Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Taraje, Dhingklik Angklik, Sindang Tilu serta Konsep Modern Jakarta di "Kampus Mungil"

27 Agustus 2018   12:47 Diperbarui: 27 Agustus 2018   12:55 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta

By Christie Damayanti

"Kampus mungil", berkiprah lagi, justru ketika mahasiswa libur semesteran dan mahasiswa baru masuk. PODOMORO University, si "kampus mungil" mengadakan lomba desain secara nasional, dengan kategori umum, tentang shelter.

Dimulai dengan Public Lecture "Evolusi Material" dengan 4 pembiacara handal sebagai arsitek dan urbane, lomba ini sungguh sangat menginspirasi.

PDF atau Podomoro Design Festifal yang diselenggaraka pada tanggal 4 sampai 16 Agustus 2018 lalu, menghasilkan karya2 inovatif, dari mahasiswa2 Indonesia. Tangan2 kreatif mereka sebagai mahasiswa milenial pun menurutku sudah semakin mampu untuk bersaing dalam kancah bisnis, walau pada kenyataan nya, mereka masih sebagai mahasiswa yang memang harus ters banyak belajar tentang banyak hal.

Ada 5 nominator dari berbagai universitas di Indonesia, yang terbaik dari  sekitar 60 desain yang diterima  oleh PODOMORO University. Masing2 dari Bandung, Jakarta, Yogyakarta. Dan semuanya adalah mahasiswa2 kreatif .....

Dengan hasil dari Public Lecture tentang evolusi material, mahasiswa2 ini mampu berkreasi dengan sangat kreatif dari batangan2 bambu. Bukan bambu2 mentah yang diambil dari hutan bamboo, tetapi dari tangga bamboo! Sebuah karya yang banyak ada di Bandung, karya2 rumahan.

Dengan harga sangat kecil, mahasiswa2 itu mampu menyulap tangga bamboo menjadi sebuah halte yang ramah lingkungan, termasuk "ramah disabilitas" ......

Oya, di era sekarang ini, sangat tidak manusiawi jika desain atau proposal2 yang bisa menjadi kebutuhan lingkungan, haruslah bisa diakses oleh semua orang, termasuk kaum disabilitas. Sehingga, desain shelter ini haruslah "ramah disabilitas".

Judul karya nya adalah TARAJE, yang berarti tangga, yang termasuk sebuah elemen bangunan. Taraje atau tangga (yang di Bandng banyak membuat tangga dari bamboo karena Jawa Barat termasuk penghasil bamboo), merupakan keunikan local dan semakin dilupakan. Dan taraje sebagai sebuah tangga dari bamboo ini, mempunyai gambaran2 "venakular" yang sederhana.

Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung                               Dari tangga bamboo ini, ada 40 tangga untuk 1 buah shelter cantik, ramah lingkungan dan ramah disabilitas, di Bandung
Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung                               Dari tangga bamboo ini, ada 40 tangga untuk 1 buah shelter cantik, ramah lingkungan dan ramah disabilitas, di Bandung
Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung                               Dari tangga bamboo ini, ada 40 tangga untuk 1 buah shelter cantik, ramah lingkungan dan ramah disabilitas, di Bandung
Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung                               Dari tangga bamboo ini, ada 40 tangga untuk 1 buah shelter cantik, ramah lingkungan dan ramah disabilitas, di Bandung
Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung Keadaan di dalam shelter, tetap terbuka tanpa apapun menghalanginya, cantik dan unik
Dokumentasi pribadi dari karya TARAJE mahasiswa mahasiswa dari Bandung Keadaan di dalam shelter, tetap terbuka tanpa apapun menghalanginya, cantik dan unik

 Konsep vernacular memang mengajak kita untuk mampu berkreasi pada barang2 atau bentuk2 sehari2, dimana mungkin tidak terlihat sesuatu yang unik. Tetapi konsep ini justru mampu membuat sebuah tangga bamboo "mengembangkan sayapnya" menjadi sebuah halte bus, lewat tangagn2 kreatif mahasiswa2 milenial.

Material bamboo merupakan salah satu material khas negara2 tropis. Bamboo di Indonesia, cukup murah, kuat dan ramah lingkungan. Dari tugas lomba ini, desain shelter ini dibutuhka sekitar 40 tangga dengan harga sekitar 100 ribu per-tangga. Bayangakan, murahnya shelter ini, tetapi sungguh menginspirasi karena cantik dan berfungsi.

Karya kedua, berjudul Dhingklik Angklik, karya mahasiswa2 dari Yogyakarta. Bahasa Jawa dhingklik merupakan tempat duduk tanpa senderan, hanya sebuah tempat duduk sederhana, tetapi makna nya adalah transformasi sebagai ruang duduk sambil menunggu, salah satunya sebagai halte bus.

Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Konsep seperti dhingklik, dan ingsinya pun untuk "tempat duduk", menunggu bus yang lewat.
Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Konsep seperti dhingklik, dan ingsinya pun untuk "tempat duduk", menunggu bus yang lewat.

Material yang dib=gunakan juga dari barang2 vernakular, dan barang2 bekas. Konsep "green desain" pun diterapkan sebagai dinding dari bekas ember cat, dimana ember2 bekas ini untuk menampung tanaman2 rambat.

Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Karena lahan nya kecil, pejalan kaki agak kesulitan jika harus memasuki dalam shelter ini, apalagi kursi roda. Sehingga, dibangunlah "terowongan" melewati bawah shelter ini
Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Karena lahan nya kecil, pejalan kaki agak kesulitan jika harus memasuki dalam shelter ini, apalagi kursi roda. Sehingga, dibangunlah "terowongan" melewati bawah shelter ini

Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Karena lahan nya kecil, pejalan kaki agak kesulitan jika harus memasuki dalam shelter ini, apalagi kursi roda. Sehingga, dibangunlah "terowongan" melewati bawah shelter ini
Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Karena lahan nya kecil, pejalan kaki agak kesulitan jika harus memasuki dalam shelter ini, apalagi kursi roda. Sehingga, dibangunlah "terowongan" melewati bawah shelter ini

Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Detail dindong dari bekas ember cat, tetap shelter ini "terbuka" tanpa dinding masif 
Dokumentasi pribadi dari karya Dhingklik Angklik, mahasiswa dari Yogyakarta Detail dindong dari bekas ember cat, tetap shelter ini "terbuka" tanpa dinding masif 

Baik Taraje dan Dhingklik Angklik ini, bukan sebuah shelter yang massif, tetapi justru memasukkan alam dan lingkungan kedalamnya, sehingga masayarakat yang datang dan duduk serta menunggu disana, mampu melihat lingkungan diseitarnya. Angin tetapi mengalir dan mataharipun tetapi mencurahkan cahayaya, tanpa harus mereka kepanasan, karena tanaman2 yang dipakai sebagai peneduh .....

Karya mahasiswa dari Bandung juga ini, berjudul Sindang Tilu halte yang teramai, di Jl. Asia Afrika. Shelter yang panjang dan sempit ini, dirasa sangat kurang sebagai tempat yang nyaman untuk menunggu, sehingga mahasiswa2 ini mencoba mengubah nya, dengan konsep vernacular dalam desain arsitektural yang unik dan kreatif.

Dokumentasi pribadi dari karya Sindang Tilu, mahasiswa dari Bandung 
Dokumentasi pribadi dari karya Sindang Tilu, mahasiswa dari Bandung 

Arsitektur vernacular Subda, diaplikasikan dengan konsep transformasi dari bangunan tradisional Sunda Julang Ngapak. Dan konsep sustainability atau keberlangsungan, yaitu lewat bentuk2 pengulangan Julang Ngapak sebagai segi-tiga2 yang berderet dalam tampak depan

Dokumentasi pribadi dari karya Sindang Tilu, mahasiswa dari Bandung 
Dokumentasi pribadi dari karya Sindang Tilu, mahasiswa dari Bandung 

 Konsep ini belum memikirkan termasuk perbaikan bagaimana bus atau angkutan umum bisa berhenti tidak disembarang tempat, di sisi shelter. Sehingga segitiga2 itu sama sekali tidak berfungsi. Bahkan mungkin justru menghalangi. Juga belum memikirkan konsep "ramah disabilitas"

Sayang, kosep ini tidak diimbangi dengan keberadaan material2 'green desain' serta belum menerapkan 'ramah disabilitas'. Pengulangan2 segitiga pun tidak menghasilkan sebuah kenyataan tentang makna tempat tentang shelter yang bisa mendapatkan kenyamanan untuk lebih nyaman mereka mencari bus2 mereka ......

Karya mahasiswa Jakarta, sebagai ibukota Indonesia, sangat berbeda dengan teman2nya di luar daerah. Jakarta memeang berada di sebuah kemodernan, sehingga konsepnya pun berbeda. Dengagn kemodrenn dan kenyamana serta keamanan, mereka harus juga memikirkan tentang keselamatan masyarakat Jakarta.

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta, dengan menampilkan bamboo sebagai pemanis saja
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta, dengan menampilkan bamboo sebagai pemanis saja

 Dengan mengambil lokasi di Grogol, dimana tingkat kriminalitas tinggi, shelter yang mereka bangun disesuaikkan dengan lingkungannya. Walau, teryata kosep mereka dipatahkan dengan sebuah ketertutupan yang cukup padat, sehingga justru shelter yang cukup tertutup ini, menjadi bahaya, karena kriminalitas tidak terlihat dari luar.

Shelter ini dibangun dengan beton dan ada sedikit bamboo sebagai material local, yang ternyata hanya sekedar pemanis saja. Karena pada kenyataannya, masyarakat yang ada di shelter itu, terlihat sangat tidak nyaman, karena ketertutupan dalam ruang yang cukup sempit.

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta

Bagian dalam shelter ini, sangat tertutup dan justru memungkinkan factor keamanan tejadi. Tidak banyak sinar matahari masuk serta suasana pun, pengap

Walau mungkin bisa memakai AC pun, tidak semua orang bisa berada di ruangan cukup sempit dan tertutup. Dan AC pun bukan sebuah solusi, dengan fungsi dan harga yang mungkin tidak sebanding, untuk konsep shelter perkotaan seluas Jakarta.

Bagaimana yang selanjutnya, dari mahasiswa2 Jakarta lainnya?

Judulnya pun sangat modern, Redefining Pasar Baru Bus Station. Jika halte Grogol sebelumnya, sekarang konsep hale di Pasar Baru, mengambil tapak segitiga antara Passar Baroe (dengan konsep bangunan2 kolonial dan china), dengan Gedung Kesenian Jakarta dengan konsep colonial Belanda.

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta dengan lahan tapak segitiga yang luas, memungkinkan semuanya
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta dengan lahan tapak segitiga yang luas, memungkinkan semuanya

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta dengan lahan tapak segitiga yang luas, memungkinkan semuanya
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Karya modern untuk Jakarta dengan lahan tapak segitiga yang luas, memungkinkan semuanya

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta

 Tetapi sayang, belum memunculkan kekuatan dri lingkungannya. Di depan Passer Baroe dan Gedung Kesenian Jakarta, ini merupakan kekuatan luar biasa untuk memblow-up Jakarta dari segi kota dan wisata

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Tampak dalam shelter Pasar Baru
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Tampak dalam shelter Pasar Baru

Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Tampak dalam shelter Pasar Baru
Dokumentasi pribadi dari karya mahasiswa dari Jakarta Tampak dalam shelter Pasar Baru

Desain yang modern, sangat nyata sebagai halte di Jakarta. Dan karena lokasi dan tapaknya cukup luas, sehingga mereka bisa mendesain lebih nyaman dengan taman2 dan pepohonannya. Materialnya pun bisa diaplikasikan dari kayu serta konsep yang modern, mampu membuat sebuah karya yang berfungsi dengagn baik.

Dan dengan luas yang nyaman, tentu saja "ramah disabilitas" harus diaplikasikan dengan sangat baik!

***

Sayang, dari 60an karya yang masuk, sepertinya desain mahasiswa2 atau desainer2 dari luar pulu Jawa, belum bisa bersaing. Entah mengapa, tetapi dengan kemajemukan yang ada, sebenarnya material2 unik khas Indonesia seharusnya mampu bersaing.

Tetapi yang jelas, si "kampus munil' sendiri mampu membuat sebuah even yang tidak main2. Mahasiswa2 si "kampus mungil",  senyatanya mampu mempromosikan kampusnya untuk memberi nilai tambah bagi dunua desain arsitektur.

Terlepas dari mereka masih harus terus belajar, PODOMORO University mulai menapaki kenyataan tentang sebuah dunia edukasi, dekolaborasi dengan karya nyata untuk masyarakat. Bukan hanya dari lomba2 semacam ini saja, tetapi dengan kolaborasi dan belajar di dunia bisnis serta enterpreurship, suatu saat si "kampus mungil" akan mampu brrsaing dan memberikan dampak luar biasa bagi Indonesia kususnya, dan dunia pada waktunya ......

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun