By Christie Damayanti
Railing dimana2 untuk "menjaga" prioritas dan disabilitas dari ketidak-amanan dan ketidak-nyamanan alam, di ruang2 publik Singapore .....
Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk disabilitas dan prioritas atau lansia. Supaya mereka mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk bebagai aksek kehidupan mereka. Jelas, bahwa tujuan pengadaan aksesibilitas adalah memberi kemudahan untuk disabilitas dan kaum prioritas untuk melakukan aktifitas mereka secara mandiri dan membrikan kesemoatan dalam hal pendidikan, pekerjaan serta kesempatan2 lainnya sebagai warga Negara.
Artinya lagi,
Disabilitas dan prioritas ini membutuhkan kesetaraan dalam melakukan aktifitas sehari2 khususnya di ruang public.
Indonesia sangat tertinggal, termasuk denan negara2 sekitar kita, yang "umurnya" sama atau lebih muda dengan kita, termasuk Singapore. Bahkan, hanya sekedar keluar dari rumah di Jakarta pun, para disabilitas atau prioritas pun, tidak bisa, kecuali dibantu orang lain. Padahal, konsepnya adalah KEMANDIRIAN untuk mereka, karena jika mereka tidak mandiri, mereka akan menjadi BEBAN NEGARA.
Bicara tentqng ini, tidak aka nada habis2nya. Terutama ketika aku sering kekuar negeri dan membandingkan sendiri dengan Negara kita, sebagai end-user aku bisa merasakan sebuah keamanan dan kenyamanan ketia aku berada di negeri lainnya, bukan di Indonesia.
Sehingga, sebagai end-userpemakai kursi rods, dan sebagai seorang arsitek, aku sangat merasa tertantang untuk mewujudkan negaraku sebagai salah satu negeri inklusi. Itu adalah surga bagi disabilitas dan prioritas .....
***
Ok, aku mulai yang sangat sederhana untuk disabilitas dan prioriytas adalah "apakah mereka akses dan bisa berjalan di sepanjang pedestrian tanpa jeda dan tanpa hambatan?"
Ada sebuah konsep, demikian :
Bahwa, "ramah disabilitas" itu, bukan hanya di 1 titik saja yang sering terjadi di Jakarta, tetapi semua aera yang berlanjut yang tidak terhalang untuk menghubungkan semua elemen dan ruang. Tidak boleh ada tangga, tidak boleh ada pintu2 kecil dan pintu putar, tidak boleh ada escalator dan sebagainya.
Bahwa disebut "ramah disabilitas" adalah tanpa habatan dalam menyusuri sepanjang perjalanan bagi disabilitas dan prioritas. Mungkinkah? YA! Sangat dimungkinkan, sepanjang kita tahu bagaimana kita bisa dan mau melakukannya!
Aksesibilitas pada sebuah pedestrian yang menyusuri bagian dalam transportasi sebuah kota, itu harus bisa diakses oleh semua orang tanpa terkecuali! Bahwa, ukuran dan dimensi pedestrian, minimal adalah 1,5 meter sampai 1,8 meter. Konsepnya adalah,
Kursi roda selebar 80 cm + jika ada care-givernya, untuk mendorong kursi roda.
Space untuk sirkulasi dan maneuver kursi roda selebar 20 cm.
Space untuk orang yang berhadapan berjalan antara 50 cm sampai 60 cm.
Ini benar2 mepet, sehingga ditambahkan sekitar 30 cm lagi untuk lrbih aman dan nyaman. Total menjadi 180 cm atau 1,8 meter.Â
Dan itu yang diterapkan oleh Singapore. Dengan pedestriannya yang panjang menyusuri perkotaan tanpa jeda, aku bisa menjalankannya dengan kursi rodaku berkeliling kota tanpa jeda dan tanpa bantuanPedestrian Singapore, permukaannya mulus tanpa ada yang rusak apalagi rusak berat! Semuanya mulus ... lus ... lus ...
Setiap pedestrian, pasti selalu ada perbedaan ketinggian antara jalan aspal untuk kendaraan bermotor, dengan pedestrian itu sendiri. Walaupun ketinggiannya tidak tinggi sekitar 5 cm saja, harus dibangun ramp dengan standard seperti foto diatas, dari pertauran Singapore.
Di ujung pedestrian selalu ada tanda dot2 berarti harus "berhati2" dengan kermaik kuning ukuran 30 cm x 30 cm dengan jarak sekkyar 30 cm dari jalan aspal(untuk kendaraan bermotor), untuk memberikan akses berhati2 bagi disabilitas netra termasuk low-vision.
Jika dimensi2 ini terlanggar, disabilitas netra akan bingung dan sangat berbahaya untuk mereka, karena mereka tidak bisa melihat!                                    Â
Di setiap ujung pedestrian, baik memakai ramp atau tangga, SELALU dan DILENGKAPI dengan noktah kuning dot2 tanda harus berhati2, dengang dimensi yang sama, berjarak 30 cm dari permukaan yang berbeda dengan pedestrian! Dan, itu dikerjakam Singapore secara benar2 presisi!
