya, siap menyambut siapa saja yang berniat menyerang kantor milik Ny. Siti Hardiyanti Rukmana atau Mbak Tutut itu. Christina sendiri sudah bekerja mulai sebagai Reporter di Tabloid WI sejak Januari 1991.

 

Diselamatkan Nyawa Kedua 

Ia dan kawan-kawannya di WI  turut menjadi saksi mata, tatkala terjadi huru-hara di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Sepulang dari bertugas, meliput  kerusuhan di atas jembatan layang yang melintas di depan gerbang kampus Trisakti, walau tak mungkin dimuat di WI, Christina dan rekannya wartawan WI, Rizal Bustami bahkan sempat terjebak kepungan massa di jalan tol Jagorawi yang melakukan sweeping  berbau SARA.

Perempuan Dayak yang berwajah sedikit Oriental, mirip perempuan Tionghoa itu sempat digeledah dan dipaksa turun dari mobil. "Turun ! Turun !" teriak histeris beberapa lelaki bertopi seraya mengacungkan golok.

Beruntung, ia diselamatkan "nyawa kedua"nya, kamera dan tape-recorder, senjatanya sebagai jurnalis.

"Kami wartawan ! Kami wartawan!" Christina dan rekannya mengacung-acungkan kamera dan tape rekaman, hingga keduanya dipersilahkan melanjutkan perjalanan melintasi jalan tol Jagorawi.

Menjelang tengah malam itu,  sepanjang jalan penuh massa yang membakari mobil yang mereka jarah. Pengalaman yang mencekam !

Hingga saat peristiwa berdarah Mei 1998 itu, WI tak ingin mati gaya, karena sulit menemukan angle berita terkait lengsernya Presiden Soeharto. Maka rapat redaksi medio Mei itu, Christina ditugaskan meliput pemakaman Elang Mulia Lesmana, mahasiswa Fakultas Arsitektur Universitas Trisakti angkatan 1998 yang meninggal karena peluru tajam pada Tragedi Trisakti, 12 Mei 1998. Dan tabloid WI saat itu, dapat menyajikan kisah hidup Elang dari penuturan Ibundanya tercinta, Ny. Hiratetty Yoga.

Bekerja pada media milik Mbak Tutut, memang tidak leluasa  untuk bisa menulis berita atau feature yang sedang aktual. Terutama jika menyangkut keluarga Cendana. Sebagai jurnalis kami harus memutar otak lebih keras, agar tetap bisa menyajikan feature yang bermanfaat untuk pembaca, tanpa menyinggung perasaan keluarga Big Boss kami, Mbak Tutut Soeharto.

FOTO :  Banyak kenangan kala Big Bossku Mbak Tutut Soeharto. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun