Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mencoba Berbagai Moda Transportasi Keliling Tokyo

29 Januari 2018   15:44 Diperbarui: 30 Januari 2018   03:48 2115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bicara tentang transportasi di Jepang, aku harus memikirkan cara, aman dan kenyamanannya. Karena aku sebagai pemakai kursi roda, dan aku akan kesulitan jika aku harus bolak-balik bergerak. Serta, aku tidak bisa berkomunikasi dengan masyarakat lokal, tentu aku harus memilih transportasi apa yang terbaik untukku.

Beberapa cara untuk bergerak adalah:

Berjalan kaki atau di atas kursi roda

Tentu yang paling nyaman dan aman untukku. Tidak harus berkomunikasi, tidak harus bingung untuk membaca tulisan-tulisan kanjinya, hanya mengiukti 'google map', aku akan sampai dan baik-baik saja. Masalahnya adalah, dengan berjalan kaki/di atas kursi roda, tentu jaraknya sangat terbatas.

Dari apartemen Michelle untuk ke stasiun saja, harus memakan waktu 30 menit, bagaimana kalau aku mau ke Tokyo? Tidak akan mungkin berjalan kaki atau diatas kursi roda, bahkan seajaibpn kursi rodaku. Aku harus naik taxi, bus atau kereta, bukan?

Di Tokyo, jarak selalu lebih besar dari perkiraan kita. Jika di peta stasiun kereta tampaknya dekat satu sama lain, masih membutuhkan waktu sekitar 20 sampai 30 menit untuk berjalan kaki dari Shibuya ke Harajuku dan lebih dari 2 jam dari Shibuya ke Ginza. Apalagi jika dari Funabashi Hoten kesana, hihihi..

Dokumen pribadi. Aku dengan kursi roda ajaibku, melintasi batas viral dunia, ditengah2 salah satu penyeberangan terpadat di dunia dengan pejalan kaki 'Hachiko Square Shibuya'
Dokumen pribadi. Aku dengan kursi roda ajaibku, melintasi batas viral dunia, ditengah2 salah satu penyeberangan terpadat di dunia dengan pejalan kaki 'Hachiko Square Shibuya'
Selain itu, Tokyo tidak dirancang untuk pejalan kaki. Jalan-jalan utama tidak baik untuk berjalan-jalan, atau jalan-jalan kecil akan membuat Anda tersesat dalam sekejap mata.

Mungkin, beberapa lingkungan seperti Aoyama atau Yanaka cukup bagus untuk berjalan-jalan dan area besar seperti Ginza. Dan Akihabara diubah menjadi zona pejalan kaki pada hari Minggu. Tapi tidak semua daerah dirancang demikian.

Dengan bersepeda

Hahaha... tidak akan bisa melakukannya, bukan? Tetapi aku hanya ingin memberikan gambaran bahwa untuk keliling Tokyo pun kita mamp bersepeda, jika dana terbatas.

Bersepeda merupakan salah satu sarana transportasi yang bersifat ekologis dan natural. Lebih cepat daripada berjalan, kebanyakan Tokyo muda menggunakannya, tapi hati-hati dengan peraturan lalu lintas! Menurut hukum, sepeda seharusnya naik di jalan dengan mobil, tapi tidak adanya jalur jalur khusus untuk sepeda, membuat jalannya menjadi sulit dan berbahaya. Di trotoar memang adalah yang terbaik, tetapi harus berhati-hati berbagi tempat dengan pejalan kaki.

Masalah lain, Tokyo bukanlah kota yang datar, bersiaplah untuk mendaki beberapa bukit terjal, terutama di sisi barat kota. Berbagai daerah, menawarkan penyewaan sepeda setiap hari atau kunjungan ke kota dengan sepeda (Tokyo Great Cycling Tour). Kita juga bisa meminjam sepeda di Yurakucho's Muji untuk berkeliling Ginza atau Marunouchi.

Dengan taxi

Dengan taxi? Waaa.. Jepang adalah 'negara mahal', dan naik taxi adalah hanya untuk 'orang kaya', juga untuk warga Jepang sendiri. Ditambal lagi, jia aku nekad naik taxi pun, kasihan yang mengangkat kursi rodaku, karena kursi rdaku beratnya sekitar 46 kg!

