Bahwa, Bp Dika sebagai salah satu managemen Grab harus mengamati si driver ini, supaya bisa benar2 yakin tidak mengulaninya lagi, entah bagaimana caranya dalam mengamatinya.
Karena, jika dia mengulanginya lagi kepada disabilitas2 lainnya, etapi disabilitas2 itu tidak punya keberanian untuk melapor dan vocal berbicara, alhasil disabilitas2 itu justru akan memendam pelecehan si driver, dan semakin terpuruk!
Karena juga, dalam 11 tahun aku sebagai disabilitas, yang aku tahu dari semua teman2ku sebagai disabilitas, mereka belum mampu mengatasi "ketakutan2" jika dilecehkan, yang membuat mereka mnjadi dan semakin terpuruk ......
Ya, sudahlah .....
Ini maksimal yang Grab lakukan tentang kasus ini, aku sudah cukup puas serta tidak memperpanjang lagi. Semoga, driver itu sadar dan tidak mengulang perbuatannya, dan semoga masalahku dengan Grab, selesai.
***
Pada dasarnya, dimanapun di dunia, disabilitas memang berada dalam nomor kesekian dalam kehidupan. Walaupun, pemerintah dimanapun sudah membuat aturan2 dan punya kepedulian tinggi tentang disabilitas, pada kenyataannya semuanya berpulang dari masing2 karakter manusianya.
Ketika pemerintah suatu Negara punya buku aturan tentang disabilitas setebal 20 cm pun, jika karakter manusianya yang memang tidak peduli karena disabilitas dianggap "tidak bisa apa2 dan merepotkan", tetap saja disabilitas berada di nomor sekian .....
Yang jelas, sebagai disabilitas termasuk aku, harus berani bersuara ketika disabilitas dilecehkan. Ketika disabilitas dinomor kesekiankan, atau ketika disabilitas penuh DISKRIMINASI.
Disabilitas harus terus berjuang untuk kehidupannya.
Tetapi, disabilitas pun jangan manja, ketika dilecehkan tetapi hanya mengais atau berteriak2 saja, tanpa berusaha berbuat sesuatu. Disabilitas pun, jangan hanya berbicara dibelakang tetapi harus bersuara lantang.