By Christie Damayanti
                                                          Â
Yang aku tahu, sudah cukup banyak Negara yang membuat UU Disabilitas, untuk membuat disabilitas bisa lebih nyaman dalam kehidupan sehari. Tetapi, belum banyak Negara yang membuat UU Disabilitas ini, berhubungan dengan profesi desain, yang lebih detail.
Dalam membangun sebuah bangunan, yang pertama kali dibutuhkan adalah desain secara detail, yang mana ipersiapkan oleh konsultan. Mulai dari arsitek untuk desain arsitektural, lalu desain struktur, lalu mekanikal dan elektrikal.
Itu yang utama untuk membangun sebah bangunan. Setelah itu, bisa desain dari landscape, dekoratif, bahkan konsultan green-building. Semua tergantung dari si empunya bangunan.
Awal desain adalah arsitek. Termasuk detail desain tentang disabilias.
Misalnya,
Kebutuhan ramp disamping tangga atau lift. Ada juga kebutuhan toilet disabilitas. Jenis pintu2 yang nyaman untuk disabilitas, bahkan dimensi ukuran2 nya yang bisa diselaraskan dengan dimensi kursi roda.Â
Kebutuhan desain khusus untuk disabilitas, memang harus disepakati karena berkaitan dengan diskriminasi terhadap disabilitas, terutama untuk bangunan komersial dan ruang public.
Aturan2 itu untuk menetapkan aturan tanggung jawab yang melarang diskriminasi oleh individu tertentu, dan kemudian memiliki ketentuan2 selanjutnya, termasuk menetapkan tindakan apa yang dilakukan oleh individu tersebut sebagai hukuman, termasuk bagi desainer2.
Tidak seorang pun boleh di diskriminasi atas dasar kecacatannya dalam menikmati barang, jasa, fasilitas, hak istimewa, keuntungan, atau akomodasi2 tertentu.Â
Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan "diskriminasi?"
"Diskriminasi" dalam arsitektur adalah, menggambarkan sebagai "kegagalan merancang dan membangun fasilitas yang mudah diakses dan digunakan oleh individu penyandang disabilitas."Â
Argumennya adalah bahwa tanggung jawab harus diperluas ke arsitek karena, sebagai perancang, arsitek memiliki kontrol lebih besar atas fungsi desain dan konstruksi daripada pemilik, operator, penyewa, atau pemberi sewa.
Tanggung jawab atas "kegagalan merancang dan membangun", bangunan yang sesuai harus sejajar dengan ketentuan2 yang ditetapkan dalam aturan umum, yaitu: pemilik, operator, penyewa, dan penyewa akomodasi umum atau fasilitas komersial.Â
Arsitek pun, menurutku bertanggung jawab atas diskriminasi "desain dan konstruksi".
Misalnya,
Bagaimana gedung bioskop bisa diakses oleh kursi roda. Karena sepanjang yang aku tahu, di Jakarta belum ada bioskop dengan ramp untuk kursi roda. Semuanya bertangga2 dan hanya di deretan terdepan saja, kursi roda bisa untuk menonton.
Tetapi, jika di barisan terdepan, apakah nyaman? Â Dengan mata telanjang menatap layar raksasa, akan membuat kepala pusing, karena aku pernah merasakannya, menonton di bagian terdepan, masukdari pintu keluar .....
Ini yang disebut diskriminasi, ketika disabilitas "dipaksa" untuk mendapatkan tempat yang tidak semestinya, karena area itu belum terakomodasi tentang "desain disabilitas."
***
Bioskop harus menyadari tentang kesetaraan, keragaman dan inklusi. Karakter disabilitas sendiri, harus didesain dengan kedalaman dan keragaman jenis2 disabilitas itu sendri, seperti jenis2 bangunan2 lainnya.
Disabilitas jenis apapun, harus diperlakukan sama dan sebangun, dengan rasa hormat. Mreka tidak bisa "dipaksa" untuk menempati tempat2 yang tidak seharusnya. Karena, disabilitas un sama dengan orang2 lainnya, dan mempunyai rasa serta karsa.
Mayoritas perjalanan kursi roda bukan ke tempat2 yang jauh, tetapi dalam komunitas kita sendiri -- ke pusat perbelanjaan, taman, atau bahkan bioskop.
Aksesibilitas bioskop ke tempat duduk.
Sebelum aku diatas kursi roda, aku adalah penikmat bioskop. Dan lokasi dudukku, biasanya ditengah2 dari studio, sehingga aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, berada di tengah2 layar dan melihat kanan-kiri, itu sama dan sebangun.
Jika ada akses untuk kursi roda untuk naik dan turun ketempat duduk, cukuplan diberikan beberapa kursi yang dikosongkan, untuk kursi roda, walaupun tidak terlalu ditengah2.
Lalu, jika ada akses untuk naik dan turun studio, mungkin lokasi "parkir" kursi roda bisa saja bervariasi, tergantung desain dari studio masing2 bioskop.
"Berhenti mengeluh", mungkin yang harus aku lakukan karena memang belum semua orang mau peduli, sehingga akhirnya aku tidak bisa menyaksikan film2 kesukaanku di bioskop.
www.ada-complienece.com dan www.webhost.bridgew.edu
Ada desain khusus untuk menikmati layar bioskop. Dan, ini harus diakomodasi, termasuk untuk disabilitas .....
www.slideshare.com
Bisa di desain di beberapa titik di 1 studio, untuk kursi roda
Atau, bisa saja khusus untuk di desain dengan ramp2 bagi bioskop untuk disabilitas memaki kursi roda.
www.pinterest.com
Bioskop khusus dengan ramp membentuk oval/melingkar dengan focus layar bioskop
www.designstudioarchitecture.com
Harus dipastikan tenang ketinggian ramp untuk pengguna kursi roda, karena akan semakin berat bagi disabilitas, jika tidak ada yang membantu mendorong kursi rodanya .....
                     Â
Aksesibilitas disabilitas, terutama yang berkursi roda memang masih menjadi polemic. Karena, banyak orang masih bertanya2,
"Memang berapa banyak sih, disabilitas dibanding dengan kebanyakan? Sehingga, desain2 khusus untuk disabilitas itu HARUS diperhatikan, bahkan menjadi undang2?"
Aku tidak tahu, bagaimana mereka yang mengatakan demikian jika ada salah satu anggota keluarganya menajdi seorang disabilitas, apa yang mereka katakana?
Karena seyogyanya bahwa, ketika kita tidak atau belum pernah merasakan hal2 buruk dalam hidupnya, kita tidak akan bisa membayangkan dan menyelaminya, bahkan kita akan mencemoohnya.
Tetapi, ketika kita berada dalam hal2 yang buruk demikian, kita akan bisa menyadari bahwa kita semuanya sebenarnya mempunyai hari, rasa dan karsa. Baik orang2 yang sehat dan normal, juga orang2 dengan fisik yang terbatas.
Jadi,
Apapun di dunia ini, seperti apapun kita keadaannya, Tuhan mau semuanya bisa menikmati dengan batasan2 yang DIA sudah berikan pada kita.
Ketika disabilitas mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang lain, marilah kita peduli untuk memberikan hak2 bagi disabilitas, sebagai kewajibannya.
Dan disabilitas setelah menerima haknya dengan fasilitas2 yang terbaik, akan memberikan kewajibannya, sejalan dengan kemampuannya ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H