Bicara tentang transportasi di Jepang, aku harus memikirkan cara, aman dan kenyamanannya. Karena aku sebagai pemakai kursi roda, dan aku akan kesulitan jika aku harus bolak-balik bergerak. Serta, aku tidak bisa berkomunikasi dengan masyarakat lokal, tentu aku harus memilih transportasi apa yang terbaik untukku.
Beberapa cara untuk bergerak adalah:
Berjalan kaki atau di atas kursi roda
Tentu yang paling nyaman dan aman untukku. Tidak harus berkomunikasi, tidak harus bingung untuk membaca tulisan-tulisan kanjinya, hanya mengiukti 'google map', aku akan sampai dan baik-baik saja. Masalahnya adalah, dengan berjalan kaki/di atas kursi roda, tentu jaraknya sangat terbatas.
Dari apartemen Michelle untuk ke stasiun saja, harus memakan waktu 30 menit, bagaimana kalau aku mau ke Tokyo? Tidak akan mungkin berjalan kaki atau diatas kursi roda, bahkan seajaibpn kursi rodaku. Aku harus naik taxi, bus atau kereta, bukan?
Di Tokyo, jarak selalu lebih besar dari perkiraan kita. Jika di peta stasiun kereta tampaknya dekat satu sama lain, masih membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 30 menit untuk berjalan kaki dari Shibuya ke Harajuku dan lebih dari 2 jam dari Shibuya ke Ginza. Apalagi jika dari Funabashi Hoten kesana, hihihi..
Mungkin, beberapa lingkungan seperti Aoyama atau Yanaka cukup bagus untuk berjalan-jalan dan area besar seperti Ginza. Dan Akihabara diubah menjadi zona pejalan kaki pada hari Minggu. Tapi tidak semua daerah dirancang demikian.
Dengan bersepeda
Hahaha... tidak akan bisa melakukannya, bukan? Tetapi aku hanya ingin memberikan gambaran bahwa untuk keliling Tokyo pun kita mamp bersepeda, jika dana terbatas.
Bersepeda merupakan salah satu sarana transportasi yang bersifat ekologis dan natural. Lebih cepat daripada berjalan, kebanyakan Tokyo muda menggunakannya, tapi hati-hati dengan peraturan lalu lintas! Menurut hukum, sepeda seharusnya naik di jalan dengan mobil, tapi tidak adanya jalur jalur khusus untuk sepeda, membuat jalannya menjadi sulit dan berbahaya. Di trotoar memang adalah yang terbaik, tetapi harus berhati-hati berbagi tempat dengan pejalan kaki.
Masalah lain, Tokyo bukanlah kota yang datar, bersiaplah untuk mendaki beberapa bukit terjal, terutama di sisi barat kota. Berbagai daerah, menawarkan penyewaan sepeda setiap hari atau kunjungan ke kota dengan sepeda (Tokyo Great Cycling Tour). Kita juga bisa meminjam sepeda di Yurakucho's Muji untuk berkeliling Ginza atau Marunouchi.
Dengan taxi
Dengan taxi? Waaa.. Jepang adalah 'negara mahal', dan naik taxi adalah hanya untuk 'orang kaya', juga untuk warga Jepang sendiri. Ditambal lagi, jia aku nekad naik taxi pun, kasihan yang mengangkat kursi rodaku, karena kursi rdaku beratnya sekitar 46 kg!
Jadi, taxi adalah alternative yang terakhir jia memang 'emergency'. Tetapi ini ada sedikit ulasan tentang taxi di Jepang, yang memang bisa menjadi alternative tranportasi, walau tidak direkomendasi.
Di Tokyo, tidak seperti banyak kota di Asia, taksi adalah alat transportasi praktis namun cukup mahal jika Anda melakukan perjalanan jauh.
Tarif dasar untuk 1.052 km pertama adalah 410 yen (dikali sekitar 123 Rupiah), maka akan dikenakan biaya 80 yen setiap 237 meter. Mahal banget, beberapa kali lipat dengan taxi di Jakarta, dan hati-hati, tarif malam mulai jam 11 malam. Karena tarifnya bisa berlipat ganda.
Namun, taksi sangat banyak dan kita tidak akan kesulitan menemukannya. Jumlah maksimal orang yang bisa naik adalah 4. Dan tidak semua taksi menerima kartu kredit, jadi kita harus memastikan dahulu sebelum kita membuka pintu taxi.
Catatan :
Jangan membuka atau menutup pintu taksi, karena otomatis langsung mengaktifkan argo!
Mengingat kompleksitas jalanan terutama di Tokyo, sebagian besar taksi kini dilengkapi dengan GPS. Tapi karena kebanyakan mereka tidak bisa berbahasa Inggris, mungkin ada baiknya menyiapkan catatan dengan tujuan yang tertulis di dalamnya. Untuk memesan taksi berbahasa Inggris, hubungi Nihon Kotsu.
Jika taxi yang di kota (ada titik-titiknya), mereka tidak bisa berbahasa Inggris, walau mereka berusaha untuk membantu kita.
Dengan bus
Bus adalah salah satu trasportasi andalan juga. Untukku pun cukup nyaman, apalagi supir bus selalu siap untuk membantu, dengan membuka ramp untuk kursi rodaku bisa naik dan turun bus, dan memastikan aku nyaman berada di dalam bus. Tetapi bus cukup terkendala untukku, karena jika sudah keluar dari bus, aku akan bisa tersesat juga.
Stop di halte bus, belum berarti aku aman dan nyaman, karena mungkin aku harus menyeberang jalan untuk mencapai tujuan. Atau juga karena papan dan map penunjuk jalan di halte minim bahasa Inggris, aku akan cukup kesulitan. Walau bus juga alternative transportasi untukku.
