Di pergelangan malam yang larut,
Tersulut nyala lilin yang redup.
Rintik hujan seakan mengusik,
Menari di jendela yang terbuka lebar.
Tepi lorong gelap, hening senyap,
Langkah kaki terdengar rapuh,
Seakan merenung dalam kelam,
Tentang takdir yang tak tertolong.
Dalam gulita, sepi berkisah,
Rintihan angin memayungi raga.
Gelap itu tiba, tiada terelak,
Takdir tak henti menari dalam irama.
Namun janganlah kau duka terlalu dalam,
Sebab di sini tak berakhir tarian.
Meski awal ini hampa dan dingin,
Jua bercahaya keabadian.
Tentu akan tiba saat berjumpa,
Di antara bintang berkilauan.
Sambutlah senyuman yang lembut,
Ketika kematian tak lagi menakutkan.
Biarlah puisi ini mengingatkan,
Tentang takdir yang mengantarkan kita.
Pada tarian menuju gelap,
Menyatu dengan abadi kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H