Di dalam irama kota yang gemuruh,
Ritme kehidupan terukir penuh.
Tiap langkah berdansa seirama,
Diantara rutinitas yang selalu terulang.
Subuh pun datang dengan riuh gemuruh,
Menyapa mentari, kicauan burung,
Aku pun terseret dalam hiruk-pikuk,
Menari dengan waktu, tak henti-henti.
Pagi datang, derap kaki mengejar waktu,
Seperti melodi yang tak pernah usai.
Perjalanan kereta, jalanan berdebu,
Semua terangkum dalam rima kehidupan.
Siang berganti, terik mentari menjelang,
Sinar menyilaukan, langit biru membiru,
Keringat bercucuran, tetap semangat berkejaran,
Seperti detak jantung, tak kenal lelah.
Senja merona, langit berubah warna,
Kegelapan menari, bintang-bintang bersinar.
Lelahku mulai menyatu dengan rutinitas,
Namun tekadku takkan pernah redup.
Malam tiba, bisik angin berpadu,
Dalam hening malam, aku beristirahat.
Namun meski mata terpejam, hati tetap berdegup,
Menanti pagi, untuk menari lagi.
Ritme kehidupan, tak henti berdendang,
Dalam rutinitas, makna tersimpan.
Meski kadang terasa monoton,
Di dalamnya terukir arti keikhlasan.
Teruslah menari, oh, ritme kehidupan,
Di setiap langkah, temukan keindahan.
Rutinitas, pelajaran tak ternilai,
Bahwa hidup adalah tarian abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H