Funabashi Hoten, "kota kecamatan" yang 'ndeso', tetapi sangat nyaman untuk bertempat tinggal .....
By Christie Damayanti
Kota Nishi Funabashi itu sudah dianggap kota kecil dan todak semua orang pernah mendengar nama itu. Lalu, mengapa justru Michelle mau pindah ke "kota kecamatan", kota yang lebih kecil lagi, kota yang "ndeso?"
Di artikel sebelumnya tentang alasan Michelle pindah sudah jelas. Dia harus pindah karena teman2nya tidak jadi sekolah disana karena visa belajar tidak keluar, entah mengapa. Sehingga, jika tidak mau pindah Michelle harus membayar sewa apartemen lebih mahal karena tempat temannya harus dibayar Michelle, bukan? Dua kali lipat menjadi sekitar 8000 per-orang .....
Tetapi, mengapa mau cari ke arah yang lebih "ndeso?"
Ya ... karena di Nishi Funabashi, walau pindah di apartemen yang lebih kecil, harga sewanya masih tinggi. Sehingga dia memutuskan mencari tempat yang lebih "ndeso". Tetapi ternyata pilihannya sama sekali tidak salah .....
***
Funabashi Hoten
***
Sebuah "kota kecamatan", beda 1 stasiun dari Nishi Funabashi. Koyanya memang kecil. Bahkan stasiunnya hanya 1 pintu keluar dan fasilitas toko nya hanya ada Family Mart saja. Tidak sebanding dengan kota Nishi Funabashi sebagai "kota transit", yang juga sudah dianggap sebagai sebuah kota kecil.
Fasilitas di sekitar stasiun sebenarnya cukup lengkap. Ada minimart beberapa, ada supermarket. Ada drugstore, trmpat menjual kebutuhan consumer-good. Ada bank dan banyak parkir sepeda. Walau skalanya lebih kecil dari skala Nishi Funabashi, tinggal di Funabashi Hoten juga cukup nyaman.
Â
***
Masalahnya adalah .....
Karena Michelle mencari apartemen yang levih murah tetapi nyaman, akhirnya dibantu oleh agen property, dia mendapatkan tempat yang luar biasa! Sepi, nyaman dan indah! Serta seiring dengan mimpinya, yaitu "tinggal di rumah Nobita, karena ada Doraemon". Dan lingkungannya adalah rumah2 kecil, mungil dan asri, seperti lingkungan tempat tinggal tokoh kartun, Nobita .....
***
Betapa bahagianya dia, walaupun dia harus semakin "kerja keras", karena apartemennya sejauh sekitar 35 menit sampai 45 menit berjalan kaki. Jika mau berlari mengejar jadwal kereta, dia bisa berlari lumayan cepat hanya 10 menit sampai 15 menit!
Dari apartemen Michelle kearah simpang lima, dengan jalan kaki santai mungkin bisa sekitar 15 menit sampai 20 menit, Dan dari simpang lima menuju stasiun antara 20 menit sampai 25 menit. Jadi total sekitar 35 menit sampai  45 menit.
Â
Foto diatas, yang pertama di areal pemukiman yang luar biasa nyaman. Dan foto kedua, di areal fasilitas menuju stasiun, pun terlihat dan memang benar2 nyama, walau jalannya lebih kecil dan rumah2nya terlalu mepet dari jalanan.
***
Dan itu dia kerjakan untuk sebuah mimpi sejak di TK. Hidup dan tinggal di Jepang, sebuah negeri "antah berantah" (untukku), dengan tulisan cacingnya ..... puji Tuhan, Michelle bahagia dengan keberadaannya. Kerja kerasnya untuk belajar dan bekerja, serta mendanai hidup nya sendiri, dengan Berkat Tuhan! Dia mampu menyewa apartemennya ssendiri dengan biaya sekitar 4500 Yen pre-bulan belum termasuk listrik, air dan gas .....
Jadi, mengapa Funabashi Hoten?
Karena Funabashi Hoten dipilih Tuhan untuk Michelle, yang sementara ini sedang bergumul bersama Tuhan, meraih impiannya serta belajar untuk hidup mandiri full, tanpa bantuan siapapun karena teman2 dan agennya yang mengurus Michelle sejak dari Jakarta sampai sekarang, masih tinggal di Nishi Funabashi .....
***
Funabashi Hoten, adalah sebuah "kota kecamatan", kecil, tetapi indah dan nyaman. Mengapa indah? Dan mengapa nyaman?
Karena ini adalah kota yang "ndeso". Pemandangan sekelilingnya adalah perumahan, bukan apartemen tinggi. Bahkan apartemen Michelle hanya 2 lantai dan hanya 6 kamar. Aku sebenarnya lebih menyebutnya sebagai "town-house". Tetapi kata Michelle, disana tetap menyebutnya dengan "apartemen".
Lalu, antara rumah2 mungil itu, pasti terdapat taman bermain atau taman parkir. Dengan pepohonan dan bunga2. Sepi, karena jarang ada suara movil atau teriakan2. Bahkan metika aku disana, diatas kursi roda elektrikku tanpa Michelle karena dia menjalankan rutinitas hidupnya, aku bisa beeteriak2 melepas bajagia, berfoto selfie dan berada di tengah jalan, karena tidak pernah tampak seorang pun!
Aku tidak harus malu bergaya bagaimana pun. Karena memang, jika ada orang pun, mereka akan cuek bebek, tapi waktu itu pun memang tidak ada orang. Ada sih ... ibu2 muda bawa bayinya naik sepeda, dan bayinya diletakkan di keranjang yang ada didepannya, dan memakai sabuk pengaman. Atau ibu2 tua belanja dengan sepeda. Atau pemuda berjalan2 dengan anjingnya. Mungkin terligat beberapa pelajar bergegas ke sekolah dengan sepeda .....
***
Nyaman sekali! Beruntung, ketika aku kesana adalah musim dingin sampai 2 derajat Celsius, tetapi cuaca cerah dan sinar matahari ceria menaungi bumi Jepang. Sehingga kenyamanan ini terus merasuki hatiku, seperti ketika aku berada di Purwokerto, di desa Bobosan, tempat eyang almarhum dari ibu, bertempat tinggal. Sama persis tentang kenyamanannya, walau berbeda suasananya .....
Funabashi Hoten, sebuah kota "ndeso", yang hanya menampilkan sebuah resto Yoshinoya saja, dan 1 ata2 cafe saja. Lingkungannya benar2 nyaman tanpa mendatangkan kehebogan sebuah kota untuk bertempat tinggal bagi yang benar2 untuk beristirahat.
Dan Funabashi Hoten, mampu menyelimuti hatiku dengan kebahagiaan dan ketenangan yang hakiki, dan kota ini sedang membawa Michelle meraih awal dari impiannya untuk hidup dn tinggal di Jepang .....
Â
Sebelumnya :
'Funabashi-Hoten', Kota Kecil Awal Sebuah Kemandirian
Denyut Kehidupan di Nishi Funabashi sebagai "Kota Transit"
Awal Perjuangan untuk Menaklukan Jepang di Nishi Funabashi
'Nishi Funabashi', Sebuah Kota Kecil Tempat Hatiku Berlabuh
Sebuah Negara dari 'Antah Berantah' dengan Bahasa dan Tulisan Cacingnya, Duniaku yang Baru .....Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H