By Christie Damayanti
Seperti biasa, aku keluar masuk taksi online sejak tujuh tahun lalu, ke mana pun dari mana pun bahkan kapan pun aku pergi.
Hari ini, kebetulan semua driver taksi online langgananku tidak bisa antar jemput aku, jadi aku cari taksii online tadi pagi ke kantor dan sore ini pulang ke rumah.
Pagi tadi, tidak bermasalah. Driver antar aku ke kantor tanpa masalah. Terima kasih untuk itu. Sore tadi, aku juga pesan taksi online. Diterima oleh driver, sekitar 8 menit dari APL Tower. Lokasinya, ada di sebelah MTA.
Driver datang tepat 8 menit kemudian, menjemputku di depan lobi utama APL Tower, dan aku masuk ke dalam taksinya, dibantu anak buahku. Meluncurlah taksi online itu menuju rumahku di Tebet.
Seperti biasa juga, driver ngajak ngobrol, tanya-tanya tentang sakitku dan kujawab dengan sopan dan baik. Sampai beberapa lama dia tanya-tanya dan lama-lama aku merasa agak melenceng.
Bukan aku sombong, tidak sedikit driver-driver itu berkata, "Ibu cantik... bla bla bla...", tapi aku selalu jawab dengan tertawa, karena aku tahu mereka cuma sekedarnya saja. Perasaanku tidak bergolak dan aku pun tidak merasakan takut atau marah karena kurang ajar.
Beda dengan driver sore ini. Dia banyak bicara dengan nada melenceng. Dia sering melirik di kaca spion, dan tertawa dengan kata-kata, "Ibu cantik.... bla.. bla.. bla...".
Entah mengapa, aku merasakan kemarahan!
Driver mengaku berumur 65 tahun, punya 5 anak dan 9 cucu. Dia berpenampilan seperti seorang haji dengan memakai topi haji berwarna putih.
Perawakannya, sedang setinggi sekitar 170 cm dengan jalan agak membungkuk. Dan, dia terus tersenyum memandangku lewat kaca spion.
Aku sibuk dengan HP-ku, ngobrol dengan temanku saja, karena supaya terlihat sibuk dan tidak harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dia.
Setelah hampir sampai rumah, aku pun bersiap turun, dan seperti biasa aku minta tolong driver untuk aku berpegangan tangannya ke teras rumahku. Itu memang aku, karena aku susah berjalan.
Aku mendengar desahan bahagia dari dia, duh..., sangat menjijikan!
Tapi, aku enggak tahu harus bagaimana, selain minta tolong dia untuk kupegang tangannya!
Aku turun perlahan, dan aku pegang tangannya. Jika biasanya, driver sangat kikuk kalau aku pegang tangannya dan mereka risih serta sangat sopan. Tetapi, tidak dengan dia!
Dia malah memegang tanganku mesra sambil senyam-senyum. Aku enggak bisa mengelak, karena aku takut jatuh. Jika aku jatuh, alamat dia justru bisa melakukan apa pun yang dia mau lakukan, misalnya menggendongku. Amit-amit.
Aku berusaha melangkah cepat, buka pintu pagar, dan berterima kasih dia dan suruh dia keluar. Tapi, tahu enggak?
Tiba-tiba dia memegang kedua tanganku, dan menciumnya! Dengan penuh nafsu!
Bukan itu saja, dia menarikku dan dia mencium pipiku sambil memelukku! Astagaaa!!!
Lalu yang paling gila lagi adalah, dia bertanya, "Saya tutup pintu pagar, ya". Astaga lagi, mau apa dia???
Aku tegas bilang, "Tidak pak, silakan bapak keluar!"
Tapi, aku belum berani marah, karena jika aku marah aku gontai dan aku pasti jatuh!
Lalu dia langsung memelukku lagi dan mencium pipiku!!!
Huhuhuhuhu... Aku benar-benar marah tapi tidak tahu bagaimana melampiaskannya, karena keadaanku sama sekali tidak mendukungku. Wajahku memerah dan panas, itu kemarahanku! Tapi, aku harus jaga emosi, jika tidak tensiku bisa meledak!!!
Dia keluar dan menutup pintu pagarku, dan aku cepat masuk dan kunci pintu! Gerendel! Dan, aku berteriak sekeras-kerasnya.
ARRRRRRRGGGHHHHHHHHH...
Aku adalah orang yang tidak bisa menyimpan masalah, jadi aku langsung telepon sahabatku, mas Erri dan bercerita dengan emosi! Dia cuma bisa menyabarkan aku, bahkan memberi solusi untuk lapor ke polisi!
Aku diam saja, dan aku siapkan laporan ke vendor GoCar. Aku screenshot beberapa foto untuk bukti dan aku bersiap untuk menulis dan posting ke Kompasiana.
Namanya : In Amullah - Toyota Avanza B2091SIT
.
Laporan resmi ke GoCar sudah kukirim, tunggu responsnya. Aku siapkan yang lain, kalau perlu benar-benar ke polisi! Aku tidak mau dilecehkan! Aku bukan perempuan lemah! Dan aku berani berbicara! Kasihan perempuan-perempuan yang dilecehkan, tetapi tidak tahu harus bagaimana!
Memegang saja, itu pelecehan! Apalagi, memeluk dan mencium!
Bukan aku mau dendam karena aku tahu dendam Tuhan tidak berkenan. Tuhan Yesus mau kita memberi pipi kiri ketika kita ditampar di pipi kanan.
Tetapi, aku tidak bisa seperti Yesus. Aku bukan malaikat, apalagi aku bukan Tuhan.
G.O.S.H.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H