Dengan adanya noktah2 kuning ini, aku menjadi aware bahwa aku sedang di area "berbahaya" karena kursi roda ajaibku pun merasakannya, tidak rata dan "membangunkan aku", untuk aware ......                                                      Â
Standard2 secara detail untuk pedestrian, hanya di ujung saja! Dan ketika aku merasakannya sebagai end-user pemakai kursi roda, aku benar2 merasakan sebuah keamanan dan kenyamanan yang luar biasa, selama aku berada di Singapore ....
                                   Â
Dan yang sangat membat aku ternganga adalah, walaupun ramp berada di ruang terbuka public, di tengah2 pedestrian atau di area taman terbuka, Singapore melengkapinya dengan seperangkat railing degan tinggi2 menurut aturan pemerintah, di sisi kanan dan kiri, dengan material stainless stell, yang cukup mahal.
Dan, liatlah permukaannya dengan noktah2 dot2 ukuran 30 cm x 30 cm. Fungsinya memang harus berhati2, seperti yang aku tuliskan diatas sebelumnya .....                                   Â
Di semua area yang terpasang ramp, walaupun jarak ketinggiannya kecil, tetap harus memakai railing dengan standard aturan Singapore! Dimanapun. Ini di sepanjang pedestrian dan di sebuah pertokoan kecil di Balestier .....                                                      Â
Ini di area apartemen, yang mungkin jarang dilewati, tetapi maintenance nya sangat luar biasa! Bersih, rapih dan tidak ada debu sedikit pun, lho! Karena aku memegangnya sendiri .....
                                                        Â
Bahkan detail railing nya pun harus diukur dan harus dikerjakan tanpa ada negosiasi.Â
Mengapa dimensi railing harus ditentukan demikian?
Karena, riset dan diukur genggamanan kaum prioritas, adalah demikian, sehingga dengan genggaman sekitar 50 cm, prioritas benar2 merasa nyaman dan aman untuk berjalan dan menggenggam railing.
Jika dimensi lebih atau kurang dari risat ini, kemungkinan besar priorotas akan kehilangan kendali untuk menggenggam nya, sehingga busa saja mereka akan terjatuh kara sudah menggenggam. Semuanya memang harus di amati, riset dan menghsilkan keamanan dan kenyamanan bagi si pengguna atau end-user.
Antara prioritas dan disabilitas, meang berbeda tetapi fungsi2nya adalah sama, sebagai warga Negara dalam keterbatasan .....
***
Di Jakarta, ketika aku dengan tim IAI Pengabdian Profesi, sekitar bulan Mei awal, kami melakukan survey di area protocol Jl.MH.Thamrin. Dan, di Gedung Sarinah yang baru, sudah terdapay ramp yang dilengkapi oleh sepertangkat railing.
Ketika aku meluncur dengan kursi roda ajaibku, di ruang public, taman depan Gedung Sarinah, yang merupakan railing Dn dilengkapi oleh railing stainless steel. Semoga, semua ramp di Jakarta tetap dilengkapi oleh railing.Â
Ramp saja belum banyak dibangun, atau jika dibangun oun tidak sesuai srandard, bagaimana dengan railingnya? Akankah?
Sebagai end-user dan sebagai seorang arsitek humanis yang ingin sekali kota tempt tinggalku nyaman dan aman untukku pengguna kursi roda, aku sangat berharap pemerintah memperhatikan disabilitas dan prioritas.
Karena kami sebagai disabilitas dan sebagai kaum prioritas, adalah juga sebagai asset bangsa dan warga Negara, yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Ketika hak2 kami ada, kewajiban2 kami pun akan kami jalani. Karena, ketikta kami tidak bisa menjalankan kewajiban kami, itu karena faslitas2 kami sebagai hak kami terabaikan .....
Bayangkan,Â
Ketika sekarang banyak instansi mau memperkerjakan kami, tetapi kami tidak bisa kesana karena tidak pnyai faslitas, bagaimana kmi harus bekerja? Tidak semua dari kami memopunyai dana yang bisa menyewa taxi atau membeli kursi roda, beruntunglah mereka yang punya sedikit dana yang disisihkan untuk menyeaw taxi atau membeli kursi roda.
Dengan ursi roda pun, Jakarta masih sangat jauh dari kata "ramah". Begitu kami keluar dari rumah kami, pedestrian di depan rumah kami pun tidak ada, dan kami harus berjalan di sisi jalan kendaraan, yang berakibat kemanan dan kenyamanan dari kami sangat rentan.
Lalu, bagaimana dengan kami untuk melakukan kewajiban kami tanpa hak kami, untuk bisa mandiri?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H