Beda satu Stasiun Kanamachi, ada Stasiun Shibamata. Ini adalah benar-benar permata yang tersembunyi dari pariwisata Jepang yang tidak ter-blow up oleh Jepang. Memang ada cerita tentang Shibamata, tetapi karena daerah ini posisinya berlawanan dengan arah jalur kereta ke ingar bingarnya Ibu Kota Tokyo, mungkin ini yang membuat Shibamata "lepas jalur" dari daftar pariwisata Tokyo.
Karena, jika turis tinggal beberapa hari di Ibu Kota Tokyo, pastilah mereka akan datang dahulu ke tempat-tempat wisata mainstream seperti Shibuya dengan Hachiko Squarenya, Shinjuku, Tokyo Tower, Tokyo SkyTree, atau Asakusa. Itu berada di area seputaran Distrik Minato Tokyo Metropolitan.
Dan Shibamata harus jauh masuk ke Tokyo arah timur melalui F Keisei Line ke arah Shibamata, beda 6 atau 7 stasiun. Selama perjalanan, terlihat kereta semakin sepi di hari-hari sibuk kerja, karena Shibamata atau Kanamachi memang merupakan daerah yang teduh dan damai, dengan sebagian besar adalah peruntukkan untuk permukiman. Daerah penyangga Ibu Kota Tokyo .....
Dari Kanamachi setelah puas dengan Mizumoto Park, kami naik kereta menuku Shibamata. Beda satu stasiun dari Kanamachi. Dan kami menemukan "surga" bagi para pelancong yang fokus tentang sejarah dan kota tua Jepang.
Shibamata adalah salah satu kota tua Jepang, dari periode Taisho, yang sangat dilestarikan oleh pemerintah. Dari bangunan-bangunannya yang masih dipakan untuk tempat tinggal dan berjualan, dari permukaan jalannya yang sebagian dengan material kayu, atau dari barang dagangannya yang benar-benar "jadul", desain-desain rumah makan dan toko-tokonya, bahkan sebagian pemilik besar adalah pemilik asli yang sudah tua, dan sebagian lagi adalah penerusnya.
PeriodeTaisho sendiri, merupakan sebuah periode dalam sejarah Jepang dari tahun 1912 sampai tahun 1926, bertepatan dengan pemerintahan Kaisar Taisho. Era ini dianggap sebagai 'waktu gerakan liberal yang dilenal denan demokrasi Taisho' di Jepang, dan bagian pertama dari periode Showa yang dikendalikan oleh militer (Wikipedia).
Di sini, kita bisa merasakan seni dan budaya tradisional Jepang, dan kita pun akan mendapatkan suasana syahdu tanpa ada "suara-suara modern" (deru kendaraan bermotor). Yang ada adalah suara-suara penjual yang menawarkan dagangan-dagangannya, yang sebagian besar adalah pedagang makanan tradisional Jepang.
Sepanjang jalan setapak kota tua Shibamata, terlihat banyak foto-foto atau gambar-gambar kartun khas manga, dari seorang bernama "Tora". Dia adalah seorang bintang layar lebar yang sangat dicintai masyarakat Jepang. Di mana Tora sendiri sepertinya mempunyai ikatan batin dan kehidupan di Shibamata. Kehidupan cintanya dengan seorang wanita cantik Jepang, ditampilkan dengan unsur komedi, sepanjang jalan di Shibamata.
Sehingga ketika mulai keluar dari Stasiun Shibamata, dan menemukan deretan bangunan-bangunan tua, aku merasakan sensasi yang luar biasa! Toko-toko jadul dengagn barang jualan jadul, makanan-makanan tradisional Jepang yang beberapa kami sempat merasakannya. Kue dango dari toko Senbei, yang terkenal, dan mainan-mainan dan boneka kuno, yang mungkin akan dianggap orang lain, sedikit mengerikan, itu menambah sensasi tersendiri ......
Jalan utama kota Shibamata sebenarnya adalah jalan besar denan kendaraan lalu lalang, walau tidak terlalu ramai. Kota kecil ini, melestarikan 100% kehidupan kota tua Shibamata, dalam 1 area tertentu, sepanjang beberapa ratus meter sampai kuil besar di Shibamata.
Jalan-jalan di kota tua Shibamata, mengingatkanku tentang kehidupan lama di China Town' di manapun, termasuk di Jakarta. Suasana yang (agak) magis pun, mewarnai tempat-tempat tua seperti ini.
Kayu-kayu tua sebagai bahan material rumah-rumah tua itu, tetap dijaga dengan pemeliharaan yang apik. Pastinya, mereka menjaga dan memelihara bangunan-bangunan tempat tinggal mereka, dengan cara khusus, karena area ini sudah ada sejak puluhan tahun lalu, era Taisho.
Barang dagangannya pun, sebagian besar adalah makanan tradisional, bahkan rempah-rempah serta bumbu khas untuk makanan Jepang.
Selama menusuri jalan old town Shibamata, kami fokus dengan lingkungannya. Tetapi tenyata, aku salah, bahwa ternyata penyusuran di sepanjang jalan tersebut, ujungnya adalah sebuah kuil agama Budha "Shibamata Taishakuten Temple".
Dan kuil ini, memang benar-benar puncak dari permata wisata di Shibamata .....
By Christie Damayanti
Sebelumnya :
"Mizumoto Koen" Kanamachi, Taman Terbesar di 23 Distrik Tokyo
"Kanamachi", Wisata Perumahan Mungil di Utara Tokyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H