Jembatan penyeberangan antar stasiun Trans Jakarta, atau pun hanya sekedar jembatan peyeberangan saja seperti foto di atas ini, sebenarnya adakah 'seseorang' yang berminat untuk menyambanginya?
Sekarang, tentang "route aksesibel", Â bagi kaum disabilitas.
- Apakah ada yang pernah tahu atau pernah membayangkan, betapa sengsaranya warga Jakarta ntuk keluar dari stasiun Trans Jakarta, menyeberang ke sisi luar?
- Dan apakah ada yang tahu atatu pernah membayangkan, juga untuk warga Jakarta yang harus berpindah dari stasiun Trans Jakarta satu, ke stasiun Trans Jakarta yang lain, dengagn naik turun, atau pun lewat ramp, dengan standard lorong2 jembatan yang sempit (hanya sekitar 80-90 cm, berdesakkan dengan warga lain, dengan permukaan lantai materian 'checker-plate', yang sudah banyak yang keropos tetapi tidak diperbaiki?
Coba, 2 pertanyaan diatas itu saja. Tidak banyak pertanyaan....
Sepertinya menurutku tidak banyak orang yang (sebenarnya) mau melakukan itu, tetapi apa mau dikata? Pada kenyataannya, warga kota yang pas2an memang harus melakukannya karena kebutuhan untuk memakai fasilitas Trans Jakarta.
Lalu, bagaimana dengan warga kota sebagai kaum disabilitas? Jangan berpikir, kaum disabilitas yang benar2 "cacat" saja ya! Kaum lanjut usia (lansia) dan anak2 pun termasuk 'kaum disabilitas', karena lansia susah untuk bergerak, dan memakai tongkat, sedangkan anak2 belum mampu sebagai warga dewasa.
Dengan fasilitas jembatan seperti ini, yang hampir 100% dimensinya tidak standard, dan juga memakai material yang tidak terlalu tahan cuaca (baja, chaecker-plate) serta sudah berkarat, serta pemasangannya tidak sesuai dengan standard perkotaaan, ditambah lagi pengendara sepeda motor yang tidak peduli, menambah runyam dan ruwet nya jembatan ini.
 Jika warga kota yang kuat dan sehat saja kewalahan dengan ini, bagaimana kota ini mampu menjadi kota 'ramah disabilitas?'
Tidak usah kita melihat yang muluk2. Jika kita melihat perbandingan bus Trans Jakarta di foto diatas ini, apa yang dapat disimpulkan tentang jembatan penyeberangan ini?
Dalam perbandingan ini, dengan proposional yang memang tidak terlalu akurat, tinggi tiang beton peyangga jalan layang ini, mungkin bisa sampai 20 -- 30 meter. Yang artinya, untuk warga kota yang sehat dan kuat saja, sebenarnya malas untuk naik turun jembatan ini, guna memakai fasilitas Trans Jakarta!Â
Benar demikian?
Seseorang warga kota yang sehat dan kuat dalam masa bekerja terbaik (antara umur 25 tahun sampai 40 tahun ), energinya memang luar biasa. Tetapi ketika mereka harus bangun pagi mengejar fasilitas bus untuk ke kantor, juga pulang ke rumah pada sore atau malam hari, dengan fasilitas seadanya serta jauhnya naik-turun tangga2, SETIAP HARI, bisakah dibayangkan?
Standard manusia dewasa untuk naik turun jembatan dengagn tangga2 terjal setinggi foto diatas setiap hari, apakah harus demikian?
Dan berhubungagn dengan kaum disabilitas, BAGAIMANA MEREKA MAMPU UNTUK MEMAKAI FASILITAS TRANS JAKARTA dengan keadaan yang seperti ini?
Ada seorang teman disabilitas pemakai Trans Jakarta berkata,
"Mba Christie, ada koq ramp nya untuk naik turun jembatan penyeberangan".
Ok, tetapi dia pun berkata bahwa tidak semua stasiun Trans Jakarta memberikan aksesibilitas ke jembatannya tidak di semua stasiun. Lalu aku tanya,
"Bagaimana jika memang kamu harus ke stasiun itu?"
Jawabanya sederhana,
"Ya sudah. Aku tidak kesana dan aku harus mencari stasiun yang akses dengan ramp"
Hmmmmmm ...... kasihan mereka .....
***
"Rute aksesibel" inilah yang harus dicermati bagi pemerintah kota. Jika warga sehat dan kuat saja cukup sengsara, bagaimana kaum disabilitas yang juga mempunyai hak yang sama?
Ketika kota Jakarta sudah harus mulai memikirkan sebuah kota metropolitan dunia dan 'ramah disabilitas', bukan hanya sekedar pembangunan secara fisik bagi warga kota yang kuat dan sehat saja. Tetapi pemerintah kota harus juga memikirkan detail2 bagi semua warga kota, termasuk kaum disabilitas.
Lalu, bagaimana caranya untuk bisa Jakarta mampu membangun jembatan penyeberangan dengan 'rute aksesibel' yang aman dan nyaman?
Keadaan foto2 diatas, tentulah harus diatasi dengan teknologi. Memang mahal, tetapi ketika kita mencari uang, tentulah kita ingin memiliki fasilitas2 dari uang yang kita hasilkan, bukan? Pajak dari kita yang sudah berpenghasilan, tentu ingin kita mempunyai fasilitas yang memadahi. Semisal,
1. Adanya lift untuk fasilitas jembatan penyeberangan seperti ini. Lift ini benar2 akan membantu bagi kaum disabilitas. Karena jika dengan ramp yang mengular tinggi, kaum disabilitas pemakai kuri roda pun akan sangat kesulitan mengyuh kursi rodanya. Berat sekali, karena aku merasakanya!
Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tetapi ini adalah salah satu alterntif bagi kaum disabilitas dan sebagian warga kota. Walau pasti semua ini belum juga bisa teratasi, SEBELUM KITA SEMUA PUNYA KEPEDULIAN BAGI SESAMA.
Karena, yang aku tahu dan aku amati, warga kota sekarang ini sangat 'beringas' untuk melakukan vandalism, dengan maksud2 tertentu. Sering kali, aturan dan larangan yang dibuat oleh pemerintah, justru dilanggar. Semakin atura dibuat, semakin dlanggar. Itu benar2 aku alami!
Aku yakin, Jakarta mempunyai banyak orang2 pandai dan mengerti tentang urban planner serta city planning. Pasti banyak alternative yang bisa dilakukan untuk memfasilitasi warga Jakarta lebih aman dan nyaman.
Aksesilibitas serta "rute aksesibel" bagi disabilitas pun merupakan hal yang utama, karena mereka juga punya hak yang sama. Sehingga, jika kta semua mempunyai kepedulian yang sama, 'rute aksesibel' ini sedikit banyak akan bisa teratasi.
Mungkin tidak atau belum seluruhnya, tetapi perlahan kota kita akan mampun untuk memenuhi standarad ibukota metropolitan dunia yang 'amah disabilitas' .....
Sebelumnya :
- Aksesibilitas Bagi Disabilitas di Ruang Publik Luar Bangunan
- Pedestrian untuk Disabilitas tanpa Diskriminasi
- 'Pedestrian Baru' Jakarta, Hasilnya Apa?
- Dunia Ramah Disabilitas
- Konsep 'Universal Design' Secara Internasional bagi Disabilitas
- Dasar untuk Membangun "Kota Ramah Disabilitas"
- Kami Belajar dengan Cara "Berbeda", Tidak Lebih Baik, Tidak Juga Lebih Buruk .....
- Menyesuaikan Tempat Kerja, Bukan Berarti Perombakan Besar-Besaran
- 'Pergumulan' Penyandang Disabilitas
- 'Tampilan Bahasa' di Dunia Inklusi
- Tersenyum dan Tertawalah Kepada Kami, untuk BerinteraksiÂ
- Pekerja Disabilitas : Hak Mereka Sama, Mimpi Mereka pun Sama .....
- 'Analisa Pekerjaan' bagi Pekerja Disabilitas, Perlukah?
- Bagaimana Cara Mempekerjakan Penyandang Disabilitas?
- Akses Kaum Disabilitas untuk Bekerja
- "Beban Negara"kah, Kaum Disabilitas?
- Kisah Seorang Gadis Tuna RunguÂ
- "Zona Nyaman" Bagi Disabilitas di Lingkungan Pribadi
- "Dibalik Kelemahan Kami, Adalah Kekuatan Kami" [Dunia Disabilitas]
- Penyakit 'Multiple Sclerosis' yang Meremukkan Seorang Sahabatku, Semakin Memburuk .....
- Keterbatasan Mereka Justru adalah Kekuatan Mereka
- Sekali Lagi, "Mereka Ada" : Catatan dari Rawinala
- 'Mereka' adalah Inspirasi yang Terpendam .....
- "Mereka Ada ......"
- Penyandang 'Pasca Stroke' Diminta Pensiun Dini? Sedih .....
- Kaum Disabled Jangan Manja, Karena Kepedulian Itu Masih Lama!
Oda itu Adalah Sahabatku
'Hidup di Jakarta itu Serasa Dalam Hutan, Siapa yang Kuat Dialah yang Menang!'
Terpuruk? Apalagi Sebagai Insan Pasca Stroke, Sangatlah Manusiawi!
Untukmu Indonesiaku, dari Aku 'Ordinary Disabled Woman coz of Stroke' .....
Cacat? Disabilitas? Mimpi Kita Semua Sama, koq!
Tolong Pedulikan Kami: Adakah yang Tahu dan Peduli dengan 'Toilet Disabled?'
'Peduli Disabilitas' : Dunia Berharga Penuh Makna
Sebuah Catatan dari Kaum Disabled
Di Sebuah Kota yang Ramah bagi Warga 'Disabled', seperti Aku .....
Sudahkah Kita Menjamin Aksesibilitas bagi Warga 'Disabled' di Indonesia ?
Warga 'Disabled' Sebagai Asset dan Masa Depan Bangsa : Sebuah Perenungan Diri
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H