By Christie Damayanti
Dokumentasi pribadi
Daerah pertanian di Badung Bali
Seperti yang aku tuliskan di artikelku sebelum ini, penataan ruang di Bali memang harus meluihat berbagai masalah serta hal2 yang bisa meberikan solusi tentang masalah tersebut. Salah satunya adalah "bagaimana menata ruang yang terbatas".
Jika pada artikelku sebelumnya, aku banyak menuliskan tentang bagaimana menata ruang terbatas di Bali tentang pedestrian.
Bahwa, jika memang dimensi pedestrian2 di Bali yang antara 60 cm sampai 100 cm ini susah dibuat lebih lebar, karena keterbatasan lahan, tidak ada salahnya jika konsep penataan ruang pedestrian ini, BUKAN DENGAN MEMPERLUAS DIMENSI, tetapi dengan cara pemikiran tentang RUANG BERSIH PEDESTRIAN, tanpa ada asesorisnya.
Okelah, tulisan tentang pedestrian, sudah kubahas cukup dalam di artikelku sebelumnya. Dan, di artikelku sekarang ini dan setelah ini, aku ingin menuliskan tentang bagaimana menata ruang yang terbatas tentang tempat tinggal bagi warga Bali dan bagaimana pementah daerah Bali bisa menata ruang wisatawan dengan fungsi2 yang berkualifikasi.
Konsep dan filosofi tentang penataan ruang adalah tentang pemerataan akses dan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Tetapi pada kenyataannya di seluruh dunia dalam penataan ruang kota, akan terdapat berbagai masalah, salah satunya lahan ang berubah.
Khususnya di negara2 berkembang termasuk Indoneisa dan termasuk di Bali, penataan ruang kota akan mengorbankan berbagai lahan yang awalnya untuk pertanian atau perkebunan, akhirnya menjadi derah perkotaan. Contohnya adalah, daerah Renon di Bali.
Aku tidak mau membahas tentang pengalihan Renon yang awalnya adalah daerah pertanian, sudah menjadi daerah perkotaan, sebuah wisata kota Bali, walau tetap dipelihara sebagian kecil untuk wisata pertanian.
Yang aku ingin bahas adalah, apakah penataan daerah Renon yang awalna merupakan area pertanian dan menjadi aera perkotaan, suda termasuk untuk menata kembali tentang fasilitas2 yang dibuuhkan oleh warga Bali dan wisatawan2 nya, tentang kaum prioritas dan disabilitas?
***
Perubahan fungsi2 lahan dari pertanian menjadi perkotaan, tentu saja pemerintah daerah harus bertanggung jawab. Entahlah, aku tidak tahu. Tetapi dengan keadaan penataan ruang kota kembali di Bali, justru memberikan dampak yang banyak. Dan, sepertinya Bali pun belym mulai memperlihatkan tanda2 tentang KEPEDULIAN nya tentang kaum prioritas dan disabilitas.
Aku tidak tahu secara detail bagaimana Bali menata ulang daerahnya, tetapi yang aku tahu ketika aku berjalan di atas mobil keluar koa,, dan aku melihat banyak sekali bangunan2 baru yang didirikan di sisi2 persawahan, aku yakin ini bukan termasuk penataan ruang kota yang baru.
Tetapi yang kulihat adakah bahwa bangunan2 baru disana, tetap tidak membuktikan betapa kepedulian Bali belum bisa terjadi .....
Contoh lagi ketika aku menengok sahabatku di Rumah Sakit Mangusada Badung, dimana dibelakang RS tersebut masih berupa lahan pertanian luas. Karesan secara topografis, Badung mempunyai kontur muka daratan yang beragam.
Mulai dengan pesisir pantai, dataran rendah yang banyak dipakai sebagai daerah pertanian, , kemudian naik ke wilayah pegunungan di bagian utara. Dan, pariwisatanya pun lebih ke wisata alam, seperti pantai (Pantai Kuta), desa/perkampungan, perkemahan, taman reptile atau bungy jumping.
Dengan kata lain, ketika pemerintah daerah Bali menata ulang kabupaten Badung ini, seharusnya membrikan lebih untuk fasilitas2 yang bisa didatangi oleh semua awrga dan wisatawan, tanpa kecuali. Termasuk untuk lansian sebagai warga prioritas dan untuk warga disabilitas.
Tetapi, apakah disana mempunyai fasilitas2 tersebut, dalam rangka penataan ulang Bali?
Kita pakai contoh di Pantai Kuta, ya. Dan bisa juga pantai2 yang lain di Kabupaten Badung, seperti Pantai Jimbaran, Pantai Batu Bolong atau Pantai Suluban.
                                                 Â
Kita tahu, ketika kita di Kuta, sebelum masuk gerbang pantainya ini, kursi roda ajaibku pun tidak bisa kesana, karena pedestrian yang sangat kecil (sekitar 80 cm), dengan penuh sctreetscpe.
Lalu, begitu masuk gerbang pantai, apalagi kursi roda ajaibku tidak akan bisa kesana karena tanpa ada permukaan rata tanpa pasir. Roda kursi roda pasti tidak bisa berjalan karena penuh dengan pasir. .....
                                                    Â
Akan sangat baik, jika pemerintah daerah Bali menambahkan permukaan rata tanpa pasir seperti ini, sehingga kursi roda bisa melaju mendekati pantai. Tidak harus memangnun dengan materian yang mahal.Â
Cukup seperti material vinyl ini, digelar dengan panjang selebar bibir pantai, minimal pengguna kursi roda seperti aku, bisa ikut menikmati indahnya Pantai Kuta .....
Karena Bali memang terkenal dengan pantai2nya yang indah, harusnya pemeribtah daerah Bali justru memberikan fasilitas2 yang terbaik untuk pantai2 idah itu bisa dinikmati oleh semua warga Bali dan seluruh wisatawan yang datang ke Bali, termasuk aku. Karena setelah aku menjadi cacat dan menggunakan kursi roda sejak tahun 2010 lalu, aku benar2 tidak bisa lagi untuk ke pantai2 di Bali, kecuali aku dengang effort yang sangat tinggi untuk berjalan di pantai dengan pasir2 tebal dengan kaki kananku yang cacat .....
Â
Untuk kawasan wisata Bali non-pantai, sudah cukup cantik dan nyaman bagi pengguna kursi rod, di area2 wisata tertentu. Seperti di Wisata Ago Pelaga, Desa Wisata Baha. Atau juga seperti Bumi Perkemahan Dukuh dan Tempat Wisata Sangeh dengan kera2 nya yang liar .....
                                               Â
Dokumentasi www.referensiwisata.com
          Wisata Argo Pelaga dan Desa Wisata Baha, memberikan akses yang cukup ramah untuk kaun prioritas dan disabilitas.
                                                  Â
                                                    Â
Dokumentasi www.pinterest.com
Bumi Perkemahan Dukuh dan Tempat Wisata Sangeh, sudah mempunyak akses untuk pengguna kursi roda .....
***
Bali masih mempunyai area pertanian dan perkebunan, yan seharusnya tidak dijadika kota dengan fasilitas2 modern. Biarlah Bali berada di ttik sekarang, dengan penataan perkotaan yang seminim mungkin, karena dengan keadaan seperti ini, Bali sudah angat cantik! Tidak harus "meratakan" lahan pertanian atau perkebunan menjadi perkotaan.
Tetapi, jika memang harus dilakukan, pemerintah daerah Bali, haus membuat analisa2 secara keswluruhan, sehingga Bali tidak menyesal. Seperti yang aku dapatkan di sepanjang jalan utama Bali, banyak sekali bangunan2 yang tutup, bahkansebelum pandemic.
Kutanya, mengapa meeka tutup sebelum pandemic? Jawab mereka, banyak orang seenaknya saja membangun dengan alasan, :Bali akan terus berkembang", tanpa meeka membuat analisa2 yang komprehensif. Sehingga akhirnya mereka tutup karena bisnis yang mereka jalankan, tidak laku .....
Lalu juga, ketika pemerinta daerah Bali benar2 mau melakukan penataan ulang aera Bali secara keseluruhan, mereka harus mulai merancang tambahan2 fasikitas2 untuk bisa semua warga Bali dan semua wisatawan yang datang ke Bali tidak ada kecualinya, HARUS BISA MENIKMATINYA, termasuk kaum prioritas dan disabilitas.
                                                         Â
Selama traveling dengan mobil keliling Bali, aku menemukan tempat2 pertanian di kota2 kecil atau memeng di derah pedesaan Bali. Dan, sekitar pertanian ini, banyak dibangun rumah2 baru, dimana aku yakin itu tidak ada perencanaan yang sesuai dengan konsep yang aku tuliskan diatas/sebelumnya .....
Â
Jika pemerintah daerah merencanakan penataan ulang yang sesuai dengan Perda tahun 2020 ini, tentu aja mereka hrus peduli untuk membangun daerah2 ini dengan penambahan2 fasilitas2 tanpa harus menambahkan area, karena memang yang sudah terbatas .....
"Menata Ruang Terbatas" dan menambahkan fasilitas2 yang lebih baik, bukan menambah lahan/area, tetapi di deasin sedemikian supaya fungsinya menjadi lebih lengkap ......
Semoga, Bali terus belajar untuk memberikan dampak2 yang lebih baik bagi Bali itu sendiri and tentunya bagi Indonesia ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H