Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sadarkah Bahwa Trotoar Sisi Jalan di Bali Membahayakan Pejalan Kaki?

22 Juni 2022   21:18 Diperbarui: 22 Juni 2022   22:08 847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

Trottoal atau pedestrian dengan lebar hanya sekitar 70 cm.

Bicara tentang pedestrian, atau trotoar di Bali. Selama aku disana, aku belum menemukan pedestrian atau trotoar yang lebih dari 1 meter. Itupun hanya di beberapa ruas jalan saja. Selebihnya sebagian besar pedestrian selebar 80 cm, dan banyak juga pedestrian selebar 60 cm

Pedestrian2 itu pun, dengan lebar demikian masih ditambah dengan pepohonan atau tiang2 listrik atau tiang lampu. Belum lagi manhole2 yang bisa saja terbuka atau tertutup tetapi tidak rata dan tidak setinggi permukaan pedestrian.

Padahal, untuk konsep dimensi pedestrian yang nyaman bari masyarakat termasuk disabilitas, perhitungannya adalah :

Lebar kursi roda dengan disabilitas diatasnya .......  = 80 cm

Orang yang berjalan sebaliknya .................................. = 60 cm

Streetscape/tiang listrik/tempat sampah/dll ........... = 40 cm

Total ................................................................................... = 180 cm

Jadi, minimal dimensi pedestrian untuk kenyamanan bagi masyarakat adalah 180 cm. Jika punya area yang lebih luas, tidak salah jika kita mendesain pedestrian atau trotoar selebar 200 cm.

Dan pada kenyataannya, keberaan pedestrian di perkotaan Bali sangat minim bagi disabilitas pengguna kursi roda, bahkan untuk disablitas lansia dan disabilitas netra yang memutuhkan jalur pemandu untuk berjalan dengan tongkat putihnya.

Aku muli membuat sedikit survey lewat GoogleMap dan dibantu oleh sahabatku, mas Roy yang tinggal di Bali dan mem-foto2 beberapa pedestrian di beberapa jalan di Denpasar, terbukti bahwa itu yang terjadi tentang edestrian2 disana.

Mari kita teliti beberapa titik pedestrian di seputaran Denpasar dan Kuta :

jl-sunsetroad-kuta-62b321927901695f876b6f02.jpg
jl-sunsetroad-kuta-62b321927901695f876b6f02.jpg
dokpri

  Dokumentasi GoogleMap dan foto pribadi
  Dokumentasi GoogleMap dan foto pribadi
Ini adalah Hotel tempat aku menginap di Jl. Sunset Road Kuta. Dari depan hotel ini, aku sudah tidak bisa turun dengagn kursi rda ajaibku, karena tidak ada ramp, dengan ketinggian sekitar 20 atau 25 cm. 

Begitu berjalan menuju pedestrian, disambut oleyh pedestrian selebar sekitar 60 cm dengan permukaan yang tidak rata, banyak potongan2 batu2 atau apapun disepanjang jalan itu.

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

Dokumentasi GoogleMap dan foto sahabatku mas Roy
Dokumentasi GoogleMap dan foto sahabatku mas Roy

Dari GoogleMap, terlihat sepanjang Jl. Iman Bonjol pedestrian hanya selebar sekitar 80 cm, dengan manhole yang tidak dipasang rata dengan ketinggian pedestriannya. Apalagi, di beberapa titik, manhole tidak tertuup dan meninggalkan lubang yang menganga.

Pedestrian seperti itu, bukan hanya membahayakan disabilitas saja, tetapi juga semua warga kota. Jika mereka harus turun dari pedestrian ke permukaan jalan aspal, akan berbahaya dengan adanya kendaraan bermotor.

     Dokumentasi foto dari mas Roy
     Dokumentasi foto dari mas Roy
                                                                                                     

Ini keadaan pedestrian antara jl. Imam Bonjol dengan sebuah jalan kecil. Begitu berbahayanya bagi pejalan kaki (dengan manhole yang terbuka menganga, bahkan bagi pemakai motor.

dokpri
dokpri

    Dokumentasi GoogleMap dan foto2 dari mas Roy
    Dokumentasi GoogleMap dan foto2 dari mas Roy
                                                                                      

Begitu juga, di Jl. Teuku Umar. Pedestrian hanya selebar 60 cm, dimana permukaan jalannya agak melengkung, dan sebuah manhole tercuat membuka tanpa ada yang mau membetlkan. Betapa berbahayanya pedestrian seperti ini, bagi semua pejalan kaki. Bukan hanya untuk disabilitas saja, melainkan untuk seluruh warga perkotaan! Hmmmm .....

dokpri
dokpri

dokpri
dokpri

Dokumentasi GoogleMap dan foto dari mas Roy
Dokumentasi GoogleMap dan foto dari mas Roy
                                                                                            

Ini adalah pertigaan antara Jl. Tuban dan Jl. Kediri. Di foto ketiga ini, hanya selebar sekitar 50 cm! Untuk pejalan kaki biasa saja mereka harus turun dari pedestrian ke permukaan aspal, yang akan membahayakan pejalan kaki. Apalagi jika ada motor atau mobil.

