By Christie Damayanti
Kota kecil yang 'ndeso', Funabashi-Hoten, di Cihab, awal sebuah kemandirian untuk Michelle
Sebelumya :
'Nishi FunaBashi', Sebuah Kota Kecil Tempat Hatiku Berlabuh
Masih ingaat cerita michelle yang tinggal di sebuah kota kecil Nishi Funabashi? Ya ... kota kecil ini yang membawa hatiku ikut tinggal disana, karena merupakan kota awal tempat malaikat kecilku tinggal .....
Tetapi dalam prosesnya ketika Michelle datang pada bulan April 2017 lalu dengan 1 orang teman perempuannya dan tinggal di unit apartemen yang sebenarnya untuk 4 orang, dan 2 orang teman perempunnya tidak jadi datang pada bulan Oktober 2017 karwna visa belajarnya ditolak, akhirnya Michelle dan sahabatnya Cintya harus pindah apartemen jika tidak mau membayar dobel untuk setiap bulannya. Dan akhirnya Michelle pun berpisah dengagn Cintya roommate nya.
Cintya mwmilih untuk tinggal dengan seniornya di apatrmene yang sama tetapi berbeda unit dan lantainya, sedangkan Michelle memilih keluar dari apartemen itu, dan mencari tempat tinggal yang baru. Dan itu sangat tidak mudah!
Bisa dibayangkan, betapa galaunya aku, ketika beberapa hari lagi Michelle harus sudah menemukan apartemen baru, pada bulan Oktober akhir 2017. Jangankan di jepang, negeri seberang yang jauh dari Indonesia tempat aku tinggal, mencari tempat tinggal yang murah, aman dan nyaman di Jakarta pun tidak mudah! Apalagi harus tidak terlalu jauh dari kampusnya atau tempat bekerjanya.
Sebagai mamanya, pikiranku sangat terfokus untuk membantu dia, tetapi apa yang bisa aku lakukan? Paling2 aku hanya bisa mendukungnya lewat WA dengan nya dan pastinya berdoa untuk kelancaran usahanya mencari tempat tinggal baru.
Berhari2 Michelle dibantu oleh gen yang membawanya ke Jepang dan guru BP nya yang sangat care dengan anak2 didiknya dari luar negeri, akhirnya Michelle menemukan tempat tinggal baru, setelah belasan kali dia memasuki apartemen2 yang dia inginkan. Masalahnya adalah tentag harganya!
Karena Michelle ingin ssendiri, sehingga harga sewa nya tentunya harus sendiri. Sewanya sih tidak terlalu mahal, sekitar 41.000 Yen/bulan  (yang lama sekitar 32.000 Yen/ bulan). Yang berat adalah jaminannya yang di Jepang tidak akan dikembalikan! Jaminannya cukup besar sekitar 125.000 Yen sekali bayar. Sekitar 15 juta. ( Supaya gampang 1 Yen = 120 Rp)
Tetapi karena memang harus pindah, ya memang harus dibayar karena besoknya dia harus sudah pindah dari apartemen itu, pada tanggal 31 Oktober 2017. Dan sebagai mamanya, aku memang harus memenuhi kewajibanku untuk membantunya dengan full pembayaran sampai selesai.
Sebuah  'force majeur' karena teman2nya tidak bisa ke Jepang karena visa belajarnya ditolak pemerintah Jepang, mau diapakan? Berserah penuh pada Rencna Tuhan lah yang membuat hatiku sangat damai setelah berjuang melawan kegalauanku ......
Dana yang harus kukaluarkan untuk pindahan Michelle dengan 2 bulan pertama harus terlunasi, cukup banyak. Ditambah dengan kepindahannya, dana yang keluar sekitar 250.000 Yen untuk sebuah "kesalahan" yang tidak bisa diatasi. Human error?
Tetai semuanya menjadi lebih mudah, ketika Michelle sudah benar2 tinggal di rumah barunya, beda 1 stasiun dari apartemennya yang lama di Nishi Funabashi. Dan baru aku mengerti, betapa Rencana Tuhan itu sangatlah luar biasa untuk kehidupan anakku, malaikat kecilku, Michelle bagi masa depannya ......
Funabashi-Hoten
Beda 1 stasiun dari Nishi Funabashi, bukan sekedar beda1 stasiun saja. Terlihat memang dekat, tetapi dimana lokasi apartemen Michelle?
***
Jika waktu di Nishi Funbashi, apartemennya terlihat dari stasiun kereta, berjalan hanya 5 menit saja, tetapi tidak dengan apartemen barunya di Funabashihoten. Apartemennya cukup jauh dari stasiun. Melewati 'kota'nya, lalu menysuri 'pedesaan di lingkungan rumah2 mungil dan asri, sesuai dengan mimpi masa kecilnya, untuk tinggal di "rumahnya Nobita dan Doramon" ......
***
Kemarin aku ke Jpang lagi, dan tinggal di apartemen barunya di Funabashihoten. Jika pake kursi roda dengan 'jalan santai', menghabiskan waktu 45 menit ke stasiun kereta. Tetapi jika Michelle berlari mengejar waktu kereta, akan bisa 20 menit lho! Mungkin bisa 15 menit jika berlari sprint, hihihi .....
Artinya, bahwa Michelle harus bangunlebih pagi dan puang lebih larut malam untuk tiba di rumahnya. Dan itu tidak mudah, apalagi di musim dingin, yang derajatnya bisa sampai 0 derajat walau belum ada salju. Ditambah lagi, ketika Michelle pulang bekerja dan capek, tetapi masih harus berjalan kaki pulang ke rumahnya.
Ah ..... tidak mengapa! Terlihat Michelle memang capek tetapi tatapan matanya bersinar2 bahagia karena mimpinya berhasil dia raih, untuk tinggal di Jepang .....
***
Funabashihoten Chiba, tempat 'ndeso', jika dibandingkan dengan Tokyo, sebuah ibukota metropolitan. Posisinya sekitar 30 menit perjalanan kereta dengan berganti kereta 2 kali. Pertama dari Funabashihoten harus ke Nishi Funabashi dulu, lalu pindah kereta dalam line yang sama, JR Line (Japan Railways), untuk ketempat2 atau distrik2 di Tokyo. Dan akan berganti lagi jika tujuannya adalah distrik2 padat semacam Shibuya, Shinjuku, Harajuku atau Ginza.
***
Dari stasiun Funabashihoten untuk ke kampusnya Michelle di Ryogoku, harus 2x pindah kereta seperti yang kujelaskan di atas. Begitu juga dari apartemennya ke tempat bekerjanya di Hotel Disneyland. Dari Funabashihoten ke Nishi Funabashi sampai ke Shin-Urayasu dan berpindah naik bus ke Hotel Disneyland.
Kalau ketempat kerjanya yang lain di Resto Ramen Ichiran, Michelle harus berpindah 3 kali kereta. Pertama dari Funabashihoten ke Nishi Funabashi. Lalu berpindah ke Asakusabashi. Ini dalam JR Line. Setelah itu, dia harus keluar stasiun untuk masuk ke Asakusa Line, jalur kereta yang lain, naik kereta bawah tanah (subway) untuk sampai ke Asakusa.
Antara stasiun JR Line dan Asakusa Line, berbeda sekitar beberapa kilometer, menyeberang beberapa perempatan dan turun ke subway, kereta bawah tanah. Dan keluar stasiun, berjalan lagi sampai Resto Ramen Ichiran.
Lihat ..... betapa besar perjuangannya untuk Michelle bertahan hidup (walau aku masih ada sebagai mamanya, dan siap untuk mendanai hidupnya). Dari seorang Michelle yang manja dan tidak pernah tahu sebuah kehidupan, karena semuanya bisa terpenuhi, sampai menjadi seorang Michelle yang tegar, tangguh, dan kemandirian serta kedewasaannya terus terasah, sampai seorang Michelle yang mampu membiayai hidupnya sendiri, dalam apartemen pribadinya, serta membayar sekolahnya sesuai dengan keinginannya ......
Dan cerita kehidupan Michelle di Funabashihoten, pasti akan mengawali sebuah perjalanan hidupnya sesuai dengan impiannya dan berusaha mengasah kepekaannya untuk tahu bagaimana rencana hidupnya sesuai dengan Rencana Tuhan ......
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H