By Christie Damayanti
The Great Buddha Kamakura atau Daibutsu  adalah patung perunggu luar biasa dari Amida Buddha di kota Kamakura, Jepang. Dengan tinggi 13,35 meter dan berat 93 ton, Daibutsu adalah Buddha monumental terbesar kedua di Jepang (setelah yang ada di Todaiji di Nara) dan bagi banyak orang, yang paling mengesankan.
Buddha Besar Kamakura, yang dapat diterjemahkan sebagai "Kamakura Daibutsu" dalam bahasa Jepang, adalah patung perunggu besar yang menggambarkan Buddha Amitabha. Kuil ini terletak di Kuil Kotoku-in sejak abad ke-13.
Pada saat itu, Kamakura adalah ibu kota militer Jepang, karena itu adalah kediaman klan Hojo. Keluarga samurai ini telah berhasil menjadi dinasti shogunal dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan keluarga Kekaisaran.
Diabutsu dikenalkan oada publik pada tahun 1252 pada periode Kamakura dan pada awalnya bertempat di dalam kuil, seperti di Nara. Bukan di tempat terbuka seperti sekarang ini. Tapi tsunami besar menghanyutkan struktur kayu sekitar akhir abad ke-15, dan patung itu menjadi di tempat terbuka, sampai sekarang.
Sang Buddha Agung duduk dalam posisi dengan tangannya membentuk Dhyani Mudra, sebuah gerakan meditasi. Dengan ekspresi tenang dan latar belakang bukit2 berhutan yang indah.
Ajaran utama Amida Buddha adalah bahwa melalui pengabdian kepada Buddha Amida, yang diungkapkan melalui mantra dan ketulusan hati, seseorang akan pergi ke Tanah Suci atau "Surga Barat" setelah kematian - sebuah dunia yang menyenangkan dari mana mudah untuk mencapai nirwana.
***
OK lah, dengan segala kepercayaan mereka dan ketradisionalan mereka, aku memandang petung besar dari perunggu ini memang benar2 luar biasa!
Menjadi icon Jepang, memang harus dengan latar belakang pemandangan hijau asrinya. Dan membuat wisatawan pun terpana serta bagi yang beragama Buddha pun akhirnya mereka bersembahyang disana.
Dari yang aku baca di beberapa referensi tentang ini, dahulu patung ini berlapis emas. Tetapi karena Jepang memang Negara gempa dan tsunami, ketika tsunami besar melanda di tahun 1492 lalu, tinggal jejak2 emas yang tersisa di sekitar telinga saja. Sisanya, tersapu oleh gelombang tsunami ......
Kami sengaja kesana bukan hanya untuk napak tilasku pertama kali aku ke Jepang bersama orang tua dan adik2ku tahun 1982 saja, tetapi aku ingin mengenang sebuah icon Jepang yang terus ada di pikiranku tentang sebuah negeri Jepang.
Masuk ke area patung, kami membayar donasi cuma 200 Yen saja. Dan, area itu memang benar2 penuh oleh wisatawan. Ketika aku berkeliling patung ini, ternyata di punggung patung terdapat 2 buah jendela. Yang artinya, di dalam patung itu ada ruang yang dipakai .....
Di dalam The Great Buddha Kamakura
Memang, tidak ada promosi disana untuk bisa masuk ke dalam patung. Tetapi yang aku baca dari beberapa referensi, di dalam patung itu memang hanya sebuah rongga kosong, tanpa ada funsinya. Sebuah ptng perunggu terbesar kedua di Jepang, yang spektaluler ......
Aku sendiri, agak susah naik ke permukaan patung karena bertangga2 serta pebuh wisatawan. Dan aku tidak punya pegangan. Artinya, mereka tidak menyediakan ramp untuk naik ke permukaan patung. Dan tidak ada railing untuk aku berpegangan jika ingin naik.
Tidak mengapa, aku cukup di depan dan berkeliling saja, untuk merasakan betapa "mewah" dan megahnya patung reaksasa ini.
Walaupun saat itu penuh wisatawan dan panas menyengat bersuhu diatas 35 derajat Celcius, suasana dan suara2 disana cukup hening.
Tidak ada suara tawa keras berkepanjangan.
Tidak ada teriakan2 anak2 berlari2.
Bahkan, tidak ada sedikitpun suara burung2 yang terkadang terbang berpindah2 dari pohon satu ke pohon yang lain.
Begitu hening, begitu tenang. Â .....
The Great Buddha Kamakura ini, menguatkan aku tentang sebuah negeri modern yang tetap melestarikan budaya dan sejarah serta kereligiusannya ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H