Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Benarkah Disabilitas Tidak Diharapkan Ikut Melihat Keindahan Pulau Dewata?

3 Juni 2022   19:03 Diperbarui: 3 Juni 2022   19:05 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

Pedestrian ini hanya sekitar 60 cm dan sangat mepet dengan lantai toko, sehingga ketika calon pembeli melihat2 barang yang dijual, mereka akan memenuhi pedestrian itu.

Pedestrian dengan lebar hanya sekitar 60 cm, tidak bisa didatangi oleh kursi roda standard yang learnya sekitar 80 cm. Pedestrian yang diluar kearah jalan, itu bukan pedestrian, tetapi akan menjadi parkir motor atau PKL2 musiman.

Jadi, sebenarnya bagaimana konsep tata ruang kota perkotaan Bali itu sendiri? Bahkan, untuk titik2 area wisata saja tidak disediakan untuk pejlan2 kaki, yang semuanya memang untuk berjalan kaki!

***

Bicara tentang disabilitas di Bali, seperti yang aku sudah tuliskan di artikel sebelumnya, merupakan hal yang sangat crusial. Karena, hal ini menyangkut tatanan dan budaa Bali itu sendiri. Bahwa disabilitas tetap menjadi asset Negara, tetapi dengan adanya perbedaan tatanan dan budaya di Bali, akan menjadikan disabilitas mempunyai hak2 dan kewajiban yang berbeda.

Dari referensi JurnalCivics MediaKajian Kewarganegaraan bulan Maret 2019 lalu tentang "Pemberdayaan Penyandang Disabilitas pada Obyek Wisata Kta Bali", pada abstrraksinya bahwa,

Point ketiga pada abstraksi itu mengatakan bahwa penyandang disabilitas kurang diberdayakan pada obyek wisata Kuta Bali dan mereka menjadi kelompok yang termarginalkan dan terhegemoni ditengah geliat industry pariwisata Bali.

Ini hanya berbicara tentang bagaimana masyarakat memberdayakan kaum disabilitas, bukan bagaimana masyarakat dan pemerintah berpikir untuk memberikan fasilitas2 khusus untuk disabilitas dalam lingkungannya, khususnya di titik2 wisata Bali, termasuk Kuta!

Bicara tentang disabilitas, pada dasarnya Indonesia masih menganut azas mengasihani dan charity atau sumbangan. Belum banyak masyarakat mencoba dan meman g harus dilakukan adalah pemberdayaan kaum disabilitas! Empowerment itu yang akan membebeskan pemerintah dari keharusan membiayai kaum disabilitas.

Aku sebagai bagian dari kaum disabilitas Indonesia, justru ingin berjuang untuk kami, sesame disabiiltas, untuk tidak manja dan berusaha mandiri demi kehidupan masing2. Tetapi, tiba2 aku dikejutkan tentang bagaimana Bali melihat disabilitas.

Tahun 2015, seorang perempuan di Tabanan Bali, mencari aku untuk curhat. Karena dia terserang stroke dan hari itu juga dia dipecat sebagai pegawai. Coba lihat artikelku,

PNS Penyandang Pasca Stroke Diminta Pensiun Dini

Aku marah sekali sehingga aku menuliskn ini, dan HEADLINE! Bahwa, terlihat disabilitas itu benar2 tidak punya kesempatan lebih untuk bisa "hidup" dan berkarya di Bali dalam sebuah lembaga pekerjaan!

Untung saja, temanku yang dipecat dengan membabi buta itu, sangat teguh untuk bisa bangkit dan beliau akhirnya mendirikan yayasan pasca stroke untuk orang2 tidak mampu! Sebuah karya yang luar biasa, karena serangan stroke. Karena Tuhan memberikan yang terbaik untuk masing2 umat NYA ......

Dari bolak balik aku traveling di Bali pun, sebagai seorang arsitek aku sudah tahu dan mempunyai gambaran tentang keberadaan disabilitas di Bali, dimana pada kenyataanya disana bagi wisatawan2 yang sehat saja terlihat mereka membutuhkan effort lebih, ketika mereka harus berdesak2an berjalan diatas pedestrian di area Kuta, Legian, Sanur apalagi Canggu.

Apalagi untuk lansia, prioritas dan disabilitas! Aku melihat sendiri pedestrian atau trotoar di sepanjang jalan di perkotaan Bali, lebarnya tidak lebih dari 60 cm sampai 80 cm. Ada beberapa jalan mempunyai pedestrian atau trotoar selebar sekitar 1 meter, tetapi tidak banyak.

travelfeeder.com
travelfeeder.com

travelfeeder.com
travelfeeder.com

Foto atas, adalah pedestrian atau trotoar di Jalan Raya Bypass Sanur dengan kondisi yang sungguh tidak terawatt. Permukaannya tidak rata, dan benar2 tidak bisa dikatakan "ada pedestrian!"

Foto bawah, adalah jalan Legian, denan pedestriannya pun tidak bisa dikatakan "ada pedestrian" karena terpotong oleh streetscpe!Lalu, bagaimana para pejalan kaki? Pastinya mereka akan berjalan di atas aspal, dan jika padat akhirnya mereka akan menutupi kendaraan bermotor!

Bagaimana dengan anak2 yang bisa saja celaka, lansia pemakai walker atau tongkat, dan disabilitas pemakai kursi roda? Tidak ada tempat bagi mereka! Berarti, mereka "tidak diharapkan" untuk ikut menikmati keindahan Pulau Dewasa ini???

Dokpri
Dokpri
Ada beberapa titik denan pedestrian antara 80 cm sampai 1 meter, biasanya berada di pintu masuk sebuah bangunan baru. Bisa hotel, perkantoran atau seperti ini. Selanjutnya setelah pedestrian ini memutari bangunn itu sudah habis, kembali lagi pedestrian yang kecil!

Dokpri
Dokpri

Dokpri
Dokpri

Coba bayangakan, ketika kita berada di pedestrian ini. Kursi roda tidak bisa turun ke permukaan jalan aspal. Ketinggian antara pedestrian dan jalan aspal sekitar 20 cm! Astaga! Lalu foto dibawahnya, jalur pemandu kuning untuk disabilitas netra, terpotong! Bagaimana jika ada tuna netra disana dan tidak ada yang bisa menolong???

 

Padahal, untuk konsep dimensi pedestrian yang nyaman bari masyarakat termasuk disabilitas, perhitungannya adalah :

Lebar kursi roda dengan disabilitas diatasnya .......  = 80 cm

Orang yang berjalan sebaliknya .................................  = 60 cm

Streetscape/tiang listrik/tempat sampah/dll ........... = 40 cm

Total .................................................................................  = 180 cm

Jadi, minimal dimensi pedestrian untuk kenyamanan bagi masyarakat adalah 180 cm. Jika punya area yang lebih luas, tidak salah jika kita mendesain pedestrian atau trotoar selebar 200 cm.

Coba kita perhatikan, dengan sekarang yang ada di sepanjang jalan perkotaan Bali Cuma antara 60 cm sampai 80 cm. Ada beberapa bagian pedestrian selebar 100 cm!

Itu baru bicara tentang dimensi pedestrian. Bagaimana dengan jalur pemandu untuk disabilitas netra? Belum lagi tentang keberadaan pedestrian itu. Permukaan yang sangat tidak rata, bahkan ada beberapa titik ketinggiannya sangat terjal, sehingga ketika suatu saat ak sedang disana untuk ke suatu tempat, kursi roda ajaibku meluncur turun!

Sangat berbahaya karena aku meluncur turun kearah jalan raya besar!

***

Seperti yang aku tuliskan diatas, betapa disabilitas, bahkan di seluruh dunia, masih dijadikan sebuah obyek. Obyek untuk dikasihani dan obyek untuk charity dan sumbangan2. Disabilitas menjadi termarginalkan, disia2 bahkan menjadi nomor kesekian untuk sebuah tatanan kemasyarakatan.

Padahal, secara manusawi semua orang akan menajdi seorang disabilitas. Karena, disabilitas itubukan karena seseorang yang cacat saja, tetapi orang tua dan lansia akan menjadi tua dan orang tua itu akan membutuhkan kursi roda, walker, tongkat atau alat2 bantu lainnya.

Ketika kita beranjak tua, dan kita menjadi disabilitas, bisakan kita membayangkan nantinya kita lah yang akan disingkirkan oleh lingkungan dan masyarakat kita sendiri???

Banyak sekali masalah2 yang aku amati selama aku melakukan pengamatan dan survey serta sedikit riset di Bali. Aka nada banyak sekali bahasan2 dariku, dari kacamataku sebagai seorang arsitek dan urban planner.

Artikel kali ini, aku baru membahas kulitnya saja, dan artikel2 selanjutnya aku akan membahas sebuah konsep perkotaan dalam penataan kota, tanpa harus menggusur tata laksana budaya serta kultur Bali ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun