Contohnya nih,
Seorang arsitek merancang bangunan caf atau kedai kopi yang sebenarnya tidak terlalu besar dan cukup sederhana. Teatpi, karena si arsitek itu punya konsep berbeda dengan konsep cafe-cafe yang lain, maka dia merancang caf nya dengan tangga seperti jalan setapak dan dibawhnya adalah kolam ikan koi sera bunga-bunga teratai.
Akibatnya, yang datang adalah kaum muda yang 'instagramable', dan sering kesana untuk berfoto. Belum lagi, didalam caf itu, permukaan lantainya banyak berbeda level, sehingga benar-benar caf ini tidak bisa didatangi oleh sebagian masyarakat.
Jangankan kaum disabilitas, bahkan mungkin orang tuan atau eksekutif senior akan malas mendatanginya karena mereka arus berhati-hati untuk ke sana. Salah-salah, mereka jatuh kekolam koi atau tersandung di dalam caf karena perbedaan kevel yang tidak beraturan.
Jika ada yang bertanya, "Lah, ya sudah. Kan untuk kaum seniot atau disabilitas bukan dilarang, tetapi diperingatkan, toh masih banyak cafe-cafe yang di desain lebih ramah untuk mereka!"
Elts!
Jangan salah!
Kaum disabiltas serta warga senior atau siapapun itu, mempunyai hak dan kewajiban yang sama lho! Bahwa, kita semua berhak untuk datang ke ruang public yang sama. Perkantoran yang sama. Mall yang sama. Bahkan cafe-cafe yang sama.
Sehingga, sudah sejak lama pemerintah menerapkan aturan-aturan baku tentang rancang bangun dan kebutuhan fasilitas untuk kaum disabilitas. Setiap bangunan yang ada, HARUS SUDAH MEMATUHI ATURAN-ATURAN, TERMASUK UNTUK FASILITAS DISABILITAS ......
Tetapi, ketika si arsitek sibuk dengan bisnisnya serta hanya mau meranang bangunan-bangunan sesuai dengan si pemilik bangunan, seringkali membuat si arsitek terlalu "lupa diri". Si arsitek hanya memikirkan kebutuhan si pemilik bangunan dan lupa dengan masyarakat yang memakainya. Si end-user.
Dan, ketika si arsitek tidak dibekali dengan sebuah kepedulian dan kehidupan social di masyarakat, berbagai aturanpun dilanggar ......