Aku sebagai bagian dari kaum disabilitas Indonesia, justru ingin berjuang untuk kami, sesame disabiiltas, untuk tidak manja dan berusaha mandiri demi kehidupan masing2. Tetapi, tiba2 aku dikejutkan tentang bagaimana Bali melihat disabilitas.
Tahun 2015, seorang perempuan di Tabanan Bali, mencari aku untuk curhat. Karena dia terserang stroke dan hari itu juga dia dipecat sebagai pegawai. Coba lihat artikelku,
PNS Penyandang Pasca Stroke Diminta Pensiun Dini
Aku marah sekali sehingga aku menuliskn ini, dan HEADLINE! Bahwa, terlihat disabilitas itu benar2 tidak punya kesempatan lebih untuk bisa "hidup" dan berkarya di Bali dalam sebuah lembaga pekerjaan!
Untung saja, temanku yang dipecat dengan membabi buta itu, sangat teguh untuk bisa bangkit dan beliau akhirnya mendirikan yayasan pasca stroke untuk orang2 tidak mampu! Sebuah karya yang luar biasa, karena serangan stroke. Karena Tuhan memberikan yang terbaik untuk masing2 umat NYA ......
Dari bolak balik aku traveling di Bali pun, sebagai seorang arsitek aku sudah tahu dan mempunyai gambaran tentang keberadaan disabilitas di Bali, dimana pada kenyataanya disana bagi wisatawan2 yang sehat saja terlihat mereka membutuhkan effort lebih, ketika mereka harus berdesak2an berjalan diatas pedestrian di area Kuta, Legian, Sanur apalagi Canggu.
Apalagi untuk lansia, prioritas dan disabilitas! Aku melihat sendiri pedestrian atau trotoar di sepanjang jalan di perkotaan Bali, lebarnya tidak lebih dari 60 cm sampai 80 cm. Ada beberapa jalan mempunyai pedestrian atau trotoar selebar sekitar 1 meter, tetapi tidak banyak.
Foto atas, adalah pedestrian atau trotoar di Jalan Raya Bypass Sanur dengan kondisi yang sungguh tidak terawatt. Permukaannya tidak rata, dan benar2 tidak bisa dikatakan "ada pedestrian!"
Foto bawah, adalah jalan Legian, denan pedestriannya pun tidak bisa dikatakan "ada pedestrian" karena terpotong oleh streetscpe!Lalu, bagaimana para pejalan kaki? Pastinya mereka akan berjalan di atas aspal, dan jika padat akhirnya mereka akan menutupi kendaraan bermotor!