Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

"Baaaaasssss ...", Teriakku sambil Melambaikan Tangan Kiriku

17 Februari 2020   10:56 Diperbarui: 17 Februari 2020   12:44 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

Aku keluar dari stasiun Shin Kobe khusus Shinkansen ke lobby utama .....

Shin Koba Station!

Aku sih, bukan karena kota Kobe nya yang membuat aku sangat excited. Tetapi, yang membuat aku teramat excited sejak pagi hari waktu masih di apartemen Michelle di Funabashi Hoten adalah, mau bertemu dengan tema TK, yang tidak bertemu lagi sejak lulus TK tahun 1975!

Gila, kan! 44 tahun tidak bertemu, dan aku tidak tahu, wajah dan rupa teman TK ku seperti apa.

Walau Baskoro sudah mengirimkan fotonya, kemarin sebelum aku kesana, tetapi bayngan wajahnya waktu TK, tetap tertinggal sebagai memori di otak cacatku.

Aku tidak sabar untuk turun. Kota Kobe termasuk kota besar di wilayah Kansai, dan merupakan juha kota bisnis. Sehingga, dari Tokyo ke Kobe pun bukan hanya wisatawan2 asing saja yang kesana seperti aku, tetapi bisnis2 man atau bisnis2 woman dengan baju2 resmi kantoran, yang antri untuk turun.

Setiap kota yang disinggahi Shinkansen, mempunyai waktu sekitar 15 menit untuk menurunkan dan menaikkan penumpangnya. Seperti di pesawat, sebagai disabilitas aku selalu dilayani untuk masuk ke pesawat yang pertama, dan disusul oleh keluarga yang mempunyai bayi dan anak2 kecil.

Tetapi, ketika turun dari pesawat, kami kaum disabled akan dilayani yang terakhir, setelah semua penumpang yang non-disabilitas semua sudah turun.

Begitu juga di kereta Shinkansen. Petugas2 Stasiun Shin Kobe pun sudah naik sebelum penumpang turun, tetapi 2 orang petugas yang akan melayaniku, hanya menunggu di samping kanan dan kiriku, siap melayani aku dengan kursi rodaku, mengantri di ujung belakang, menunggu semua penumpang turun.

Tokyo Station -- Shin Kobe Station ditempuh selama sekitar 3 jam, dengan kereta peluru Shinkansen, dengan 5 kali pemberhentian. Pelayanan Shinkansen sangat baik, seperti pelayanan pesawat terbang. Ada pramugari atau pramugara serta petugas yang hilir mudik untuk mengecek penumpang2nya.

Terutama di gerbong yang khusus untuk disabilitas. Dari sekian banyaknya gerbong (minimal ada 10 gerbong Shinkansen), ada 1 atau 2 gerbong yang bisa ada kursi roda.

Sebenarnya, kursi2 roda ini bisa disimpan di ujung masng2 gerbong untuk disabilitas yang mau dan bisa keluaar dari ursi rodanya, dan duduk di kursi2 kereta yang sudah disediakan.

Dokumentasi dari Baskoro
Dokumentasi dari Baskoro
Posisi kursi roda, khusus di 1 atau 2 gerbong saja, dalam 1 rentetan jalur Shinkansen, kemanapun keliling Jepang. 2 kursi dibagian belakang dan 2 kursi di bagian depan.

Tetapi ku lebih memilih duduk di kursi roda ajibku sendiri, karena untukku kursi roda ajaibku benar2 sangat nyaman, tidak ad yang mengalahkan. Sehingga, aku memilih di gerbong khusus untuk ursi roda. Aku pun harus book tempatnya, supaya aku benar2 bisa duduk roda ku sendiri.

Untuk book tempatnya pun tidak gampang. Hanya bisa book di stasiun2 besar yang mempunyai kantor JR atau Japan Railways. Yang terdekat dengan apartaman Michelle adalah 1 stasiun darisana, di Stasiun Nishi Funabashi.

Aku bisa memilih tempat posisinya. Dalam 1 gerbong khusus itu, ada tempat untuk kursi roda 4 buah, 2 di gerbong bagian depan dan 2 di gerbong bagian belakang. Jika tidak ada yang dalam keterbatasan dengan kursi roda, berarti aku bebas memilih di posisi yang aku inginkan.

Tetapi jika diabilitas yang mau duduk di kursi2 kereta yang disediakan, bisa saja duduk di gerbong2 umum, tetapi tetap dihimbau untuk booking, karena disabilitas tetap mempunyai keterbatasan2 yang lain. Misalnya, susah untuk berjalan.

Jadi, disabilitas pun sebaiknya booking dahulu untuk memilih posisi kursi kereta yang terdekat dari pintu keluar atau terdekat dari toilet.

Aman .....

Aku memilih posisi yang di bagian depan gerbong, supaya aku benar2 bisa mngamati bagaimana prtugas2 kerertalalu lalang di gerbong ku dan bagaimana mereka selalu membungkukkan badanya hampir 90 derajat, untuk menghormati penumpang, walau tidak ada yang peduli ......

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ketka petugas2 kerta yang mengecek keberadaan penumpang, dan selalu membungkukkan tubuhnya, walau selama pengamatanku, tidak ada satu orangpun yang ambil pusing dengan petugas tersebut .....

Karena waktu itu adalah hari kerja (klo tidak salah, Hari Rabu), maka sebagian penumpang kereta ku memakai baju kantoran, yang artinya mereka ke kobe untuk bekerja atau berbisnis.

Turun pun sangat rapi. Sepi, tanpa grasa grusu. Diam dan santun. Mereka sbuk dengan gadgetnya, sementara mereka tetap antri turun. Tidak ada suara, hanya suara2 teriakan wisatawan di luar kereta yang excited seperti aku.

Ketika sudah sampai saatnya aku turun kereta, seperti biasa petugas2 kereta atau petugas2 stasiun membuka slooping atau 'ramp moblle' nya. Walau pada kenyatannya kereta Shinkansen memiliki keakuratan dan presisi yang sangat baik dengan posisi peron atau platormn nya, bukan berarti mereka membiarkan aku bergerak sendiri tanpa alas slooping.

Keakuratan dan presisi posisi antara kereta Shinkansen dan peron2 yang ada disana benar2 baik. Hampir tidak ada beda peil atau ketinggian, yang ada perbedaan jarak, yang itupun cukup dekat! Tetapi, tidak mungkin mereka menyetujui aku bergerak tanpa alas slooping yang mereka bawa.

Aku yakin, itu adalah SOP mereka. "Standard Operation Procedure" mereka. Bahwa, disabilitas harus dilayani dengan sangat baik, dan jika disabilitas memakai kursi roda, harus dipastikan untuk berada dalam penanganan yang terbaik lewat slooping atau ramp mobile.

Begitu aku turun dan menginjakkan peron Stasiun Shin Kobe, senyumku semakin lebar. Aku hirup urada kebebasan setelah 3 jam lamanya di dalam kereta tanpa udara luar. Dan aku semakin excited, ketika petugas2 stasiun mengiringiku untuk menuju jalan keluar, setelah aku tunjukkan tiket JR Pass ku.

Dan, aku sudah berada di luar stasiun, serta memasuki lobby utama stasiun, untuk mencari penjemputnya, teman kecilku, Baskoro ......

***

Aku sempat celingak celinguk untuk mencari Baskoro, karena aku merasa asing dengagn nya. Aku WA dia, ternyata dia sedang memarkir mobilnya, dan aku diminta menunggu di 1 lokasi dekat tempat brosur2 tentang Kobe.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Aku memandang keuar, Kota Kobe, menunggu Baskoro datang .....

Tentu saja aku tidak menolak, apalagi brosur2 itu menarik perhatianku. Kota Kobe yang berjarak 3 jam dari ibukota Tokyo, membuat aku juga excited, selalin bertemu dengan Baskoro. Aku mengambil banyak brosur. Selain untuk referensi2ku untuk menulis, brosur2 ini pun sangat berguna untuk pameran2 Jepang ku, bulan Oktober 2019 lalu.

Siap dengan brosur yang sudah aku ambil, dan kusimpan k etas yang sudah aku siapkan setiap hari, mataku melihat postur Baskoro sesuai dengan foto yang dia kirimkan sehari sebelumnya.

Ya! Itu Baskoro! Teman kecilkunya sudah 44 tahun tidak bertemu!

"Baaaaaaaaassssss ........"

Aku berteriak, sambil melambaikan tangan kiriku yang sehat .......

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Aku, Baskuro teman kecilku sewaktu TK tahun 1974-1975, dan Michiko, istrinya Baskoro

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun