Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Jalur Kuning" Menjadi "Jalur Abu-Abu" di Stasiun MRT, Tidak Malukah Kita?

9 Juni 2021   11:27 Diperbarui: 9 Juni 2021   11:37 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi / Bahkan, sampai ke menuju kereta nya. Diujung ada garis2 warna kuning, mengapa tidak dilanjutkan saja sebagai guide block "jalir kuning"?

By Christie Damayanti

***

Saat aku berkesempatan berkeliling di jalan protocol Sudirman -- Thamrin ini, aku juga berkesempatan untuk mencoba naik MRT dari depan Kedutan Besar Jerman sampai Gelora Senayan.

Aku memang ingin mencoba MRT di Jakarta, sementara aku sudah berkeliling bolak balik sampai seluruh Jepang, atau di London sampai 7 tingkat kebawah, berkeliling London, atau juga di Paris, New York City dan Singapore.

Aku ingin melihat bagaiamana MRT Jakarta bia ramah kepada semua warga Negara termasuk kaum disabilitas.

Kebawah, kami bertanya kepada petugas stasiun diatas,

"Pak, apakah semua stasiun MRT sudah punya lift di sisi pedestrian kanan dan kiri?

"Sedah bu, bahkan bukan hanya di stasiun MRT protocol saja, tetapi sudah semua stasiun sampai stasiun Lebak Bulus, sudah ada liftnya", jawab petugas di atas.

Aku cukup takjub. Puji Tuhan, sudah ada lift nya. Tinggal, aku harus memastikan bahwa keberadaan lift serta fasilitas disabilitas di sekitarnya, sehingga aku sebagai end-user pemakai kursi roda merasakan kemanan dan kenyamanan bermobilitas.

Kami turun dengan lift masuk ke Stasiun MRT Thamrin.

Suasanya sudah layaknya di Jepang, dengan dimensi ruang yang cukup luas. Sudah ada beberapa lapak untuk berjualan, dan petugasnya ramah ketika menolong kami untuk membeli tiket dengan 2 tujuan.

Di mesin pembeli tiket atau vending machine, sudah cantik, tetapi sepertinya belum siap untuk benar2 berfungsi. Karena ketika mas Ivan mau memasukkan lembaran 50.000, dicegah oleh petugasnya, karena katanya, mesin itu belum dapat mengembalikan.

Sehingga lembaran 50.000 itu dia bawa ke belakang untuk menukarkan kwmbalian dan dikembalikan kepad mas Ivan, secara manual. Hmmmmmm ......

Oklah ....

Sebelum kami masuk ke ruang tunggu yang dibatasi oleh gardu2 dengan meng-tap kartu, aku mengamati berkeliling. Yang aku dapatkan ada sebuah masalah yang mungkin tidak terlalu diperhatikan, jatu tentang "jalur kuning", bagi disabilitas netra.

Mengapa disebut jaur kuning? Mengapa tidak warna merah atau warna yang lainnya?

Karena bagi penyandanga disabilitas netra, ibu bukan hanya yang benar2 tidak bisa melihat saja (buta), tetapi masih banyak yang tetap bisa melihat hanya sangat terbatas (low vision). Sehingga, warna kuning, memberikan pancaran sinar yang membukan retina mata sehingga ada bayang2 tertentu, untuk bisa mengikuti jalur2 yang memang diperuntukkan untuk mereka.

"Sangat disayangkan kenapa warnanya diubah. Lajur tunanetra seharusnya oranye, kuning. Kalau yang sekarang untuk tunanetra memang tidak masalah, tetapi untuk yang low vision degradasi warna tidak bisa. Karena low vision harus butuh sinar kalau sekarang gelap," kata Winarsih pada acara 'Ekspose Hasil Kegiatan Advokasi Kebijakan Mendorong PERDA Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas' di Aula Gedung Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (11/1/2017).

Jadi, pertanyaanku pertama kali melihat "jalur kuning" menjadi "jalur abu2", adalah, MENGAPA?

Estetika memang penting, tetapi fungsi lebih penting!

Apalagi, jalur ini justru benar2 untuk kaum disabilitas netra, untuk bermobilitas. Fungsi2 utama, janganlah dijadikan lahan ke-egois-an diri!

Mentang2 lingkungan  Stasiun MRT berwarna abu2 ke arah biru, maka "jalur kuning" yang disediakan bagi penyandang disabilias netra, HARUS MENGIKUTI KE-EGOIS-AN di desainer?

Warna abu2 apalagi abu2 gelap yang ada di stasiun MRT, menjadikan si penyandang low vision kesulitan melihat dan berjalan mengikutinya.

Sudah dari atas yang "jalur kuning" nya terputus tiba2 ketika mau menuju lift, eh ..... turun ke Stasiun MRT mereka dihadapkan dengan masalah baru, yaitu susah mengikut "jalur kuning" yang berubah menjadi "jalur abu2 gelap" ......

Dokumentasi pribadi / Begitu sampai stasiun MRT di bawah tanah, tidak ada
Dokumentasi pribadi / Begitu sampai stasiun MRT di bawah tanah, tidak ada "jalir kuning", melainkan ada "jalur abu2 gelap" .....
Dokumentasi pribadi / Begitu sampai stasiun MRT di bawah tanah, tidak ada
Dokumentasi pribadi / Begitu sampai stasiun MRT di bawah tanah, tidak ada "jalir kuning", melainkan ada "jalur abu2 gelap" .....

Dokumentasi pribadi / Bahkan, sampai ke menuju kereta nya. Diujung ada garis2 warna kuning, mengapa tidak dilanjutkan saja sebagai guide block
Dokumentasi pribadi / Bahkan, sampai ke menuju kereta nya. Diujung ada garis2 warna kuning, mengapa tidak dilanjutkan saja sebagai guide block "jalir kuning"?

Jika melihat foto diatas, memang benar, nuansa stasiun ini menjadi harmonis dengan warga2 gradasi abu2 mengarah ke warna biru. Dan, jika ada "jalir kuning", seakan ada "tabrakan warna", yang menjadi stasiun MRT ini tidak harmonis.

Ya, itu menurut desainer yang tidak tahu, tidak mau tahu atau tidak peduli, tentang disabilitas.

Tetapi, seperti yang selalu aku katakana bahwa disabilitas, apapun jenisnya dan seberapa berat disabilitas tersebut, semuanya adalah sebagai warga Negara yang hak dan kewajibannya sama!

Jadi, tidak seharusnya kaum disabilitas benar2 dilecehkan, disingkirkan dan tidak digubris kebutuhannya!

Tidak seharusnya, siapaun yang mendesain dan membangun ini, "melupakan" hak2 disabilitas! Jika ada wisatawan yang datang dan memakai MRT, bahkan mungkin warga Jepang yang luar biasa tentang kepeduliannya untuk disabilitas, Indonesia akan menjadi malu ......

Konsep2 dan aturan2 "pakem" bagi disabilitas, seharusnya tidak di permainkan. Dengan mengubah warna kuning menjadi warna abu2 bahkan abu2 gelap, untukku itu merupakan hal yang tidak semestinya.

Memang, dengan "jaluir kuning" yang berubah menjadi "jalur abu2 gelap", nuansa warga di stasiun MRT itu, menjadi selaras.

Tetapi, apalah KITA TIDAK MALU?

Bahwa, kita "mengalah" kepada yang cacat?

Bahwa, yang cacat "tahu diri" untuk ke-egois-an kita, yang sehat dan normal?

Aku yakin,

Mereka tidak akan banyak complain. Mereka tidak akan bicara lantang walau mereka membutuhkan hak2 nya. Mereka juga tidak akan berani bertanya, MENGAPA?

Bahkan, justru mereka mungkin tidak mengerti tentang ini. Mereka tidak atau belum mengerti tentang hak2 mereka, tetapi sudah menjadi korban kita .....

Berikut ini, keadaan Jepang yang selalu aku kunjungi untuk menjenguk anakku yang tinggal disana, tentang kepedulian yang luar biasa untuk disabilitas, termasuk aku, sebagai bagian dari disabilitas dunia, dan end-user dari fasilitas2 disabilitas di ruang public .....

Dokumentasi pribadi / Ini adalah
Dokumentasi pribadi / Ini adalah "jalur kuning" di International Airport Narita. "Jalur kuning" nya dengan bangga menjebatani kaum disabilitas yang hendak bepergian tanpa dibantu orang lain. "Jalir kuning" ini, berada di tengah2 ruang luas, tanpa malu2 menampakan dirinya, walau di sekelilingnya berwarna putih.
Warna menjadi tidak harmonis? Tidak masalah! Tetapi, justr ketidak-harmonisan warnanya, merupakan keharmonisan tentang kepedulian .....

Dokumentasi pribadi / Ini adalah di Staiun Bus Shinjuku, ketika aku ingin ke Gotemba yang tidak bisa naik kereta, tetapi harus naik bus umum. Bahkan,
Dokumentasi pribadi / Ini adalah di Staiun Bus Shinjuku, ketika aku ingin ke Gotemba yang tidak bisa naik kereta, tetapi harus naik bus umum. Bahkan, "jalur kuning" nya, berkolaborasi dengan signage serta petunjuk2, yang sangat kreatif serta benar2 mampu bagi low vision mengikuti jalur2 yang ada, sesuai dengan tujuannya. 

dokpri
dokpri
jepang3-60c043558ede482d7a6d75c2.jpg
jepang3-60c043558ede482d7a6d75c2.jpg

Dokumentasi pribadi

Semua ruang public, bahkan sampai tujuan masuk lift serta masuk toilet, TIDAK PERNAH TERPUTUS. Bahkan,di beberapa titik yang dianggap "membahayakan" bagi kaum disabilitas dan prioritas, menjadi lebih "bertumpuk", seperti di foto pertama, yang menuju lift.

Guide block dot yang bertumpuk, menandakan harus sangat berhati2. Karena, walaupun Jepang sangat peduli dan tidak akan memakai lift bagi orang2 muda, sehat dan kuat, tetapi tetap semua harus berjaga2 dan sangat berhati2 ......

***

Masih ada cerita kebutuhan fasilitas disabilitas di stasiun MRT Jakarta, yang akan aku bahas.

Secara umum, stasun MRT Jakarta sudah baik, dan pemerintah jauh jauh lebih baik serta lebih peduli, saat ini dibanding dengan beberapa tahun lalu.

Tetapi, tetapi harus ditingkatkan, untuk menjadikan Jakarta sebagai "kota ramah disabilitas", sesuai dengan yang kita inginkan .....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun