Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa yang Terjadi bagi Disabilitas di Bali?

3 Juni 2022   09:10 Diperbarui: 3 Juni 2022   09:20 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Penari iniemang bisa menarikan Tari Pendet untuk menyambut tamu2 penting, tetapi bagaimana mereka bisa berada disana, sementara Pura/bangunan Bali semua terdapat undak2an? Berarati mereka di gendong untuk mencapai tempat itu. Dan itu bukan "ramah disabilitas" yang dibutuhkan .....

***

Bicara tentang disabilitas di Bali, ketika aku survey kesana beberapa saat yang lalu, aku menemukan kenyataan yang sangat bertolak belakang dari apa yang aku pikirkan tentang ini.

Sebagai bagian dari disabilitas Indonesia, dan sebagai arsitek yang juga disabilitas, aku sungguh2 berjuang untuk disabilitas Indonesia, lewat bidang dadn passionku sebagai seorang arsitek. Sejak aku mengalami cacat permanen lumpuh tubuh kanan karena serangan stroke berat sejak tahun 2010 lalu, aku benar2 berjuang, minimal awaonya untuk diriku sendiri.

Aku berjuang dengan tulisan2ku sebagai arsutek, tentantg fasilitas2 untuk disabilitas di ruang publik dan di perkotaan Bukan untukku aja sebagai bagian dari disabilitas, tetapi aku berjuang untuk teman2 sesema disabilitas, untuk kita bisa hidup dengan lebih baik .....

Aku tahu, dari berkali2 aku atang ke Bali, walaupun aku belum sempat survey secara detail dan mengeksplore semuanya di Bali, aku sudah tahu bahwa Bali sama sekali tidak ramah sebagai kota untuk kaum disabilitas.

Aku tahu itu,

Aku tahu itu dengan pasti!

Karena aku adalah seorang arsitek, dan ketika aku berada di mobil saja dan aku melihat lingkungan kota, aku tahu dengan pasti, betapa kota2 di Bali angat tidak amah disabilitas! Hal2 yang berkenaan dengagn detail dan realitasya, akan aku buktikan di berbagai tulisanku selanjutnya.

Aku hanya tersentak kaget, ketika suatu hari aku berada dalam 1 mobil dengan seorang temanku sebagai warga Bali yang tinggal di Tabanan, Bali, menguraikan masalah2 dan kenyataan2 yang sama sekali diluar dugaanku sebagai arsitek dan disabilitas yang memperjuangkan teman2 disabilitas yang lainnya.

Aku semakin tersenak kaget, ketika beliau bercerita secara detail tentang realitas demikian, dan pikiranku menjadi melayang2, bahwa sesungguhnya perjuanganku di Bali akan sangat mubazir!

Oklah jika demikian, jika memang Bali tidak bisa menerima konsep2ku untuk sebuah kepedulian bagi disabilitas, tetapi menurutku sendiri, setidaknya ada penataan kota untuk Bali, sehingga kaum disabilitas bisa menikmati keindahan Bali, bahkan penataan perkotaan di Bali jua bisa membantu wisatawan dan masyarakat Bali lebih bisa menikmati keyamanan kota untuk berkegiatan sehari2 .....

Sebelum aku masuk ke konsep2 perkotaan serta banguanan2 di Bali, aku hanya ingin menuliskan apa yang teman warga Bali ini katakana, tentang sebuah kenyataan pahit .... Sangat pahit .... Tntang disabilitas .....

Mungkin, benar mungkin dalah, tetapi aku mendengarkan sendiri betapa menyakitkannya, realitas menurut temanku ini tentang bagaimana Bali (atau oknum?) memandang disabilitas .....

Begini,

Ketika aku banyak bertanya tentang disabilitas:

Mengapa Bali sebagai destinasi internasional yang sangat terkenal, tidak punya kepedulian sama sekali untuk disabilitas/wisatawan disabilitasnya?

Mengapa Bali benar2 tidak mempunyai space atau lahan yang nyaman untuk seedar berjalan, bukan untuk disabilitas saja, tetapi untuk orang tua yang memakain tongkat atau walker?

Mengapa area2 wisatawa seperti Kuta, Canggu, Sanur, Bedugul, Ubud dan sebagainya atau itu sama sekali tidak memperlebar atau SETIDAKNYA MENATA ULANG pedestrian2nya supaya semua orang bisa berjalan dengan nyaman diatasnya?

Sumber: www.nusadua.com
Sumber: www.nusadua.com

Sumber: plazarenon.com 
Sumber: plazarenon.com 

Mereka pemakai kursi roda ini memang terlihat ok, tetapi mereka berada di jalan aspal untuk kendaraan bermotor! Dan itu sangat membahayakan hidup mereka! Apakah ini "ramah disabilitas?" TIDAK!!!

Sumber: www.asset.com
Sumber: www.asset.com

Berita yang dilansir oeh media Kompas tenang unjuk rasa bagi disabilitas netra yang menunutu hak2nya di trotoar atau pedestrian! Apakah pemerinah Bali tidak tergerak melihatnya?Karena dalam beberapa saat lalu aku disana, belum ada perbaikan dari sebelumnya ..... 

Dan sebagainya, karena dalam kenyataanya aku berada di dalam mbil, aku bisa melihat sebuah kenyataan begini,

Hampir setiap trotoar atau pedestrian untuk pejalan kaki di perkotaan bahkan di aera wisata disana, lebarnya hanya sekitar antara 60 cm sampai 80 cm! 

Ada beberapa lebarnya hanya 100 cm atau 1 meter, tetapi kesemuanya bukan melulu untuk pejalan kaki saja, tetapi ada tiang listrik, ada pepohonan yang tidak terawatt, ada manhole dengan desain seragam tetapi peil ketinggiannya berbeda dengan lingungannya serta jarang ada jalur pemandu untuk disabilitas netra! Nanti akan kubuktikan dengan artikel2ku selanjutnya.

Teman warga Bali ini bercerita juga tentang rumah2 khas adat Bali dengan tata cara yang memang berbeda dengan apa yang aku taku sebagai arsitek. Bagaimana Pura2 di Bali pun sama, tidak memungkinkan disabilitas datang kesana, kaena memang bergitulah tata cara dan konsep rumah dan Pura di Bali.

Hampir semua mempunyai undak2an di setiap rumah dan Pura di Bali. Dan, tidak aka nada disabilitas apalagi yang "berat", yang bisa menaiki Pura dan masuk ke rumah warga Bali yang masih tradisional, sesuai dengan arsitekturalnya.

Jika disabilitas atau orang tua atau lansia mau masuk ke rumah Bali, atau mau bersembahyang di Pura, ya harus digendong oleh keluarga atau temannya untuk bisa melakukan itu. Jika mereka jatuh, dan ada darah (terutama di Pura), aka nada upacara untuk membasuh darah yang dianggap mengotori banguan tersebut.

Sehingga, dengan kata lain bahkan "pergilah jauh2 bagi disabilitas, tidak ada tempat bagi disabilitas di bangunan2 tersebut!".

Untuk disabilitas dan orang tua atau lansia, diharapkan bisa bersembahyang hanya di rumah saja. Tetapi, jika rumahnya pun membutuhkan effort bagi mereka karena undak2nnya, tetap saja mereka kaum disabilyas dan lansia, merasa tidak berdaya untuk melakukan aktifitas sehari2 nya!

Itu yang membuat aku terhenyak!

Aku terbengong2 betapa ternyata adat atau budaya Bali seperti itu, walau aku belum mendapatkan data dari referensi2 yang ada. Ini hanya aku menyampaikan kenyataan dalam omongan dengan teman warga Bali yang memang tinggal di Bali .....

Realitas ini akan kucarikan refernsinya, apakah benar bahwa Bali tidak menginginkan disabilitas dan lansia untuk menikmati kehidupan dan keindahan Bali, termasuk aku?

Ya, aku tidak bisa berjalan2 dengan kursi roda ajaibku dimanapun, kecuali di beberapa tempat yang sudah lebih peduli bagi disabilitas, tempat2 baru dan modern, seperti mall atau GWK pun, tidak semua yang bisa aku lalui .....

Bagaimana pertanyaan2 ku diatas yang kucetak miring dengan tebal? Karena itu adalah sangat penting bagi kami, bagi aku sebagai bagian dari diabilitas Indonesia?

Benarkah Bali benar2 tidak peduli, bhakan hanya sekedar menata ulang perkotaan pun tidak akan langkah yang konkrit. Bali sudah terkenal seluruh dunia, dan seharusnyalah Bali sudah memikirkan sejak lama untuk mendukung wisata Bali secara internasional!

Kenyataan2 yang sangat perih ini, membuat aku berpikir banyak. Bahwa, Bali memang sebuah pulau surge, pulau dewata bagi orang2 yang sehat, tetapi tidak bagi lansia apalagi disabilitas. Dan aku tahu persis, tidak akan bisa mengubah budaya dan kultur kehidupan dimanapun, karena tu sudah menjadi tata cara dan tradisi yang termasuk heritage, termasuk di Bali.

Tetapi,

Apakah kita/Bali tidak bisa menghargai orang2 tua kita dan kaum disabilitas sebagai warga Negara yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama?

Baiklah, aku akan mencari tahu sumber2 yang bisa dipercaya, untuk membahas ini .....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun