Â
Museum Edo-Tokyo, dengan bangunan utamanya sebagai "penanda" Ryogoku, serta banguan2 tambahan, perkantoran dan fasilitas untuk museum ini.
***
Museum adalah salah satu obyek wisata andalan bagi hampir semua negara. Fasilitas2 di semua museum memang sering kali mencengangkan. Cantik dan apik. Bahkan, bagi wisatan, bisa mendapatkan apa yang di inginkannya untuk dibawa pulang, hampir semua ada di toko museum.
Selain di Indonesia, museum2 di negara lain sebagai salah satu obyek wisata mereka, fasilias2 museum itu, didapatkan dari pengunjung museum uang membayar tiket masuk, selain dari pemerintah atau pihak2 swasta. Harga tiket ke museum, cukup mahal tetapi apa yang kita dapatkan sebagai wisatawan, sangatlah berimbang.
Jika di Jakarta, untuk masuk ke Museum Nasional (Museum Gajah), hanya 5000 Rupiah saja, atau Museum Prangko di TMII hanya 3000 Rupiah, sangat berbeda untuk membeli tiket masuk Museum Philatelic di Singapore seharga Singapore $6.00 atau Musuem National di Tokya seharga US$15.00 Dollar Amerika! Berlipat kalinya, dan fasilitas nya pun puluhan kali lipat, dengan teknologi canggih untuk edukasi nya .....
Jenis2 museum pun dibeda2kan, sesuai yang kita butuhkan. Dan negara2 itu benar2 memanfaatkan apa yang bisa di eksplore dan menghasilkan pemadukan bagi negaranya, salah satunya di bidang pariwisatanya.
Lalu, bagaimana dengan sebuah museum di Ryogoku, yang bersebrlahan de gan Stasiun Ryogoku, distrik tempat Michelle anakku, menuntut ilmu?
Museum Edo-Tokyo (    Edo Tky Hakubutsukan) adalah museum sejarah Tokyo selama periode Edo (sekarang disebut Tokyo). Didirikan pada tahun 1993. Fitur utama dari pameran permanen adalah replika Nihonbashi (jembatan Jepang) sesuai skala yang sebenarnya dan model skala kota dan bangunan dari periode Edo, Meiji dan Shwa. Museum ini berdekatan dengan Rygoku Kokugikan. Museum ini dirancang oleh Kiyonori Kikutake, seorang arsitek Jepang. Bentuk bangunan museum yang khas ditinggikan dimodelkan setelah sebuah gudang tua bergaya "kurazukuri".(Wikipedia).
Pintu gerbang utama nya merupakan konsep Tokyo jaman dahulu, dengan 'rawa-rawa', dan dinding2nya di hiasi cerita di jaman itu. Dan seiringnya Tokyo mulai membuka jalur perdagangan internasional nya, diorama nya bercerita tentang kehidupan Tokyo masa itu, lengkap dengan bangunan2, kapal2nya serta orang2nya. Edukasi ini dipresentasikan dalam bahasa Inggris, walau petugas2nya tidak bisa berbahasa Inggris.
Diperlihatkan juga tentang perkembangan Tokyo dari waktu kewaktu, ke arah timur (Chiba) dan utara (Saitama), ke barat (Yokohama), serta reklamasi ke Teluk Tokyo (Haneda dan Odaiba).
Museum dibagi dalam beberapa zona. Replika jembatan Nihonbashi, dengan ukuran yang sebenarnya membuat kita benar2 merasa di jaman itu, bukan di dalam museum.
Kehidupan masyarakat dalam prsentasi diorama yang detail
 Begitu juga di zona tentang kebudayaan2 Jepang, dengan baju2 perang tentara2 Jepang di jaman Edo, yang sebenarmya. Materialnya benar2 nyata dari besi, dan ukurannya yang sebenarnya, benar2 kita bisa melihat dan merasakan bagaimana mereka dijaman itu, untuk memperluas Jepang.
Zona yang berikutnya, tentang budaya 'Kabuki', yaitu hiburan bagi keluarga kerajaan dan para bangsawan dimasa itu. Juga perkembangan gedung2 bersejarah sampai jaman Olimpiade tahun 1964, kesemuanya dipresentasikan dengan baik, ditambah dengan petugas2 yang dengan ramah bersiap sedia jika ada pertanyaan2 dari wisatawan yang ada disana.
***
Tokyo Metropolitan Edo-Tokyo Museum, dibuka pada bulan Maret 1993 sebagai ruang untuk merenungkan sejarah dan budaya Edo-Tokyo dan membayangkan kota dan kehidupan masa depan. Bertempat di sebuah bangunan unik yang di desain cantik ini, museum ini menjadi landmark dan daya tarik wisata populer di Tokyo sejak dibuka.
Suasana lobby serta lingkungan Museum Edo dan artwork2 nya. Cantik!
Harga tiket hanya 600 dan difasilitasi dengan "universal design", yaitu desain yang semua orang bisa menikmatinya, termasuk aku sebagai bagian dari kaum disabilitas dunia. Ursi roda mendapat tempat yang sangat dihormati, bahkan ketika aku mau membeli tiket masuk, dengagn Dennis di belakangku, bahkan seorang manajernya langsung mendekatiku.
Tidak semua museum memperbolehkan untuk mengabadikan foto. Tetapi di Museum Edo, ada di beberapa spot, boleh mengambil foto. Jika dalam keterangannya, mengapa ada spot2 yang tidak bodeh difoto, karena lampu blitz nya bisa merusak material yang memang sudah puluhan tahun bahkan ratusan tahun yang lalu.
Dia mengatakan, dengan bahasa isyarat tentunya (dia tidak bisa berbahasa Inggris), bahwa aku dan Dennis tidak perlu membeli tiket masuk, dengan memberikan tiket masuk GRATIS, bagi disabilitas (dan pengantarnya) ......
Fasilitas2 yang mumpuni bagi pemakai kursi roda serta kaum disabilitas yang lainnya, membuat aku merasa kenyamanan2 yang luar biasa. Tempat duduk yang selalu disediakan bagi orang tua, pemakai tongkat atau ibu2 hamil. Ruang istirahat untuk mereka dan pastiya toilet2 disabilitas yang nyaman,
Sebuah pernghormatan yang luar biasa, yang aku terima dari Museum Edo .....
Catatan :
Selama 8 tahun ini, semenjak sebagai inssan pasca stroke dan berada di atas kursi roda, aku sudah pergi ke beberapa Negara, dan hamper semua obyek wisatanya, membebaskan dari segala macam pembayaran, karena sebagai bagian dari kaum disabilitas, ternyata sangat dihormati, di semua Negara .....
Begitu kita menuju Museum Edo ini dari pintu utama bagian barat (karena museum ini juga membuka dari pintu timur), kita sudah disibukkan dengan berfoto2 karena bangunan utama nya yang cantik, karya salah satu arsitek Jepang, Kiyonori Kikutake.
       Presentasi atau promosi di jalanan tentang Museum Edo, tetap di desain yang cantik, dan gambarnya diganti dalam beberapa periodik sekali
 Konsep dan desain proporsional nya yang keren, sebelum masuk museum nya pun sudah membuat kita terpana. Dan bangunan yang hanya 5 lantai tetapi menjulang tinggi karena konsep "kemegahan" nya itu terlihat dari kereta. Jika kita tahu tentang ini, kita sudah tahu bahwa kereta kita sudah hampir sampai Ryogoku. Museum Edo, memang "penanda" Ryogoku ......
Pedestriannya yang luas, sudah terlihat berbeda, jauh sebelum memasuki area nuseum. Permukaan pedestrian dilapisi keramik yang di desain sedemikuan rupa, menghasilkan pola2 artistik, melambangkan kemodernan Jepang dalam ketradisiohalannya.
Kecanggihan teknologi dalam museum ini, membuat aku 'baper'. Hampir di setiap diorama nya, kita bisa belajar banyak. Lewat video dan audio nya, serta presentasinya dan selalu disediakan buku2 sejarah tentang cerita pada diorama itu, pengunjung museum seakan tidak mau lepas dengan kisah sejarahnya. Seorang pengunjung, bisa menghabiskan waktu sekitar 15 sampai 20 menit untuk menikmati 1 diorama. Dan luar biasanya lagi, masing2 pengunjung antri dengan disiplin jika mau menikmati diorama tersebut .....
***
Buatku sendiri, wisata museum justru membuat aku semakin mengenal tentang sebuah kota dan negara, beserta semua kehidupannya. Aku tidak memasuki semua museum2 yang ada di sebuah kota atau Negara, tetapi dari satu atau dua museum yang aku pilih untuk kukunjungi, tidak menutup kemungkinan aku berusaha untuk terus mengunjungi museum, karena aku merasakan banyak sekali manfaat, untuk hobi dan riset2ku.
Museum Edo ini, adalah salah satu yang pertama di Jepang yang aku kungjungi, karena berdekatan dengan Museum SUMO serta Meseum Musashi, di Ryogoku, distrik tempat anakku menuntut ilmu di Jepang ......
Dan penghormatan Museum ini dengan banyak cara bagi aku, akan terus terpatri untukku, sebagai bagian dari kaum disabilitas dunia.
Sebelumnya :
Sepeda Jengki yang "Kekinian" sebagai Moda Transportasi di Jepang
"Jalan Tikus" Ryogoku di Sisi Stasiun
Menikmati Kehidupan di Ryogoku
"Ryogoku", Dunia Pesumo Sejati Jepang
Travelling di Jepang adalah 70% Kereta
Dari Kinshicho ke Funahabashi Hoten
Mencoba Berbagai Moda Transportasi Keliling Tokyo
Sendirian, Keliling Tokyo Hanya dengan Kursi Roda 'Ajaibku'
Funabashi, "Kota Belanja" untuk Turis yang Tidak Siap dengan Harga Mahal Jepang
Bukan Sekedar Berkuda di Funabashi Hoten
"Aku Ingin Tinggal di Rumah Nobita, yang Ada Doraemon", dan [Hampir] Menjadi Kenyataan
"Negeri Impian" Funabashi HotenÂ
Sekali Lagi, Mengapa Funabashi Hoten?
'Funabashi-Hoten', Kota Kecil Awal Sebuah Kemandirian
Denyut Kehidupan di Nishi Funabashi sebagai "Kota Transit"
Awal Perjuangan untuk Menaklukan Jepang di Nishi Funabashi
'Nishi Funabashi', Sebuah Kota Kecil Tempat Hatiku Berlabuh
Sebuah Negara dari 'Antah Berantah' dengan Bahasa dan Tulisan Cacingnya, Duniaku yang Baru .....
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI