Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Stasiun Shinkansen Tokyo dan Petugasnya yang Ramah Disabilitas

13 Februari 2020   11:41 Diperbarui: 16 Februari 2020   16:17 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Stasiun Shinkansen yang rapi, lengkap dengan fasilitas-fasilitas disabilitasnya. Coba lihat, bahkan untuk naik ramp pun, ada tanda-tanda kuning bagi disabilitas netra. Dan, perbandingan ramp dengan tangganya, itu sangat nyaman untuk pengguna kursi roda, termasuk kursi roda ajaibku.

***
Aku memang berjanji untuk mengunjungi Baskoro, teman kecilku sewaktu TK, tahun 1974 dan 1975. Waaa... ketahuan deh, betapa tuanya aku, haha. Tapi tidak mengapa. Semakin tua, semakin "berisi", kan? Maksudku, semakin gemuk, hehehe.

Baskoro adalah teman kecilku sewaktu TK di TK YBPK, Salemba. Setelah lulus SD kami tidak bertemu sampai ada Facebook, kami saling bertukar nomor telpon dan sekarang kami seringkali ngobrol di WA. Dan, musim panas 2019 lalu ketika aku menjenguk anakku yang tinggal di Tokyo, kami berjanji untuk bertemu.

Aku mempersiapan dengan baik untuk bertemu dengan Baskoro. Kutanya, "Mau oleh-oleh apa dari Jakarta?". Aku pun membelikan pesanannya, kacang kulit Garuda dan Kopi Kapal Api. Aku pun membawakan bukuku untuknya, siapa tahu ia ada waktu untuk membacanya.

Baskoro tinggal di Jepang, tepatnya di Kota Kobe, sejak lulus SMA dan menikah dengan Michiko, seorang perempuan Jepang yang cantik dan ramah. Aku sangat senang bertemu dengan teman kecilku bersama istrinya. Kenangan yang pasti tidak akan terlupakan.

***
Hari itu, kami sudah berjanji bertemu di Kobe. Forecast mengatakan, bahwa hari itu akan cerah dan suhu udara cukup panas. Sehingga, aku hanya memakai kulot pendek tipis dan tasan berwarna merah cerah. Mengapa berwarna merah?.

Hahaha, kan aku narsis, dan dengan forecast udara cerah, langit biru ceria, baju merahku akan menjadi pusat perhatian dengan latar belakang langit biru, bukan?

Hari itu juga, Aku yakin berjalan ke Stasiun Funabashi Hoten tempat Michelle tinggal, menuju Stasiun Tokyo, tempat Shinkansen bermula dari Tokyo menuju banyak tempat di kota-kota besar Jepang.

Malamnya, aku sempatkan memesan tempat untuk kursi rodaku di Stasiun Nishi Funabashi. Sebab tempat untuk kursi roda di kereta Shinkansen memang terbatas.

Jika tidak memesan, aku susah untuk mendapatkan tempat kursi roda karena kereta Shinkansen mempunyai tempat duduk seperti pesawat, bukan seperti kereta-kereta manual biasa.

Dokumentasi pribadi | Tiket Shinkansen ke Shin Kobe, setelah aku pesan untuk tempat kursi roda di Stasiun Nishi Funabashi
Dokumentasi pribadi | Tiket Shinkansen ke Shin Kobe, setelah aku pesan untuk tempat kursi roda di Stasiun Nishi Funabashi
Seperti biasa, petugas stasiun sangat siap sedia untuk membantuku. Membawa ramp mobeli untuk membantuku naik dan turun kereta dari peron atau platform, lalu mengantarku sampai ke pintu keluar di setiap stasiun.

Atau juga, petugas-petugas itu mengantarku sampai stasiun berikutnya, seperti ketika aku sampai ke Stasiun Tokyo yang besar dan ruwet tersebut. 

Petugas Stasiun Tokyo, mengantarku sampai ke Stasiun khusus untuk Shinkansen, beberapa meter dari pintu keluar, dan menyerahkan aku kepada petugas kereta Shinkansen, yang lebih ramah lagi membantuku.

Mengapa mereka "lebih ramah", kataku?. Karena untuk naik kereta Shinkansen, kita memang harus membeli tiket dahulu jauh sebelumnya, apalagi bagi turis yang memang ingin berkeliing Jepang.

Mengapa harus memakai Shinkansen?. Karena, jika tidak naik Shinkansen, akan lama sekali, berjam-jam. Shinkansen adalah kereta peluru. Berkali-kali lipat cepatnya disbanding dengan kereta biasa.

Dan, harus membeli tiket JR Pass. Untuk turis, membeli JR Pass harus dari negaranya, dan ditukear dengan tiketnya sesaat sampai di Narita atau Haneda, atau menukar di stasiun-stasiun besar di Jepang.

JR Pass sendiri, hanya boleh dipakai oleh wisatawan asing. Warga Negara Jepang atau warga asing yang sedang bekerja atau kuliah seperti Michelle, mereka tidak boleh membeli JR Pass.

Artinya apa?. Artinya, JR Pas yang dibeli oleh wisatawan untuk keliling Jepang barharga "murah" sekitar 29.000 Yen, sekitar 3,7 juta untuk selama 1 minggu, tergantung kursnya. Selama 1 minggu, lho, dan bisa digunakan setiap saat kemanapun! "Cukup murah!"

Sedangkan bagi warga Negara Jepang atau warna asing yang kuliah atau bekerja di jepang seperti Michelle, mereka tidak boleh membeli JR Pass, dan bisa membeli tiket Shinkansen dengan harga normal.

Coba bayangakan, jika dari Tokyo ke Osaka berharga lebih dari 10.000 Yen, berapa harga pulang pergi?.

Ini adalah harga Shinkansen yang normal! Dan, wisatawan asing mendapatkan subsidi dari pemerintah Jepang untuk trasportasi "murah" keliling Jepang, walau untuk wisatawan Indonesia seperti aku, harga tersebut juga sangat mahal, hahahaha.

Jadi, Aku merasakan pelayanan petugas-petugas Shinkansen "lebih baik" dari petugas kereta biasa, walau pada kenyataannya, pelayanan mereka sama saja. Sama-sama baik dan sopan, apalagi untuk pelayanan disabilitas seperti aku.

Jepang memang yang terbaik untuk pelayanan, terutama disabilitas.

Aku memang selalu tepat waktu, bahkan ontime, sebelum waktu. Jadi ketika pelayanan Shinkansen jam 8.00 pagi, aku sudah berangkat dari Funabashi Hoten jam 6.00 pagi ke Stasiun Tokyo, sampai jam 7.00 pagi, dan aku siap menunggu sampai jam 8.00 pagi, di Stasiun Shinkansen.

Petugas-petugas kereta Shinkansen sampai terbungkuk-bungkuk berkali-berkali, ketika dia tahu bahwa aku baru naik kereta 1 jam kemudian.

Dia berkali-kali meminta maaf karena terlalu lma aku menunggu. Sampai aku bingung dan risih, karena aku tidak bisa mmencandainya! Karena factor bahasa, hahaha.

Akhirnya, ketika penumpang lainnya menunggu di tempat duduk biasa yang penuh (hampir semua adalah turis), aku diantar ke rang tunggu vip, ber-AC, dengan TV dan sendirian.

dokpri
dokpri
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Foto di atas, keluar dari Stasiun Tokyo lalu masuk ke Stasun Shinkansen. Foto dibawah, yang naik tangga adalah temoat tunggu penumpang Shinkansen, tanp AC dan jika penuh, mereka harus berdii. Sedangakan aku, diantar ke ruang tunggu VIP di sebelah kanan, ada pintu masuk khusus.

Oya, saat itu adalah puncak musim panas, Agustus 2019 lalu, dimana stasiun-stasiun di Jepang hanya mengandalkan angin yang masuk di setiap pintu masuk atau keluar. Jadi, bisa dibayangkan kan, betapa panasnya udara di tempat tunggu.

Masih beruntung, saat itu masih psgi. Sehingga, suhu udara masih sedikit sejuk walau mulai pengap, karena sudah banyak orang yang ada disana, untuk berkerja dan para wisatawan.

Aku bisa bersantai sambil terkantuk-kantuk karena pergi kepagian. Dan ketika aku sadar untuk mempelajari Stasiun di Shin Kobe setelah sampai, aku memencet tombol untuk petugas datang. 

Saat petugas datang, dia membungkuk hormat, dan aku "bicara" dengan translate, meminta dia membawa map besar tentang Stasiun Shin Kobe, dan dia pun mengambilnya.

Dia menerangkan banyak hal, termasuk tata tertib di kereta, yang aku sering dengarkan. Kami sama-sama memakai traslater, dan kadang kali kami sama-sama tertawa karena translaternya ngawur, haha

Laaahhh, untuk aku berbicara sehari-hari dalam bahasa ibu saja, sering kali aku error dan hank, bagaimana aku berbicara bahasa baku yang di translate? Translaternya pun bingung, mendengar hasil terjemahannya tidak sesuai, hahaha.

dokpri
dokpri
Dokumentasi pribadi Petugas stasiun, sedang menterjemahkan tentang sesuatu untukku dengan translater yang dia bawa, sedangkan aku menterjemahkan dengan
Dokumentasi pribadi Petugas stasiun, sedang menterjemahkan tentang sesuatu untukku dengan translater yang dia bawa, sedangkan aku menterjemahkan dengan
Dokumentasi pribadi Si petugas yang kebingungan membaca terjemahan kata2ku, karena bicaraku yang kurang jelas dan trranslater pun bingung menterjemahkannya, hahaha | Dokpri
Dokumentasi pribadi Si petugas yang kebingungan membaca terjemahan kata2ku, karena bicaraku yang kurang jelas dan trranslater pun bingung menterjemahkannya, hahaha | Dokpri
Sambil tertawa-tawa, kami pun memakai bahasa isyarat, dan akhirnya aku memahaminya. Setelah siap dengan kepedeanku, pas kereta datang dan aku bersiap diantar naik ke kereta, menuju Shin Kobe.

Semakin excited, karena sebentar lagi, aku bisa bertemu lagi dengan Baskoro teman TK ku, yang sampai saat itu aku tidak tahu wajahnya, karena dia tidak memperkenalkan wajahnya, baik di foto profile WA atau di Facebook.

See you, in Shin Kobe 4 jam lagi, Baskoro.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun