Perhaps, to die in Tashkent is better Than to live a dragging life in another place".
***
Si penyair menuliskan betapa dia terpesona tentang keindahan lingkungan dan suasana yang redup dan dingin saat itu di Moscow. Mengingat, saat itu Bukhara masih berada dalam Uni Soviet dan si penyair sedang dalam perjalanan ke Moscow dari Tashkent, Samarkand dan Bukhara, seperti perjalanan kami .....
Bagaimana si penyair itu menggambarkan betapa indahnya perjalanannya antara kota2 tersebut.Menara emas dan biru di Registan Samarkand dan Bukhara dengan ubin mozaik nya, Dan, Bukhara sebagai oasis di Tengah gurun di sepanjang Jalur Sutra denagn anggur yang melimpah dan bunga2 delima merah yang sedang mekar .....
Si penyair pun terus membayangkan betapa indahnya Bukhara. Sebuah "Kerajaan" dari Surga, katanya. Dan, dia inin menetap disana selamanya, dalam hutan surga nya. Bahkan, si penyair berkata bahwa mungkin mati di Tashkent lebih baik daripada hidup yang membosankan di tempat lain .....
Untukku, itu adalah sebuah ungkapan yang luar biasa dari sebuah hati yang penuh cinta dan pengharapan. Sebuah hati yang ingin berkorban dan berjuang untuk bisa hidup Bersama nya. Bersama di kota2 di Uzbekistan, Tashkent, Samarkad dan Bukhara.
Begitu juga aku, yang merasakan hal yang sama. Tetapi, karena aku bukan penyair, dan aku hidup di era modern sekarang ini, aku lebih berpikir denaggn logika, walau rasa jatuh cintaku tentang Uzbekistan ini pun, terus terasa semakin dalam dari lubuk hatiku ......
Mungkin, secara logika dan arsitektural, Bukhara sebagai kota tua memang jauh dari kata "ramah disabilitas", sama dengan kota2 tua di manapun. Eropa apa lagi dengan heritage nya masing2. Dan, jika kita melihatnya dari dunia seni dan budaya, pun Bukhara lebih terlihat dari desain dan garis2 seni nya.
Dokumentasi pribadi - Â Beberapa dinding, di desain seperti sebuah permadani dengagn alur2 dan garis2 cantik yang berseni khas Bukhara dan Uzbekistan, Bermaterialkan cukup mahal, dan warna keemasan yang membuat mata bersinar dan hati berkilau ......
Â