By Christie Damayanti
PROLOG
Salah satu mimpiku yang belum tercapai adalah, jalan2 dari Senayan sampai Monas, malam2 dan berfoto2 ria, dari aku masih sehat sampai sekarang.
Jalan2 di protocol Sudirman Thamrin ini, sudah menjadi obsesiku. Awalnya, memang hanya sekedar berfoto2 narsis, hihihihi ......
Tetapi, sekarang aku lebih melihat realitas bagi aku sebagai disabilitas, berjalan di sepanjang pedestrian protocol Sudirman -- Thamrin.
Konsep ini, memang sudah dicanangkan oleh pemprov DKI Jakarta, karena sebagai sebuah ibukota Indonesia, Jakarta harus di bangun sebaik mungkin, salah satuny untuk menarik investor dan untuk pariwisata lokal.
Selain itu, aku sebagai seorang arsitek dan urban planner, aku harus melhat secara realitas, apakah benar detail arsitektural itu mampu menyedot wisatawan, yang akhirnya mau menanamkan investsinya di Jakarta.
Detail2 arsitektural itu sangat bisa meningkatkan potensi2 berbagai hal untuk kebaikkan Jakarta itu sendiri.Bagunan2 tinggi, pencakar langit Jakarta, yang terlihat menjadi "asing" di negeri sendiri, dengan desain2 modern yang tidak terlalu tepat di Jakarta, sebagai kota di negeri tropis,
Membuat aku benar2 ingin melihat secara lebih detail, dan itu bisa aku dapatkan jika aku berkeliling dengan kyrsi roda ajaibku, sendiri, bukan dari kaca mobil saja ......
Baiklah .....
Setelah sekian tahun dan kemarin aku benar2 mendapatkan kesempatan besar dengan berkeliing disana, ditemani sahabatku, dari jam 10.00 pgi sampai jam 5.00 sore, dan kembali lagi ke Le Meredien, sebagai 'homebase' kami.
***
Konsep perjalanan kami tentu harus direncanakan dengan baik.
Yang jelas, aku sangat ingin dipotret, hihihi ..... aku ingin mas Ivan sahabatku, memotretku secara real, tanp harus ditata. Kalau peril candid saja. Termauk, realita latar belakng serta kegiatan di seputaranku.
Sementara itu, aku ingin memotret apaun yang aku suda. Apakah itu secara arsitektural tentang penjcakar langit Jakarta, kegoatan manusia2nya, kehidupan perkantorannya, karena waktu itu adalah hari Jumat, hari kerja.
Juga tentang artwork serta street-scape2 Jakarta, social-psikologis masyarakat diseputaran kami.
Lalu, jika memungkinkan, aku ingin naik MRT sepanjang jalan protocol jalan ini. Untuk juga melihat apakah yang didengungkan oleh pemerintah bahwa MRT ini sudah "ramah disabilitas", atau tidak?
Karena pada kenyataannya, ketika suatu instab\nsi atau perusahaan yang menyerukan atau men-claim instansinya atau perusahaannya atau produk perkantoran serta mall nya "ramah disabilitas", ternyata tidak bisa atau tidak nyaman untuk aku, dan disabilitas.
Begini, ya :
Ketika sebuah mall atau perkantoran mempunyai fasilitas2 disabilitas, memang ada di kolom keberadaannya, semua ada di "centang". Ada ramp, ada toilet disabilitas, ada lift, ada apapun, ya, semua ada.
Tetapi, jika ditinjau untuk user-end disabilitas, apakah benar bisa dipakai oleh teman2 disabilitas?
Contoh, ya,
Ada ramp. Tapi, benarnya derajat kemiringan ramp itu, nyaman untuk kursi rda? Jangan2 terlalu terjal sehingga kursi roda atau yang mendongnya, kewalahan!
Atau toilet disabilitas.
Ada sih. Tetapi, apakah tinggi wastafelnya setinggi untk toilet normal, yang setinggi hidung disabilitas pemakai kursi roda, sehingga mereka susah untuk menarik krannnya?
Atau cermin di depan wastafel, seringi dahi disabilitas sehingga mereka hanya bisa melihat atas rambutnya, bukan wajahnya?
Inilah yang harus disurvey, dan inilah yang akan selalu mau aku lakukan!
Nah, selama ini aku memberi masukan2 positif bagi Indonesia, lewat tulisan2ku tentang hal ini. Karena aku memang sering travelling, aku selalu menyempatkan untuk survey tentang hal2 yang memberi masukan bagi Indonesia.
Berbuku2 bicara khusus tentang disabilitas di negeri orang, serta konsep2 detail arsitektural yang berhubungn dengan fasilitas disabilitas, aku persembahkan untuk Indonesia, dan sepertinya Indonesia khususnya Jakarta, mulai belajar untuk mulai peduli bagi kami, bagian dari disabilitas dunia.
Nah, sekarang saatnyalah, aku melakukan survey dan semacam cek-list, apa yang terjadi setelah Indonesia hususnya Jakarta, belajar banyak dari kasus2 di negeri orang.
Berikut ini setelah artikel2 prolog ku ini, merupakan haris survey dan cek-list yang aku lakukan untuk mencoba menganalisa apa yang mereka lakukan. Dan, karena aku hanya seorang warna Negara yang baik, yang mempunyai hal dan kewajiban yang sama walau aku hanya seorang disabilitas, aku hanya bisa menuilskannya seperti ini.
Tetapi, pada dasarnya aku hanya ingin bercerita, mengulas, menganalisa serta memberikan masukkan2 dan solusi2 sebagai seorang arsitek serta urban planner.
Tidak ada sama sekali keinginanku untuk mendiskreditkan pemerintah, tetapi justru tulisanku ini sekedar bentuk apresiasiku kepada pemeritah, bahwa mereka sudah belajar dan mulai mempelajari tentang kepedulian, terutama untuk disabilitas .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H