Jadi, sebenarnya fungsi dari pedestrian ini, untuk apa? Apakah hanya untuk penghias atau list sebuah tapak atau lahan saja? Tidak berfungsi sama sekali?

dokpri
dokpri

Dokumentasi dari mas Roy. Salah satu contoh di Jl. Tuban. Padestrian sekitar 1 meter, tetapi terpotong untuk tiang dan patok jalan.Belum lagi manhole yang tidak rata. Tidak serata permukaan pedestrian.
Dokumentasi dari mas Roy. Salah satu contoh di Jl. Tuban. Padestrian sekitar 1 meter, tetapi terpotong untuk tiang dan patok jalan.Belum lagi manhole yang tidak rata. Tidak serata permukaan pedestrian.

Dokumentasi GoogleMap. Bahkan Jl Pantai Batu Bolong daerah Canggu dari foto satelit ini, tidak terdapat pedestrian! Atau mungkin ada teta-pi sangat kecil, sehingga tidak terlihat pada foto ini .....
Dokumentasi GoogleMap. Bahkan Jl Pantai Batu Bolong daerah Canggu dari foto satelit ini, tidak terdapat pedestrian! Atau mungkin ada teta-pi sangat kecil, sehingga tidak terlihat pada foto ini .....

google map
google map
google map
google map
 Jl. Bypass Ngurah Rai area Sanur, dengan pedestrian yang tidak layak bagi pengguna dan pejalan kaki. Apalagi untuk disabilitas pemakai kursi roda, walker bahkan tongkat. Dan, bagaimana dengan jalur pemandu bagi disabilitas netra?

Dokumentasi GoogleMap
Dokumentasi GoogleMap
                                                                                                             

Dari Jl. Pantai Kuta, bisa dilihat pedestrian selebar 80 cm disepanjang jalan juga didepan Beachwalk Mall. Wisatawan lalu lalang menyeberang dari arah pantai ke mall, tanpa ada tanda2 yang memberi kesempatan untuk menyeberang. 

Aku tidak tahu tentang kecelakaan karena menyeberang seenaknya saja, tetapi yang aku yakin bahwa ini sanat berbahaya. Waktu itu, aku melihat sendiri, bagaimana mereka menyebang tanpa melihat2. Sangat berbahaya, walau mobil2 yang ada disana, tidak berjalan cepat ....

***

Foto2 diatas ini, hanya sekedar contoh saja, bgaimana sahabatku yang tinggal di Bali memfoto beberapa bagian jalan di Denpasar. Jalan2 tersebut adalah jalan2 utama disana. Jadi, bagaimana dengan jalan2 lingkungannya?

Foto2 diatas, juga belum berbicara tentang jalur pemandu bagi disabilitas netra, yang berwarna kuning. Untuk pemakai ursi roda, untuk lansia peakai walker atau tongkat, utuk pengguna stroller bagi bayi, atau pengguna jalur pemandu yang berwarna kuning bagi disabilitas netra,

Dari beberapa contoh pembuktian ini, sama sekali Bali tidak bisa menjadi tempat untuk keluarga, dimana keluarga bisa saja terdapat anak2, lansia dan disabilitas!

Aku tidak asal bicara, tetapi ada banyak bukti dimana memang seperti itulah kenyataannya. Tidak ada sebuah pedestriajn yang sangat nyaman bagi pejalan kaki. Mungkin, bagi orang2 non-disabilitas, ok ok saja. Mereka bisa berjalan naik turun denagn loncatan2 kaki mereka, tetapi bagaimana yang tidak punya kaki?

Kenyataan kedua untukku sebagai bagian dari disabilitas, bahwa aku merasa tidak terlalu dihargai oleh Bali dengan tidak adanya fasilitas2 disabilitas. Bahkan, hanya sekedar pedestrian saja aku tidak bisa melaluinya!

Aku merasa, Bali tidak sepenuhnya menerima disabilitas seperti aku untuk ikut menikmati keindahan Pulau Dewata. Walau orang2 di Bali, termasuk petugas2 hotel atau restoran2nya, memang ramah menyambutku serta membantuku, tetapi dengan fasilitas2 yang sangat minim, mereka pun tidak mampu membantuku lebih banyak lagi.

Dan untuk itu, aku akan terus mencari tahu, dimana akar permasalahannya, untuk bisa memberikan berbagai solusi, atau setidaknya untuk menata ulang kota2 di Bali. Sehingga, Bali lebih peduli dan semakin sdar untuk membangun kota2nya dalam sebuah wawasan inklusi, sebagai salah satu destinasi dunia .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun