Ketika aku berkeliling ke arah belakang atau punggung patung Buddha berbaring ini, aku seketika ternganga karena banyak sekali foto2 dengan guci2 disana, dimana memang itu adalah sebuah rumah abu bagi yang mau menyimpan disana. Karena ada juga abu2 jenazah itu yang ditebar ke laut, seperti papi mertuaku yang ditebarkan ke laut di Parang Tritis, Yogyakarta.
Aku berjalan sangat pelan, dan sedikit banyak membaca masing2 dari mereka, terutama yang terlihat menarik. Misalnya, jika guci berwarna merah, atau jenis tulisannya yang besar2 dan berbeda dengan yang lainnya. Tentu saja akan mencolok dan membuat aku tertarik untuk membaca dan mem-fotonya.
Contoh salah satu yang menarik mataku untuk kuamati, karena bentuk gucinta dan tulisan nama serta fotonya. Umumnya, orang2 yang meninggal karena tua ......
Berbagai posisi Buddha bertebaran disana, adayang besar, berdiri atau yang duduk ala Buddha, banyak sekali. Sekali2 aku memfotonya, mengamatinya dan pasti kemudian aku berdecak kagum dengan pekerjaan yang halus dan seni yang tinggi.
Aku terus berjalan. Memakan waktu sekitar 1 jam di dalam ruang doa utama ini, sebelum aku melanjutkan lagi berjalan disekeliling bangunan ini, ada banyak bangunan2 khas bangunan keagamaan khas Thailand, dengan konsep arsitektural yang jelas.
Kutinggalkan ruang doa utama ini, dan aku keluar untuk menghirup udara segar karena di Dalam ruang doa utama itu, penuh asap, dimana sebenarnya aku alergi denan asap, yang membuat asma ku kambuh .....
#Eh, untung asmaku ga kambuh, koq, hihihi .....