By Christie Damayanti
                                                       Â
Artikel sebelumnya, bicara tentang "pelican crossing" di Jakarta, menurutku belum tepat. Karena pejalan kaki belumlah banyak, mereka lebih memilih naik kendaraan umum atau kendaraan pribadi. Dan, kendaraan pun masih sangat banyak.
Belum ada aturan2 untuk membatasi kendaraan pribadi, sehingga keseimbangan antara kendaraan pribadi dan pejalan kaki menjadi seimbang.
Sehingga, dalam artikel sebelumnya, sudah ada "tanda2" bahwa keberadaan "pelican crossing" mempunyai kecenderungang akan melenceng dengan tujuannya. Dengan ketidak-disiplinan warga Jakarta, dan semakin lama akan menjadi sebuah dilema.
Ketika jalanan macet, maka kecenderungan pengendara menerobos lampu merah zebra-cross akan terjai, ditampah mereka selalu ingin cepat2 seakan dunia mau kiamat .....
***
Lalu, bagaimana JPO yang sudah memakai lift?
Ada 1 atau 2 JPO yang sudah memakai lift, diarea Jalan Sudirman dan di area Jalan Thamrin. Dan, kedunya sudah dibongkar!
Â
Struktur ini "mahal", lho. Mengapa harus di bongkar? Fungsi lift sudah jelas bagi kaum disabilitas dan prioritas, sebuah fasilitas bagi disabilitas dan kaum prioritas, yang masih langka di Jakarta, tetapi DIBONGKAR dengan analisa yang cetek dan egoism yang tinggi!
Menurut aku, ya .....
Gila beneer! Lift itu barang mahal dan JPO yang menggunakan lift karena memang sudah memikirkan untuk kaum disabilitas dan warga prioritas (lansia, orang sakir, ibu2 hamil dan anak2), tetapi dibongkar?
Itu merupakan pekerjaan yang sia2 dan buang2 uang saja!
Jika JPO lama yang sudah tidak terurus, mungkin bisalah dibongkar. Walau pada kenyataannya, akan lebih baik direnovasi dengan desain2 cantik dan modern, seperti JPO disekitaran Gelora Senayan.
Barang bekas bukan berartiharus dibuang!
Barang bekas tetap sebuah barang yang mempunyai nilai ekonomi, sehingga bisa direnovasi dan menjadi "barang baru" lagi!
Sepertinya, pemerintahan DKI Jakarta ini, belum belajar banyak tentang uang Negara yang notebene adalah uang rakyat yang harus dikeluarkan dengan sebaik2nya ......
CNN Indonesia merangkum kata2 gubernur DKI Jakarta, pada tanggal 26 Juli 2018, bahwa,
"Anies mengatakan, semua JPO di jalur protokol tersebut akan dihilangkan karena sulit untuk terintegrasi dengan MRT"
Memang apa yang salah dengan "sulit terintegrasi dengan MRT?"
Ketika warga menggunakan MRT, dari stasiun mau naik ke jalan utama, lalu langsung menyeberang dengagn JPO, jadi, apa yang salah?
Aku tidak habis pikir, mengapa alasan merobohkan JPO tanpa ada analisa yang jelas, itu merupakan tindakan buang2 uang rakyat! Memangun JPO memakai uang rakyat, dan membongkar nya pun memakai uang rakyat!
Okelah, jika Pemprove Jakarta tidak mau menggunakan JPO, untuk ku sendiri bisa menggunakan jalur bawah tanah, SEKALIAN DENGAN JALUR STASIUN MRT!
Artinya,
Stasiun MRT, bisa menjadi jalur menyeberang Jalan protocol Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin, dengan menambahkan lajur khusus di bawah tanah. Sehingga, tetap tidak menimbulkan masalah dengan "Pelican crossing", di permukaan jalan kendaraan .....
Deal, kan?
Jika Pemprove mau merobohkan JPO di sepanjang Jalan Thamrin -- Sudirman, coba dipikirkaan ulang untuk menyeberang di bawah tanah, sekalian naik turun tangga nya bersama dengan Sasiun MRT.
Fasilitas lift sudah tersedia bagi kaum disabilitas dan kaum prioritas, kan? Tidak buang2 uang, dan fasilitas2 sudah tersedia. Tinggal, membatasi lajur khusus untuk si penyeberang jalan .....
***
Jakarta adalah sebuah ibukota Indoneisa yang cantik dan kreatif. Kita bukan peniru dan kita pun bukan penjiplak. Studi2 banding ke negara2 maju, bukan kita harus mengikuti, tetapu diriset dan dicermati dan juga disesuaikan dengan Jakarta.
Aku mengerti, ketika pejabat2 Pemprove DKI Jakarta hijau matanya melihat keunikan "pelican crossing" di negara2 maju, dan ingin Jakarta secantik dan several itu. Tetapi, menurutku belum saatnya Jakarta melakukan hal tersbut.
Apalagi JPO2 sudah ada dan tidak perlu dibongkar, hanya untuk melampiaskan egoism semata. JPO2 bisa diperbaiki, atau di renovasi, dengan desain2 cantik dan modern, seperti JPO di GElira Senayan, kan?
Bahkan, JPO yang membuatnya "instamable" ini, menjadi cantik dan mengedukasi masyarakat untuk mereka semakin mau menyeberang dengan JPO.
 Â
Dan, siapa bilang JPO sulit terintegrasi dengan jalur2 transportasi seperti TrnasJakarta dan MRT? Begitu warga dari transJakarta, naik JPO menyeberang dan lanngsung turun ke MRT, mudah kan?
Konsep JPO adalah salah satu yang terbaik untuk Jakarta. Jika Pemprve (sudah) membongkar JPO di Jalan Thamrin, ya sudah, dan membatasi lajur penyeberang jalan yang melewati bawah tanah, bersama dengan warga yang mau naik MRT.
Lalu semuanya, dan tidak ada warga Jakarta yang lalu lalang menyeberang di permukaan jalan protocol, yang akan mengakibatkan kemacetan dan semrawut.
Jadi,
Bagaimana kota bisa  menjadi cantik, bukan karena desainnya saja, tetapi juga warga na yang disiplin serta pimpinan nya mampu untuk menganalisa fungsi2 perkotaannya lewat survey dan riset yang mendalam!
Study2 banding memang perlu, tetapi bukan untuk jalan2. Study banding sangat diperlukan untuk menganalisa bagaimana Jakarta mampu menyerap sebaik2nya, dan berinovasi serta berkreatifitas, untuk mengahsilkan fungsi2 perkotaan yang layak serta lebih baik.
Bukan dengan mencontek atau plagiat, mentang2 :"pelican crossing", tampak cantik di negeri orang, tetapi mejadi amboradul di Jakarta ......
Kita membutuhkan kreatifias, untuk Jakarta lebih cantik, modern dan membuat dudia ternganga. Bukan yang terjadi, Jakarta niatnya menjadi cantik, tetapi mencontoh yang tidak semestinya dilakukan di Jakarta.
Lalu, bagaimana sekarang?
Huhuhu ..... sayang sekali beberapa JPO di Jalan Thamrin sudah dibongkar! Sayang sekali .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H