Dan aku semakin tertarik, ketika anak muda itu hanya tersenyum saja, tanpa menjawab. Semakin heranlah aku, waktu Michelle bertanya harga boneka itu, tetapi si anak muda itu hanya memberi angka lewat jari2 telunjuknya, sebuah harga 1 boneka buatannya. Harganya antara 200 Yen sampai 400 Yen, kalau tidak salah untuk 1 boneka, terguntung besar dan banyak warna serta karakternya.
Aku sungguh tertarik mengamati anak muda itu, sementara anak2ku justru sangat tertarik dengan boneka2 nya, dan memesan beberapa boneka sesuai karakter yang mereka suka. Dan anak muda itu, dengan trampil memintal dan membuat boneka2 lucu itu dengan kain2 flanel nya, sesuai dengan permintaan, dengan lincah dan cukup cepat, tanpa harus melihat contoh.
Diatas kursi roda, aku benar2 mengamati anak muda itu. Dia tidak peduli dengan lingkungannya, yang dia pikirkan adalah focus dengn yang ada di hadapannya. Membuat boneka2 pesanan anak2ku. Tidak da senyum di wajahnya seperti waktu Michelle menyapanya, tetapi dia sungguh sangat serius.
Ya ..... anak muda Jepang itu ternyata pemuda disabilitas. Sepertinya, dia bisa mendengar karena dia merespon sapaan Michelle dan menjawab pertanyaan tentang harga boneka itu, walau hanya dengan jari2 nya membentuk angka. Dan sdelanjutnya Michelle berbicara berbahasa Jepang, sesahutan dengan Tenzin temannya, dan anak muda itu membalas, juga dengan jari2nya, bahasa isyarat .....
Anak muda Jepang itu hanya disabilitas wicara, bukan disabilitas rungu. Dan dengan tegar dia berjualan di lapaknya, di Jingu Bashi, tetapi di daerah yang banyak turis di Harajuku .....
***
Bukan hanya kami saja yang datang dan membeli boneka2 nya, tetapi banyak turis2 membelinya. Tetapi turis2 itu hanya membeli yang ada di lapak dan membayar sesuai dengan harganya. Lalu mereka berjalan lagi. Hanya kami, aku dan anakku serta teman anakku, yang diam di depan lapak, duduk dn tertawa2 mengamati dan menikmati kehidupan di Harajuku. Dan anak muda itu terlihat juga menikmati apa yang kami nikmati .....
Kami sabar untuk menunggu pesanan kami, walau sering di sela2 yang turis2 yang lain membayar boneka2 yang dibelinya. Justru aku terus mengamati, betapa anak muda Jepang itu mampu tegar. Sepertinya, dia sering melakukan ini. Membuka lapak, tetapi tidak di satu tempat saja. Terbukti, ketika esoknya aku iseng kesana lagi, dia tidak ada ......
***