By Christie DamayantiKursi roda ajaibku, di Tokyo Bay Shin-Urayashu Chiba
Ketika aku masih sehat sebelum terserang stroke 8.5 tahun lalu, aku bisa travelling kemana saja, tergantu waktu dan budget. Tidak peduli negara apapun, yang penting impianku setiap tahun akan pergi ke negeri2 dunia, untuk wisata, survey dan pengamatan.
Tetapi ketika sejak awal tahun 2010 lalu, sebagai insan pasca stroke, jika aku ingin travelling ke luar negeri, aku harus berpikir ulang, diluar pemikiranku tentang waktu dan budget. Ya, aku harus berpikir tentang kenyamanan, keamanan yang lebih serta negara tersebut peduli atau tidak kepada ku, sebagai bagian dari kaum disabilitas dunia..... Setelah tahun 2010 ini, awalnya aku hanya mencoba untuk travelling lagi sebagai disabilitas ke negara yang terdekat dari Indonesia, yaitu Singapore.Â
Tujuannya, jika aku tidak nyaman, dan negara tersebut tidak "ramah disabilitas", aku dengan gampang akan pulang ke Jakarta, bukan?Ternyata aku merasakan cukup nyaman.Â
Duduk diatas kursi roda, dan hanya beberapa titik disana yang aku harus turun dari kursi roda. Artinya, Singapore masih belum 100% sebagai negara yang ramah disabilitas.
Begitu juga dengan negara2 di Eropa. Karena negara2 disana sungguh memperhatikan dan melestarikan kota tuanya, bahkan mereka masih mempertahankan bentuk, kondisi serta material2 aslinya, tidak heran jika aku agak kesulitan di beberapa titik memakai kursi roda.
Bus di Eropa selalu mempunyai fasilitas untuk pengguna kursi roda
Bagaimana dengan Amerika?
Â
Karena Amerika adalah negara besar, daratannya besar sekali, ketika aku dari runah adikku di kompleks mau ke suatu tempat, aku dan kursi rodaku harus naik mobil pribadi. Baru setelah sampai, aku dan kursi rodaku bisa berselancar lagi. Karena untuk keluar kompleks pun cukup jauh, dan bus berada di ujung jalan utama, serta stasiun kereta api sepertinya tidak menjangkau semua titik permukiman.Â
Kelebihan di Amerika adalah, sepertinya, negara tersebut sadar atas yang aku tuliskan diatas. Sehingga, mereka menyediakan kursi roda listrik di banyak tempat, yang bisa di pinjamkan secara GRATIS bagi mereka2 yang membutuhkan. Kaum disabilitas atau untuk orang tua.Â
Jadi, jika kita tidak mau membawa kursi roda sendiri dari trmpat kita, kita bisa mencari lokasi kursi roda listrik di titik2 tertentu, dan meminjamnya, asal kita kembalikan kagi dan meng-charge nya, untuk pemakai setelah kita.
***
Asia, Eropa dan Amerika sudah aku amati tentang kenyamanan travelling diatas kursi roda. Sayangnya, aku belum ke Australia setelah sebagai disabked. Tapi aku yakin, disanapun kira2 nya juga sama dengan Amerika, karena negara ini cukup luas, sebagai dataran atau benua terluas di dunia.
Kalau Jepang?
Karena anakku kuliah, bekerja dan tinggal di Tokyo, aku menjadi sering kesana. Tahun 2017 lalu saja aku 3x kesana. Tahun ini sudah 2x. Padahal, Jepang, China atau Korea itu adalah negara2 yang aku agak merasa tidak nyaman berada disana, karena bahasanya.
Tetapi ternyata, pengamatanku dan perasaanku, Jepang adalah negara TERNYAMAN bagiku sebagai pemakai kursi roda!
Jalur kuning untuk disabilitas netra, di airport dan stasiun kereta
Aku tidak pernah keluar dari kursi rodaku (kecuali di toilet atau tidur), dari berangkat dari apartemen anakku, sampai kembali lagi dimalam hari, seharian travelling, naik turun kereta atau bus!
Pada kenyataannya, aku bisa mrnyimpulkan, walau mungkin analisaku ngawur dan sangat subektif, sebagai seseorang yang berada di atas kursi roda dan bagian dari kaum disabilitas dunia,
JEPANG ADALAH (MUNGKIN) SATU-SATUNYA NEGARA YANG FULLY "RAMAH DISABILITAS" .....
 Toilet disabled. Pintunya selalu 'slidding door' dan dengan tombol, sehingga disabled hanya tinggal memencet tombol
 Walau sebagian besar warga Jepang tidak bisa berbahasa Inggris, bahkan orang2 yang berada di ujung pelayanan masyarakat, keramahan mereka ditunjukkan tanpa mau membedakan. Bahkan, mereka rela mengantarku agak jauh, untuk menunjukkan apa yang aku butuhkan, karena aku tidak mengerti apa yang mereka katakan.
 Jalur kuning untuk disabilitas netra, sampai aku tidak mengerti, begitu ribetnya tanda noktah dan garis2
Petugas stasiun yang selalu membantu disabled untuk membawa 'ramp mobile' untuk naik dan turun kereta ke peron
Sudah banyak artikel2ku tentang disabilitas di Jepang, baik dari segi fasilitas2 publik yang disediakan pemerintah, ataupun tentang kepedulian masyarakat disana, Jepang benar2 menginspirasiku tentang sebuah kenyamanan dan kepedulian, bagi kami, kaum disabilitas dunia ......
Sepertinya, sangat sederhana ketika aku sampai ke stasiun, aku akan mencari petugas stasiun dan meminta tolong untuk membawakan "ramp mobile". Untuk membantu aku naik atau turun dari peron  ke kereta. Dan aku akan dijemput, di stasiun tujuanku.
Di Jepang, dengan stasiun kereta yang ada sejak jaman dahulu (Perang Duia II), stasiun Tokyo tidak mempunyai lift, tetapi pemerintah memberi fasilitas khusus dengan "tangga lift" seerti foto diatas, dan seperti artikelku di link  dibawah ini :Â
"Lift Tangga?" Lebay Banget, sih!
Â
***
Walau masing2 dari kami tidak mengerti bahasa masing2, dengan aku menunjukkan tulisan kanji tujuanku yang ku dapat dari Michelle, mereka langsung mengerti dan melayaniku dengan sepenuh hati .....
Dan selama ini, dari bandara di Jakarta sampai kembali lagi ke Jakarta, untuk travelling dan menjenguk anakku di Tokyo, hanya 1x aku bersama anakku yang lain, untuk menemaniku karena belum berani sendiri. Setelah itu, hanya dengan kursi rodaku saja, aku melanglang dunia Jepang, sendirian! Bahkan, aku beberapa kaki diminta untuk sebagai tourguide keliling Tokyo, oleh beberapa teman.
Artinya, apa?
Artinya adalah, aku benar2 merasa aman dan nyaman berada di Jepang, karena Jepang adalah Negara yang sungguh 100% "ramah disabilitas" .....Â
***
Mungkin, analisaku hanya sekedar anlisa subyektif dari ku pribadi. Dan tidak ada data2 risat yang mendukungnya. Perbandingan antara Jepang dengan negara2 lainnya. Tetapi, karena aku adalah "end user" nya, sebagai disablitas pemakai kursi roda, walau tanpa data dan riset, aku yang merasakannya. Aku yang mengalaminya, dan aku yang menjalaninya.
Dan itu adalah "riset" tersediri, untuk bisa mendapatkan konklusi dari pengamatan dan pengalamanku. Bukti2 pun sebenarnya ada, secara aku selalu mengabadikannya lewat kameraku pribadi. Dan aku selalu menyebarluaskan tentang ini, untuk memberikan motivasi bagi siapapun yang berminat mengikuti langkahku untuk berkarya lewat (salah satunya) berwisata .....
Jadi, siapa yang ingin melakukan hal yang sama dengagn ku?
Sebelumnya :Â
Dari Kinshicho ke Funahabashi HotenÂ
Sendirian, Keliling Tokyo Hanya dengan Kursi Roda 'Ajaibku'Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI