Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dia Melepas Atributnya sebagai Remaja Milenial, untuk Belajar Melayani Masyarakat Dunia di Chiba

24 Mei 2019   11:39 Diperbarui: 24 Mei 2019   20:01 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By Christie Damayanti

Dia, meninggalkan dunia remaja milenialnya, untuk belajar melayani masyarakat dunia .....

Seorang anak milenial di Jepang, itu adalah imipian semua orang. Karena, Jepang memang sebuah Negara impian dengan berbagai bentuk teknologi yang memanjakan alam pikirannya sebagai anak2 milenial. Dan begitu juga untuk Michelle, anakku.

Awal pertama dia bermipi untuk sekolah, bekerja dan tinggal di Jepang adalah, "ingin tinggal di rumahnya Nobita, yang ada Doraemonnya". Hahaha ..... mimpi seorang anak TK yang baru belajar berbicara karena 4 tahun pertama dalam hidupnya, tidak dapat mendengar.

Dia mengasah kemampuannya untuk belajar seni dan music awalnya, untuk kuliah di Tokyo. Sampai pada saatnya di belajar bahasa Jepang selama 2 tahun sbelum kuilah, dia mengganti cita2 sebagai pakr seni dan music.

Karena selama dia belahar bahasa di Tokyo, dia bekerja paruh waktu di 3 tempat strategis di perusahaan2 terkenal dunia. Sebagai pekerja hotel di Hotel Disney Celebrate di Shin-Urasayu, sebagai kasir di Seven Eleven di Shin Urayasu dan sebagai pramusaji di Restoran Ramen Ichiran di Asakusa.

Sehingga, akhirnya dia memantapkan langkah masa depannya di bagian "hospitality" atau bidang pelayanan masyarakat, dengan mendaftarkan kuliah nya di jurusan Pariwisata. Karena, dengan pekerjaannya yang paruh waktu, dia sudah mulai belajar awal untuk melayani warga Tokyo, yang datang ke hotel, seven eleven dan Ichiran ......

Apakah aku mengijinkan?

Hahaha .....

Namanya juga orang tua. Inginnya minimal salah satu dari kedua orang anakku, ada yang mengikuti karirku sebagai seorang arsitek, bukan? Apalagi, keluarga ku sebagian besar adalah di jurusan teknik. Bapak dan ibuku, aku dan salah satu adikku dari ketiga adikku. Yang berbeda dari dunia teknik adalah adikku yang kecil di dunia ekonomi dan anakku yang besar, di dunia desain multimedia.

Aku tahu dan yakin, dia itu seorang anak yang pintar sekali, dan jika dia mau belajar tentang apapun, sebagai ahli apaoun, dia pasti berhasil! 

Puji Tuhan, Tuhan mmng memberikan Berkat2 NYA luar biasa untuknya! Nilai2 SMA nya fak IPA semua diatas 90 bahkan Matematika nya 100 di Ujian Nasional.

Tetapi, Mchelle hanya ingin sederhana saja, dia mau masa depannya sesuai dengan keinginannya : "bekerja sambil keliling dunia", tanpa gengsi sama sekali, mengambil jurusan pariwisata "saja" ......

Sehingga,  tidak salah kan, jika aku ingin Michelle mengikuti karirku di dunia arsitek?

Tetapi, sudahlah. Aku tahu dan mengerti bahwa anak2 adalah titipan Tuhan. Sebagai orang tua, aku hanya mengarahkan apa yang dia inginkan sebagai masa depannya. Aku tidak bisa memaksanya untuk mengikuti keinginanku, hanya karena prestise dan keegoisanku.

Sehingga, dengan doa dan berserah, aku terus mendukung michelle untuk menempuh jalan hidupnya sendiri di masa depannya, seperti kakaknya Dennis, yang memilih jurusan DKV desain multimedia untuk masa depannya .....

***

Nah, impian malakiat kecilku di Jepang ini yang menjadikan aku focus dengan yang dia inginkan. Dengan hurusan pariwisatanya yang mengharuskan dia belajar melayani masyarakat, dia juga harus belajar untuk mendadani drinya sebagai perempuan dewasa, walau saat ini dia baru berusia 19 tahun.

Di mana, teman2 seumurnya jaman SD, SMP dan SMA nya, mereka masih sibuk dengan dunia remajanya di perkuliahan, tetapi Michelle harus belajar untuk bersiap melakukan pelayanan masyarakat.

Ketika di hari2 persiapan kuliah pertama nya di kampusnya di Chiba, dia mendapat pesan dari kmpudnya untuk menyiapkan berbagai kehidupan barunya di kampus. 

Antara lain baju2nya, sepatunya dan tasnya, bukan seperti baju, sepatu atau tas anak2 remaja perkuliahan, tetapi bagaimana dia harus mulai berdandan sebagai tuan rumah sebuah Negara (Jepang) yang menerima wisatawan dunia.

Namanya juga wisatawan, dimana mereka mau dilayani dengan sebagik2nya, terutama wisatawan2 yang tidak mau tahu dengan banyak hal. Michelle harus menyiapkan suit resmi berwarna hitam berharga mahal, dari bahan wool.

Lha, sepatu hitam pantofel kulit yang bunyinya 'cetak cetok', jika tidak ada suara apapun di duangan itu. Lalu juga, tas kulitnya, supaya penampilannya tidak memalukan tempat dia (akan) bekerja. Dia harus melatih gaya berjalannya, gaya berbicaranya serta bagaimana cara dia melayani masyarakat.

Dan dia juga harus belajar keras tentang dunia pariwisata Jepang, supaya wisatawan dunia tahu tentang Jepang dan mau datang ke Negara negeri matahari terbit itu. Dia benar2 harus belajar keras. Jika ketika dia masih SMA dan harus belajar tentang Indonesia, mungkin tidak terlalu berat karena dia hidupnya sejak lahir di Indonesia.

Nama2 tempat atau bahasanya sudah dikenalnya sejak dulu. Serta sedikit banyak, dia tahu dengan membaca atau mendatanginya sendiri tentang dunia wisata di Indonesia.

Tetapi, bagaimana dengan dunia pariwisata Jepang? 

Nama2 yang sedikit aneh dan sudah di hafal, itu adalah salah satu bagian kecil yang harus dipelajarinya. Belum lagi tengan  dunia wisatawanya di seluruh Jepang dari 47 perfecturenya. Nama2nya sudah di hafalkan serta tulisan2 kanjinya, itu sungguh usaha keras (sekali) untuk dipelajari.

Belum lagi, bagaimana "unggah ungguh" warga Jepang untuk menghormati wisatawan dunia, wah ..... itu sungguh sulit. Membungkuk kan badannya, hampir 90 derajat sambil mengucapkan kalihat2 terima kasih. Mempersilahkan orang lain dari dirinya sendiri, membuat Jepang memang menjadi sebuah Negara yang sangat disiplin dan peduli.

Anak2 milrnial seperti Michelle, tidak gampang mau melepaskan kehidupan masa remaja nya untuk mengejar impiannya dengan kuliah memakai atribut yang sebenarnya bukan keinginannya, bukan?

Tetapi ternyata Michelle membuktikan bahwa dia mau dan mampu, entah apa yang berada dalam hati dan pikirannya yang terdalam .....

***

Musim semi 2019 lalu, aku sempat menjenguknya. Dia minta kuantar untuk membeli berbagai atribut untuk perkuliahannya. Dia minta kuantar untuk membeli suite resmi, sepatu dan tas kerennya. Ya ..... itu sudahdiharuskan oleh kampusnya dan harganya pun sudah ditentukan oleh mereka.

Aku diajak di sebuah butik suit, salah sau yang terbesar di Jepang. Pusatnya di Inage, Prefecture Chiba.

 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Butik "Suit Select", salah satu merk "Kokayana" yang terbesar di Jepang berada di kota Inage, Chiba

Sebenarnya, terserah untuk membeli dari manapun tetapi urusan desain dan resmi nya sangat ditentukan. Sehingga, daripada kita harus berputar2 di toko2 suite untuk mengecek harganya, toh nilainya memang sudah pasti, bahwa suite resmi itu berharga mahal, bahkan menurutku untuk remaja seumurnya, harganya sangat mahal .....

Bahan wool dengan jahitan pas tubuh dengan rok slim, lalu sepatu pantofel dan tas kerja kulitnya, dibandrol antara 22.000 Yen sampai 32.000 Yen! Antara 2,8 juta sampai 4,2 juta Rupiah!

 Astagaaaaa .....

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Petugas yang melayani Michelle, aku hanya terbengong2 mereka berdiskusi dengan bahasa Jepang yang lancar dengan logat dan medoknya, hihihi .....                                                         

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Bagaimana Michelle belajar 'mendandani' penampilannya untuk belajar melayani masyarat. Ya, ini adalah seragamnya selama dia kuliah di jurusan pariwisata di Chiba .....

1

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dia belajar mandiri dengan sangat baik. Dia hanya minta diantar olehku karena dia merasa tidak PD untuk memilih bajunya dengan harga yang luar biasa mahal! Tetapi, dia membayarnya sendiri, berbicara sendiri dengan petugas2nya, serta belajar untuk mendapatkan link2 nya sendiri, bukan link aku sebagai mama nya ......

 Dokumentasi pribadi
 Dokumentasi pribadi

Hahahaha ...... dan aku hanya melihat dan mengamatinya sambil menikmati berbelanja di butik mewah dan mahal, dimana aku tidak mengeluarkan uangku sendiri ..... Dan aku sangat bangga dengan pencapaiannya selama 2 tahun di Jepang, Puji Tuhan ......

Itulah sekolahnya. Jepang eang tidak main2 untuk lulusannya bisa bekerja dengan sangat bik dan akan dibayar mahal oleh tempatnya dia akan bekerja. Jika kita tahu, pekerja Jepang adalah pekerja2 yang sangat disiplin dan digaji sangat mahal! 

Karena, sekolahnya pun sangat mahal untuk mendidik mahasiswa2nya bisa mengemban kehidupan nya secara mandiri serta mampu sebagai generasi penerus untuk terus mengembangkan negeri matahari terbit itu.

Bahkan, sebagai mahasiswa internasional dari Indonesia, Michelle pun dididik untuk menjadi seorang pekerja Jepang dengan standard yang tinggi! Dan aku sangat yakin seyakin-yakin nya, nanti ketika Michelle lulus dari kampusnya di Chiba 2 tahun kedepan, dia sudah siap untuk terbang kemanapun, untuk bekerja dibagian dunia manapun, dan mendapatkan kehidupannya yang gilang gemilang .....

Ya, Jepang memang sudah menjadi bagian dari rencana Tuhan untuk Michelle. Tuhan sudah merancangkan segalanya, dan aku yakin dengan Berkat NYA, Jepang benar2 akan menjadi bagian dari kehidupanku juga sebgai seorang mama yang terus mendukung anakku, dalam Nama NYA .....   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun