Mohon tunggu...
Christi Mahatma Wardhani
Christi Mahatma Wardhani Mohon Tunggu... -

2011| UAJY | FISIP| KOM| JURNAL

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Harta Karun di Desa Wonolelo Sawangan

14 Maret 2014   09:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak tahu persis apa yang mendorongku mencarinya. Entahlah. Penasaran, mungkin itu yang membuatku ingin memburunya. Tidak ada peta harta karun seperti yang dimiliki Spongebob. Sebatas tahu, bahwa untuk menemukannya aku harus ke arah Ketep.

“Jalan nyawang sebelum Ketep kamu ambil kanan. Nanti ada petunjuknya kok, ikutin aja. ”, begitu kata temanku yang berhasil menemukannya sebelum aku.

Petunjuk itulah yang memenuhi otakku. Tentu saja aku harus lintas provinsi menyeberangi Sungai Krasak. Entah sejauh apa tempat itu, yang jelas aku membelah Jalan Magelang melawan matahari dan menerjang angin. Tekadku memang sudah mantab untuk mencari harta karun itu.

Setahuku ada dua jalur untuk mencapai ketep. Jalur pertama adalah lewat Muntilan, belok kanan sebelum Klenteng. Mengikuti jalan itu saja, melewati Pasar Talun. Setelah itu belok kiri, melewati jembatan kecil baru yang membelah sungai entah apa namanya. Kemudian belok kanan ke arah Ketep. Itu adalah jalur yang ku lewati. Jalur kedua adalah lewat Blabak, belok kanan setelah pabrik kertas, melalui Polsek Sawangan, kemudian belok kiri selanjutnya belok kanan, mengikuti petunjuk ke arah Ketep Pass.

Medan tidak terlalu berbahaya, hanya saja ruas jalanya sembit sementara lubang menganga berserakan tak jelas bentuknya. Ah bagaimana tidak, banyak truck besar pengangkut pasir berlalu-lalang. Harus ekstra hati-hati dan waspada dalam berkendara, banyak jebakan dan kejutan. Ingat, untuk mencapai sebuah tujuan selalu memerlukan pengorbanan.

Hawa sejuk khas pegunungan mulai menyentuhku, pertanda Ketep sudah dekat. Panorama indah turut mengikuti pencarianku, menyebabkan otakku tak berhenti memikirkan harta karun itu. Aku mengikuti petunjuk yang diberikan temanku, namun tidak ada kejelasan mengenai lokasi tersimpannya harta itu. Bertanya pada penduduk, tentu saja itu yang kulakukan. Ternyata jalannya benar, masih cukup jauh katanya. Mendadak aku dibingungkan oleh jalan, kemudian kebingungan itu teratasi setelah mataku menemukan petunjuknya.

Sebuah gapura menyambutku, rentetan rumah penduduk menatapku asing. Sebenarnya aku tak terlalu yakin, tapi petunjuk itu juga tidak mungkin berbohong. Kemudian aku memutuskan untuk mengikuti petunjuknya dan akhirnya menemukan pos retribusi. Untuk menemukannya, aku membayar Rp5.000,- untuk tiket masuk dan Rp1.000 untuk parkir. Imajinasiku mulai liar memikirkan harta karun itu.

Tersembunyi di sebuah Desa Wonolelo, Sawangan, Magelang, Jawa Tengah. Kedung Kayang, air terjun indah yang disembunyikan Tuhan di desa nan jauh itu. Aku tak sempat bertanya asal usul nama itu, aku terlalu bersemangat untuk mencarinya. Dengan riang ria aku berjalan membelah rumah penduduk, hingga aku terbingung-bingung membaca petunjuk yang ada. ‘Air terjun atas’ arah kiri, ‘Air terjun bawah’ arah kanan. Apakah ada dua air terjun?

Membelokkan kaki ke arah kanan. Aku hanya mengikuti jalan yang disediakan, namun juga mengikuti sepasang kekasih yang berjalan di depanku. Tempat ini sangat sejuk dan alami, banyak rerumputan sengaja dibiarkan tumbuh. Sayup-sayup kudengar suara air yang jatuh menimpa bebatuan. Air terjun itu, menampakkan wujudnya. Aku sangat ingin membasahi kakiku di bawahnya. Rupanya aku salah, aku hanya bisa melihat dari sisi lain air terjun itu.

Aku kecewa sesaat, kemudian aku berjalan menuju air terjun bawah. Lama kususuri jalan itu, namun tiba-tiba jalan itu habis, berupa tanah yang tak jelas. Aku hanya bisa melihat sawah yang terbentang. Aku menghabiskan waktuku untuk mengulang jalur. Ternyata jalan itu memang benar. Aku melewati sawah, hingga aku menemukan sungai. Di sanalah bertengger air yang gemericik. Bukan air air terjun yang kulihat sebelumnya.

Rupanya, Kedung Kayang memang harta karun, dia bersembunyi dibalik bukit dan bebatuan. Iseng sekali Tuhan ini, bukan, maksudku pintar. Aku melepas sepatu dan menyeberangi sungai itu. Saat pertama kakiku bersentuhan dengan air, rasanya seperti ikut terbawa arus. Ya arus sungai ini cukup deras. Paling tidak cukup membuatku berteriak ketakutan.

Setelah memotong sungai, aku masih harus melewati bebatuan. Sedikit membuatku bergidik karena saking besarnya. Dan di sanalah, Kedung Kayang itu berada. Indah sekali, suara airnya sangat menyenangkan. Entah bagaimana menggambarkan keunikan tempat ini. Yang jelas ini, air terjun yang sangat alami. Semoga airnya terus mengalir dan terjun sebagaimana mestinya air terjun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun