By Christie Damayanti
Traveling ke luar negeri memang impian semua orang sejak dulu. Keliling dunia adalah impianku sejak kecil. Terinspirasi papa yang juga ingin anak2nya 'go internasional', beliau sudah sempat mengajakku dan adik2ku untuk berlibur ke tanah impian, ke banyak negara, sebelum aku mandiri dan bisa mendapatkan uang sendiri.. Dan puji Tuhan, itu juga berlaku untukku, membawa anak2ku traveling ke tanah impian mereka, dengan uang gajiku sendiri.
Sebelum terserang stroke, mudah bagiku untuk melakukannya. Tubuh yang sempurna, tinggal aku menabung sesuai dengan kemampuanku. Dan semua tercapai.
Tetapi ketika keberadaanku sebagai insan pasca stroke lumpuh 1/2 tubuh kanan, kadang membuat orang2 disekitarku mengolok2an ku bahkan mencibirku dengan kata2 yang menyakitkan. Tidak tahu dirilah, tidak sayang dengan tubuh sendiri lah, sok mau mengambil hak orang sehatlah atau kata2 yang lebih menyakitkan lagi. Seorang cacat yang tidak tahu diri dan menyusahkan orang lain, tapi ingin traveling keliling dunia ..... lebay!
Tetapi kata2 itu justru menjadi cambuk untukku. Bahwa semua orang itu punya mimpi yang sama, baik yang sehat dan kuat, juga orang2 disabled dan yang sakit. Bedanya adalah, masing2 akan menyesuaikan dengan kemampuan dirinya, berusaha untuk mencapainya lewat apa yang masing2 bisa lakukan. Semua orang berhak menggantungkan mimpinya setinggi langit, mengejarnya dan meraihnya, asal mereka semua langsung "bangun". Karena jika tidak bangun untuk berusaha meraihnya, impiannya hanta sekedar impian2 belaka .....
Walau aku cacat, pertama yang aku lakukan untuk mengjar ketertinggalanku adalah mencoba dan berusaha lagi untuk terbang tinggi dan melanjutkan mimpiku mengajak anak2ku keliling dunia. Dan negara pertamaku setelah terserang stroke untuk latihan fisikku, dengan memakasi kursi roda, aku membawa seluruh keluargaku, orang tua dan anak2ku, ke Singapore, Agustus tahun 2012.
Lihat tulisanku Ternyata, Anak-Anakku Bisa Mengurus Kami Sebagai 'Disabled Persons'.....
Sukses dengan itu, traveling ke Singapore diatas kursi roda, aku mulai percaya diri lebih tinggi lagi. Melatih fisikku dan otakku serta meladih dri untuk berkomunikasi dengan Tuhan ku. Sebagai IPS, sebenarnya akan sangat bermasalah jika aku terbang tinggi dan dalam waktu yang lama. Jadi, aku memamg mencoba dahulu dengan Singapore karena dekat dan terbang sedang, dibawah 10.000 kaki.
Tahun 2013, papa dipanggil Tuhan, yang membuat aku semakin melecut diri, bahwa aku harus bisa mengejar ketinggalanku untuk mengantar anak2ku ke masa depan yang lebih baik. Bekerja keras dan menabung untuk keliling Eropa, dan itu terjadi bulan Agustus tahun 2014, setelah menabung agak lama. Karena 1 bukan di Eropa dengan keterbatasan2ku yang aku miliki, tidak bisa sembarangan.
Kontrol dan diskusi dengan dokter2 sampai menentukan akomodasi yang ramah disabled, pun aku tekuni sampai tentang transportasinya. Karena aku diatas kursi roda manual, dan membawa 3 koper besar serta 3 koper cabin, kasihan anakku2 harus membawa dan mendorong kursi rodaku. Sehingga aku putuskan untuk naik pesawat antar negara atau kota, yang seharusnya bisa dengan kereta atau bus. Â
Ya, itulah pengorbananku. Dengan biaya yang lebih mahal, aku harus menabung untuk impianku bersama anak2ku keliling Eropa .....