Jadi, taxi adalah alternative yang terakhir jia memang 'emergency'. Tetapi ini ada sedikit ulasan tentang taxi di Jepang, yang memang bisa menjadi alternative tranportasi, walau tidak direkomendasi.

Di Tokyo, tidak seperti banyak kota di Asia, taksi adalah alat transportasi praktis namun cukup mahal jika Anda melakukan perjalanan jauh.

Tarif dasar untuk 1.052 km pertama adalah 410 yen (dikali sekitar 123 Rupiah), maka akan dikenakan biaya 80 yen setiap 237 meter. Mahal banget, beberapa kali lipat dengan taxi di Jakarta, dan hati-hati, tarif malam mulai jam 11 malam. Karena tarifnya bisa berlipat ganda.

Namun, taksi sangat banyak dan kita tidak akan kesulitan menemukannya. Jumlah maksimal orang yang bisa naik adalah 4. Dan tidak semua taksi menerima kartu kredit, jadi kita harus memastikan dahulu sebelum kita membuka pintu taxi.

Catatan :

Jangan membuka atau menutup pintu taksi, karena otomatis langsung mengaktifkan argo!

Mengingat kompleksitas jalanan terutama di Tokyo, sebagian besar taksi kini dilengkapi dengan GPS. Tapi karena kebanyakan mereka tidak bisa berbahasa Inggris, mungkin ada baiknya menyiapkan catatan dengan tujuan yang tertulis di dalamnya. Untuk memesan taksi berbahasa Inggris, hubungi Nihon Kotsu.

Jika taxi yang di kota (ada titik-titiknya), mereka tidak bisa berbahasa Inggris, walau mereka berusaha untuk membantu kita.

Dengan bus

Bus adalah salah satu trasportasi andalan juga. Untukku pun cukup nyaman, apalagi supir bus selalu siap untuk membantu, dengan membuka ramp untuk kursi rodaku bisa naik dan turun bus, dan memastikan aku nyaman berada di dalam bus. Tetapi bus cukup terkendala untukku, karena jika sudah keluar dari bus, aku akan bisa tersesat juga.

Stop di halte bus, belum berarti aku aman dan nyaman, karena mungkin aku harus menyeberang jalan untuk mencapai tujuan. Atau juga karena papan dan map penunjuk jalan di halte minim bahasa Inggris, aku akan cukup kesulitan. Walau bus juga alternative transportasi untukku.

Meski wisatawan cenderung lebih memilih kereta, bus ini sering menjadi alternatif yang baik untuk kereta, namun sulit untuk menemukan jalan di sekitar lingkungan yang tidak diketahui dan menemukan bus yang tepat untuk digunakan. Itu adalah kendala untuk turis, termasuk untukku.

Dokumentasi pribadi. Supir bus pun siap membantu untuk membawa 'mobile ramp' untuk naik dan turun bus di Jepang
Dokumentasi pribadi. Supir bus pun siap membantu untuk membawa 'mobile ramp' untuk naik dan turun bus di Jepang
Jika arahnya terlihat terlalu sulit, jangan ragu untuk bertanya kepada supir bus, karena mereka biasanya sangat banyak informasi daa jangan lupa, bahwa supir bus pun tidak semua bisa berbahasa Inggris. Jika bisa pun, minim perbendaharaan, katanya.

Ongkosnya 210 yen, harus dibayarkan saat memasuki bus. Termasuk murah, walau sangat mahal bagi Indonesia. Perusahaan bus utama adalah Toei (Tokyo Metropolitan ), dan perusahaan swasta lainnya seperti Odakyu atau Keio. Bus Toei juga menawarkan bus wisata untuk keliling Tokyo.

Dengan kereta

Nah, ini memang alternatif terbaik untuk. Selain lebih murah dari bus (tergantung jaraknya), petugas stasiun siap membantuku untuk membawa 'mobile ramp' untuk naik dan turun kereta, dan dijempit di stasiun tujuan. Dan mereka akan memandu jalanku untuk ganti kereta, jika dibutuhkan.

Walau mereka pun tidak mampu berbahasa Inggris, aku selalu meminta Michelle untuk menuliskan dalam huruf Kanji, jika aku mau ke sebuah tempat, dan mereka benar-benar membantuku.

