Dapatkah disabilitas dan kemampuannya membantu kita berpikir lebih eksplisit tentang tempat tinggal, bagaimana kita membayangkan pengguna 'biasa' dan apa dampak bangunan terhadap banyak dan beragam penghuninya?
Itulah yang terjadi ......
Banyak yang berpendapat bahwa kehidupan sehari2 bukan tentang pikiran dan perasaan kita tentang bangunan dan ruang kota yang kita tempati, tetapi lebih banyak tentang melakukan bagaimana kita memberlakukan kehidupan kita dalam sebuah kinerja dan rutinitas normal.
Bagi mereka yang mampu, pekerjaan yang dilakukan berulang kali untuk menyelesaikan rutinitas seperti itu umumnya tidak terlihat. Pengalaman mereka tentang ruang yang dibangun umumnya tanpa gesekan. Normal.
Tetapi bagi penyandang disabilitas proses kehidupan sehari2, seperti berpakaian, pergi keluar, berbelanja dll mungkin memerlukan jumlah dan jenis usaha yang berbed2, dengan effort yang lebih tinggi dibanding dengan mereka2 yang normal.
Bagaimana arsitek merancang "rumah ramah disabilitas", misalnya lebar ruangan dengan menggambar 1 putaran kursi roda di lantai, dan tera2 rumah yang sejajar dengan permukaan jalan di depannya .....
Â
Penyandang disabilitas sering kali tidak sesuai dengan asumsi akal sehat yang mendasari cara 'normal' sehari2, tanpa disadari, dalam melakukan sesuatu.
Bagaimana berpikir tentang disabilitas dan kemampuannya, Â membantu kita berpikir lebih banyak tentang 'cocok' dan 'tidak pas' dalam situasi yang berbeda, sebagai individu disabilitas.
Lalu bagaimana kita bisa mulai mengurai mereka2 yang normal?Â