Meski wisatawan cenderung lebih memilih kereta, bus ini sering menjadi alternatif yang baik untuk kereta, namun sulit untuk menemukan jalan di sekitar lingkungan yang tidak diketahui dan menemukan bus yang tepat untuk digunakan. Itu adalah kendala untuk turis, termasuk untukku.
Ongkosnya 210 yen, harus dibayarkan saat memasuki bus. Termasuk murah, walau sangat mahal bagi Indonesia. Perusahaan bus utama adalah Toei (Tokyo Metropolitan ), dan perusahaan swasta lainnya seperti Odakyu atau Keio. Bus Toei juga menawarkan bus wisata untuk keliling Tokyo.
Dengan kereta
Nah, ini memang alternatif terbaik untuk. Selain lebih murah dari bus (tergantung jaraknya), petugas stasiun siap membantuku untuk membawa 'mobile ramp' untuk naik dan turun kereta, dan dijempit di stasiun tujuan. Dan mereka akan memandu jalanku untuk ganti kereta, jika dibutuhkan.
Walau mereka pun tidak mampu berbahasa Inggris, aku selalu meminta Michelle untuk menuliskan dalam huruf Kanji, jika aku mau ke sebuah tempat, dan mereka benar-benar membantuku.
Apapun yang dikatakan orang, kereta adalah cara paling efisien untuk berkeliling Tokyo. Kereta api tepat waktu, dan merupakan cara tercepat untuk pergi dari satu sisi ke kota yang lain. Di Tokyo dapat menemukan jalur JR= Japan Railways (pemerintah) dan jalur swasta.
Jalur JR Chuo-Sobu yang melintasi Tokyo dari Timur ke Barat, Monorail Tokyo yang mengelilingi teluk dan menuju Bandara Haneda.
Dengan kereta subway
Kereta di Jepang, terutama di Tokyo, ada beberapa jenis jalurnya. Diatas tanah, monorail dengan tiang-tinggi serta dibawah tanah atau subway. Untukku, paling nyaman adalah diatas tanah karena stasiunnya jelas dan langsung kita bisa masuk kesana.
Monorail hanya ada di beberapa itik Tokyo saja, salah satnya di Odaiba. Dan Subway, memang juga merangkum keliling Tokyo sampai ke kota-kota lain, tetapi untukku agak ribet. Karena untuk turun ke bawah tanah, aku merasa susah mencari liftnya, karena liftnya selalu terletak di antara bangunan, dan tanda-tandanya kurang jelas.
Mungkin jelas jika kita sudah biasa membaca huruf kanji. Tetapi menjadi tidak jelas jika kita turis. Kadang jika memakai 'google map', titik lift ada disini, tetapi tidak terlihat. Ternyata lift nya ada di sisi restoran kecil. Jadi, aku ssering kesasar dan susah untuk menemukannya.
Tetapi pun jalur subway harus aku gunakan jika aku mau ke Asakusa, tempat restoran Ramen Ichiran Michelle bekerja. Dari apartemen Michelle me Asakusa, melewati kereta atas tanah ke Asakusha-Bashi, lalu berganti lewat jalur subway ke Asakusa.
Metro tidak berada di dalam ring Yamanote, tapi juga meluas ke luar kota dan memiliki hubungan langsung dengan jalur kereta swasta untuk mengurai kemacetan lalu lintas, terutama di stasiun utama Yamanote.
Jenis transportasi lainnya
Di beberapa bagian kota, kita bisa menemukan becak Jepang, 'Jinrikisha'. Tentu saja, jauh dari sarana transportasi yang sesungguhnya, ini lebih merupakan daya tarik untuk mengingatkan kita pada zaman Edo. Lingkungan yang paling terkenal untuk naik Jinrikisha adalah Asakusa, juga di Yanaka.
Cara lain yang santai untuk melihat kota ini ada di salah satu kapal pesiar kecil atau 'Suijo Buses'.Mereka akan membawa kita dari Asakusa ke Odaiba, di Sungai Sumida, mengelilingi Shinagawa atau Tokyo Big Sight.
***
Nah... tinggal dipilih saja, mau menggunakan transportasi yang mana? Kereta masih merupakan alternative terbaik dan bus adalah yang kedua. Tetapi jenis transpotrasi yang terakhir (ferry, atau becak Jepang), adalah hanya sekedar berwisata saja.
Sebelumnya :
- Sendirian, Keliling Tokyo Hanya dengan Kursi Roda 'Ajaibku'
- Funabashi, "Kota Belanja" untuk Turis yang Tidak Siap dengan Harga Mahal Jepang
- Funabashi, Konsep Kota IdealÂ
- Beranjak ke Kota Funabashi
- Bukan Sekedar Berkuda di Funabashi Hoten
- "Aku Ingin Tinggal di Rumah Nobita, yang Ada Doraemon", dan [Hampir] Menjadi Kenyataan
- "Negeri Impian" Funabashi HotenÂ
- Sekali Lagi, Mengapa Funabashi Hoten?
- 'Funabashi-Hoten', Kota Kecil Awal Sebuah Kemandirian
- Denyut Kehidupan di Nishi Funabashi sebagai "Kota Transit"
- Awal Perjuangan untuk Menaklukan Jepang di Nishi Funabashi
- 'Nishi Funabashi', Sebuah Kota Kecil Tempat Hatiku Berlabuh
- Mengapa Chiba?
- Sebuah Negara dari 'Antah Berantah' dengan Bahasa dan Tulisan Cacingnya, Duniaku yang Baru .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H