Apapun yang dikatakan orang, kereta adalah cara paling efisien untuk berkeliling Tokyo. Kereta api tepat waktu, dan merupakan cara tercepat untuk pergi dari satu sisi ke kota yang lain. Di Tokyo dapat menemukan jalur JR= Japan Railways (pemerintah) dan jalur swasta.

Dokumentasi pribadi. Sebagai disabled, petugas stasiun sangat membantu dengan membawakan 'mobile ramp' untuk naik dan turun kereta, antar jemput di semua stasiun
Dokumentasi pribadi. Sebagai disabled, petugas stasiun sangat membantu dengan membawakan 'mobile ramp' untuk naik dan turun kereta, antar jemput di semua stasiun
Jalur JR Yamanote melingkar mengelilingi Tokyo dan melayani sebagian besar stasiun besar. Jalur pribadi berangkat dari stasiun tersebut. Jika kita memiliki Japan Rail Pass Anda dapat melakukan perjalanan secara gratis ke jalur Yamanote.

Jalur JR Chuo-Sobu yang melintasi Tokyo dari Timur ke Barat, Monorail Tokyo yang mengelilingi teluk dan menuju Bandara Haneda.

Dengan kereta subway

Kereta di Jepang, terutama di Tokyo, ada beberapa jenis jalurnya. Diatas tanah, monorail dengan tiang-tinggi serta dibawah tanah atau subway. Untukku, paling nyaman adalah diatas tanah karena stasiunnya jelas dan langsung kita bisa masuk kesana.

Monorail hanya ada di beberapa itik Tokyo saja, salah satnya di Odaiba. Dan Subway, memang juga merangkum keliling Tokyo sampai ke kota-kota lain, tetapi untukku agak ribet. Karena untuk turun ke bawah tanah, aku merasa susah mencari liftnya, karena liftnya selalu terletak di antara bangunan, dan tanda-tandanya kurang jelas.

Mungkin jelas jika kita sudah biasa membaca huruf kanji. Tetapi menjadi tidak jelas jika kita turis. Kadang jika memakai 'google map', titik lift ada disini, tetapi tidak terlihat. Ternyata lift nya ada di sisi restoran kecil. Jadi, aku ssering kesasar dan susah untuk menemukannya.

Tetapi pun jalur subway harus aku gunakan jika aku mau ke Asakusa, tempat restoran Ramen Ichiran Michelle bekerja. Dari apartemen Michelle me Asakusa, melewati kereta atas tanah ke Asakusha-Bashi, lalu berganti lewat jalur subway ke Asakusa.

Dokumentasi pribadi. Aku di dalam kereta bawah tanah menuju Asakusa dari Asakusa-Bashi
Dokumentasi pribadi. Aku di dalam kereta bawah tanah menuju Asakusa dari Asakusa-Bashi
Tokyo Metro dirancang dengan sangat baik. Sangat bersih dan para pelancong tidak pernah menunggu lama di peron. Dua perusahaan kereta bawah tanah (subway) berbagi lalu lintas, Metro Tokyo dan jalur Toei, dengan tarif yang sedikit berbeda.

Metro tidak berada di dalam ring Yamanote, tapi juga meluas ke luar kota dan memiliki hubungan langsung dengan jalur kereta swasta untuk mengurai kemacetan lalu lintas, terutama di stasiun utama Yamanote.

Jenis transportasi lainnya

Di beberapa bagian kota, kita bisa menemukan becak Jepang, 'Jinrikisha'. Tentu saja, jauh dari sarana transportasi yang sesungguhnya, ini lebih merupakan daya tarik untuk mengingatkan kita pada zaman Edo. Lingkungan yang paling terkenal untuk naik Jinrikisha adalah Asakusa, juga di Yanaka.

Cara lain yang santai untuk melihat kota ini ada di salah satu kapal pesiar kecil atau 'Suijo Buses'.Mereka akan membawa kita dari Asakusa ke Odaiba, di Sungai Sumida, mengelilingi Shinagawa atau Tokyo Big Sight.

***

Nah... tinggal dipilih saja, mau menggunakan transportasi yang mana? Kereta masih merupakan alternative terbaik dan bus adalah yang kedua. Tetapi jenis transpotrasi yang terakhir (ferry, atau becak Jepang), adalah hanya sekedar berwisata saja.

Sebelumnya :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun