By Christie Damayanti
Tulisan-tulisanku tentang disabilitas ini, memang merupakan titik awal babak baru untuk memulai kepedulian masyarakat umum tentang sebuah kehidupan inklusi, bersama dengan teman-teman penyandang disabilitas, di ruang public yang bebas diskriminasi. Bahkan pemerintah pun sudah 'terpanggil' untuk memberikan fasilitas dan aksesibilitas bagi semua warga negara, termasuk penyandang disabilitas.
Sejak beberapa tahun lalu, terutama pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/2006, tanggal 1 Desember 2006, member banyak informasi dan mengharuskan bahwa ruang-ruang publik harus bisa memberikan akses yang baik bagi setiap warga negara.
Lingkupnya merupakan ruang public terbuka hijau, pedestrian, bangunan gedung public dan lingkunganya termasuk parkir, pedestrian dan tamannya. Bangunan gedung pun harus termasuk interiornya, bisa diakses dengan baik, tanpa diskriminasi.
Lalu, jenis-jenis bangunan gedung seperti apa yang (minimal) yang harus sepakat mempunyai aksesibilitas yang mumpuni?
Sebenarnya menurutku adalah SEMUANYA, TANPA KECUALI!
Tetapi, baiklah. Jika sudah ada ketentuan yang disepakati, minimal ruang publik dan bangunan-bangunan tersebut bisa diakses bagi seluruh warga negara.
Ada bangunan yang berfungsi hunian, seperti rumah pribadi (pastinya!), rumah susun/ apartemen, asrama, hotel, hostel, bahkan panti asuhan apa lagi panti jompo.
Ada juga bangunan yang berfungsi keagamaan, seperti gereja, masjid, kelenteng, pura, vihara dan bangunan-bangunan keagamaan yang lainnya.
Apalagi bangunan-bangunan yang diperuntukan sebagai ruang publik, seperti mal, pertokoan, perkantoran, bank, dan bangunan-bangunan pelayanan umum, seperti rumah sakit, perpustakaan, bioskop, auditorium, hall, gedung kesenian, pertahanan dan keamanan, dan sebagainya. Tidak terkecuali restoran, terminal, bandara, stasiun dan sebagainya.
Juga gedung-gedung pemerintah, apalagi, merupakan sebuah bangunan umum yang pada dasarnya merupakan "tempat rakyat", yang seharusnya siap menerima kedatangan rakyat, tanpa kecuali.