Mataku terkesima ketika aku melihat seorang muda Jepang, sendirian di Harajuku Bridge atau Jibgu Bashi, tepat berhadapan dengan hutan kota Meiji Jingu.
Orang muda itu membuka lapak kaki lima nya. Jangan salah! Di Tokyo babyak terdapat lapak kaki lima, walau hanya hitungan jam saja. Aku tidak tahu, bagaimana peraturannya, tetapi sedikit pengamatanku adalah mereka membuka lapak jika ada even atau ijin khusus untuk sesuatu kegiatan di titik-titik tertentu.
Begitu juga anak muda Jepang itu, yang membuka lapak di Jingu Bashi atau Harajuku Bridge. Dia perlahan, mengeluarkan barang-barang mungilnya, yang untuk dijual. Aku meluncur kesana, ketika aku sepulang Gereja bersama dengagn anak-anakku, musim panas 2017 lalu.
Tepat di depan lapak anak muda Jepang itu, aku tersenyum. Ternyata dia menjual hasil karya tangannya sendiri. Membuat boneka-boneka untuk dijadikan gantungan kunci atau pin, karaketer-karakter kartun. Material nya dari benang beraneka warna serta kain flanel, sesuai dengan warna karakter tersebut.
Benang-benang beraneka warna tersebut, digulung-digulung dan dipintal manual dengan tangannya yang lincah. Anak muda itu serius sekali untuk membatnya, dan ketika banyak turis yang ingin tahu seperti aku itu menghampiri lapaknya, dia pun tetap serius dengan pekerjaannya.
Lama-lama aku berpikir, Ada yang aneh dari anak muda Jepang itu.
Agak aneh jika kita berjualan dan ketika banyak yang tertarik dengan jualan kita, pasti kita akan tersenyum kepada yang datang, dan menawarkan barang-barang jualan kita, bukan? Paling tidak, kita berbicara basa basi untuk memperkenalkan barang2 jualan kita ......
Tetapi tidak demikian dengan anak muda Jepang itu! Wajah nya tenang, setenang suara-suara turis yang mendatanginya, termasuk aku, dan kami pun ikut serius melihat dan memperhatikan anak muda itu memintal benang-benang warna warni nya, untuk membentuk boneka-boneka yang akan dijadikan gantungan atau pin dan dijualnya.
Anak muda Jepang itu cukup keren. Badannya besar,'cool' kata anak-anak muda zaman sekarang. Memakai topi dan kacamata, wajahnya sangat teduh dan aku tidak tahan untuk bertanya lewat anakku yang bisa berbahasa Jepang,
"Hai ..... lucu-lucu ya, buatanmu ..... berapa harganya? Aku mau beli"
Anak muda itu tiba-tiba mendongakan kepalanya dan tersenyum kepada kami. Sementara turis-turis yang awalnya mengerubungi lapak itu, berangsur pergi, kami, aku dan anak2ku serta teman dari anakku, tetap di depan lapak tersebut, sambil menikmati boneka-boneka buatannya.
Dan aku semakin tertarik, ketika anak muda itu hanya tersenyum saja, tanpa menjawab. Semakin heranlah aku, waktu Michelle bertanya harga boneka itu, tetapi si anak muda itu hanya memberi angka lewat jari2 telunjuknya, sebuah harga 1 boneka buatannya. Harganya antara 200 Yen sampai 400 Yen, kalau tidak salah untuk 1 boneka, terguntung besar dan banyak warna serta karakternya.
Aku sungguh tertarik mengamati anak muda itu, sementara anak2ku justru sangat tertarik dengan boneka2 nya, dan memesan beberapa boneka sesuai karakter yang mereka suka. Dan anak muda itu, dengan trampil memintal dan membuat boneka2 lucu itu dengan kain2 flanel nya, sesuai dengan permintaan, dengan lincah dan cukup cepat, tanpa harus melihat contoh.
Diatas kursi roda, aku benar2 mengamati anak muda itu. Dia tidak peduli dengan lingkungannya, yang dia pikirkan adalah focus dengn yang ada di hadapannya. Membuat boneka2 pesanan anak2ku. Tidak da senyum di wajahnya seperti waktu Michelle menyapanya, tetapi dia sungguh sangat serius.
Ya ..... anak muda Jepang itu ternyata pemuda disabilitas. Sepertinya, dia bisa mendengar karena dia merespon sapaan Michelle dan menjawab pertanyaan tentang harga boneka itu, walau hanya dengan jari2 nya membentuk angka. Dan sdelanjutnya Michelle berbicara berbahasa Jepang, sesahutan dengan Tenzin temannya, dan anak muda itu membalas, juga dengan jari2nya, bahasa isyarat .....
Anak muda Jepang itu hanya disabilitas wicara, bukan disabilitas rungu. Dan dengan tegar dia berjualan di lapaknya, di Jingu Bashi, tetapi di daerah yang banyak turis di Harajuku .....
***
Bukan hanya kami saja yang datang dan membeli boneka2 nya, tetapi banyak turis2 membelinya. Tetapi turis2 itu hanya membeli yang ada di lapak dan membayar sesuai dengan harganya. Lalu mereka berjalan lagi. Hanya kami, aku dan anakku serta teman anakku, yang diam di depan lapak, duduk dn tertawa2 mengamati dan menikmati kehidupan di Harajuku. Dan anak muda itu terlihat juga menikmati apa yang kami nikmati .....
Kami sabar untuk menunggu pesanan kami, walau sering di sela2 yang turis2 yang lain membayar boneka2 yang dibelinya. Justru aku terus mengamati, betapa anak muda Jepang itu mampu tegar. Sepertinya, dia sering melakukan ini. Membuka lapak, tetapi tidak di satu tempat saja. Terbukti, ketika esoknya aku iseng kesana lagi, dia tidak ada ......
***
Ketika pesanan kami, 3 boneka sesuai dengan karakter yang anakku suka, selesai, barulah anak muda itu mengangkat kepalanya dan tersenyum kepada kami.
Dengan jari2 tangannya yang lincah, dia juga memasukkan boneka2 pesanan anak2ku ke plastic, tetapi di urungkan ketika anak2ku mau langsung di gantungkan di tas mereka. Anak muda itu lebih sering tersenyum setelah semua selesai.
Aku terus mngamatinya. Aku terus tersenyum. Rasa simpati ku bertambah. Sebagai bagian dari disabilitas dunia, aku mampu merasakan sebuah energy positif yang terus bertumbuh, ketika lingkungan mengerti dan memahami kami. Karena pada kenyataannya, walau dari luar banyak orang akan berkata,
"Kamu hebat, Christie"
"Hebat sekali kamu, bisa buat boneka itu dengan cepat"
Atau pujian2 yang lain, sebenarnya itu tidak sebanding dengan apa yang terjadi di hati kami. Kadang, sebuah rasa "tidak mampu" atau "tidak berguna" karena kami cacat, sering menghampiri walau kami langsung menepisnya. Manusiawi sekali, jika kmi merasakan itu.
Tetapi hari itu, aku merasakan sensasi yang berbeda. Berada dengan seorang anak muda Jepang, di dunia yang berbeda dengan dunia ku, walau kami sama2 dalam dunia disabilitas, itu membuat kumpulan energy positif itu meledak2 untuk terus dituai, dan menjadi sebuah optimism di masa yang akan datang .....
Terima kasih  untuk si anak muda Jepang itu. Setelah 1 tahun ini pun, aku masih ingat dan mengenangmu. Dan aku menuliskan ini khusus untukmu .....
Berkat Tuhan akan terus besertamu, dan kita semua...
***
Catatan:Â Tulisan ini ku dedikasikan untuk teman dan sahabat2 disabilitas di seluruh dunia
***
Sebelumnya :
"Kuil Meiji Jingu" di Harajuku, Tempat untuk Penyembahan Kaisar Meiji dan Permaisurinya
Hutan Kota Harajuku, Sebuah "Oase" di Keramaian Ibukota Tokyo
"Takeshita Street" dan "Meiji Jingu", Antara Fesyen dan Modern dengan Kearifan Lokal
"Harajuku" : Dunia Anak Muda, Dunia Belanja
Ada Apa di "Takeshita-dori", Harajuku?
"Harajuku Style", Dunia Anak Muda Jepang dan Viral Dunia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H