Mari kita bicara tentang penyesuaian tempat kerja bagi penyandang disabilitas. Atau pekerja isabilitas di perkantoran. Tempat bekerja, di kantor2 umum, yang lingkungannya adalah masyarakat umum, pekerja non-disabilitas.
Mungkin banyak orang berpikir bagaimana menciptakan tempat kerja yang sesuai bagi pekerja disabilitas. Apalagi si empunya perusahhan, pasti terpikir tentang perombakan besar2an, jika mau merekrut pekerja2 disabilitas.
Tetapi itu ternyata tidak benar!
Apapun dan bagaimanapun, tidak hanya sekedar merombak atau merenovasi besar2an bagi perusahaan yang mau merekrut pekerja disabilitas. Mengakomodasi tempat kerja dari beberapa jenis disabilitas itu, bukan berarti perubahan secara fisik. Mungkin iya, jika benar2 tidak memungkinkan bagi pekerja disabilitas.
Misalnya,
Jika gedung berlantai 4, pun secara peraturan gedung2 bertingkat apalagi bangunan untuk umum, gedung bertingkat 4 harus memakai lift. Jika pekerja non-disabilitas pun kewalahan untuk naik turun 4 lantai, bagaimana pekerja disabilitas?
Yang jelas, patokannya begini :
Jika pekerja non-disabilitas merasa tingkat kenyamanan secara fisik di tempat kerja, kurang nyaman, berarti pekerja disabilitas akan merasakan yang sama, bahkan lebih merassakannya lagi.
Jadi, ketika kita sebagai pekerja non-disabilitas merasa nyaman di tempat bekerja, sebenarnya tingkat kenyamanan bagi pekerja disabilitas, pun sama. Yang membedakannya adalah, dengan keterbatasan yang ada bagi pekerja disabilitas,‘effort’ mereka jauh lebih besar dan ketika pekerja disabilitas itu bekerja dengan lebih keras karena keterbatasannya, berarti prestasi para pekerja disabilitas itu melebihi prestasi bagi pekerja non-disabilitas …..
Mengakomodasi kenyamanan tempat kerja, bisa berarti banyak hal. Misalnya saja tentangjam kerja nya. Atau cara kerja nya, yang mungkin tidak harus datang setiap hari di tempat kerja. Atau juga bagaimana mengkomunikasi kannyadengan mitra2 kerja yang notebebe adalah pekerja2 non-disabilitas.
Kenyamanan di tempat kerja pun bisa dengan memberikan tempat terbaik bagi pekerja disabilitas, di dekat pintu keluar, misalnya. Atau di lantai dasar supaya tidak harus naik tangga atau lift. Atau fasilitas2 tempat berpegangan di toilet2 kantor, lantai yang tidak licin atau keramik2 untuk arah berjalan bagi disabilitas netra yang memakai tongkat.
Ini tidak melulu perombakan besar2 bagi perusahaan, bukan? Memang, mungkin harus sedikit diubah, tetapi tidak banyak, dan tidak mahal.
Tentang jam kerja, misalnya.
Mungkin, pekerja disabilitas bisa memanfaatkannya dengan bekerja di rumah, tetapi tetap mempunyai tearget2 tertentu dalam pekerjaannya. Jika targetnya 1 bulan untuk menyelesaikannya, mungkin tiap 1 munggu, pekerja disabilitas bisa datang 1 atau 2 kali untuk mengasistensikan kepada masing2 atasan.
Jika pekerja disabilitas untuk penerima telpon, misaknya, memang harus datang setiap hari, tetapi tempatnya disesuaikan. Jika tugasnya adalah tele-marketing misalnya, bisa bekerja di rumah saja, asal ada laporannya, dan target2 yang harus diselesaikan.
Perusahaan memang harus mengakomodir para calon pekerja disabilitas. Dengan standard2 peraturan yang berlaku, mungkin minimal bisa membuat calon pekerja disabilitas nyaman, ditambah jika si empunya perusahaan benar2 peduli dengagn menambah fasilitas2 yang lebih bagi calon perja disabilitas.
Pada kenyataannya, para pekerja disabilitas di Jakarta, yang sudah atau tetap bekerja di perkantoran2 besar, seperti aku, pun merasa sangat nyaman.
Contoh aku sebagai bagia dari penyandang disabilitas, yang bekerja di sebuah perusahaan besar, karena memang aku sudah bekerja di perusahaan ini lebih dari 10 tahun.
Pekerjaanku memang berubah. Dari sebagai arsitek yang bekerja di lapangan, tetantu tidak bisa lagi dengan keterbatasan2ku sebagai seseorang yang lumpu ½ tubuh sebelah kanan.
Sehingga akhirnya, atasan2ku memberikan tugasku dengan apa yang aku bisa. Dan mereka benar2 memberikan keleluasaan kepadaku untuk mencapai target2 pekerjaanku dengan baik. Disesuaikan dengan kebisaanku.
Perusahaan tempat aku bekerja pun, memberikan keleluasaan padaku untuk bisa control ke dokter di waktu2 tertentu. Jika tiba2 aku harus tidak masuk kerja karena tiba2 saja kepalaku mendadak sakit sekali misalnya, pun tempat aku bekerja sangat memahaminya.
Akomodasi tempat aku bekerja pun sangat nyaman. Dari mobil aku turun, karena sudah biasa selama 7,5 tahun ini, security2 sangat peduli dengan ku dengagn membantu menunutunku sampai saat aku bisa berjalan sendiri. Semuanya akan nyaman, walau kadang2 denan penuhnya para perja non-disabilitas yang datang dan pergi, kadang aku sangat kesusahan untuk berjalan …..
Tetapi sebagai pekerja disabilitas, aku sangat tahu bahwa inilah yang maksimal diysahakan bagi perusahaan. Dengan fasilitas2 yang baik, walau pun karena aku bekerja di perusahaan umum, inilah yang aku bisa dapatkan.
Tidak mungkin jika perusahaan membuatkan semua fasilitas2 yang aku butuhkan 100%? Tidak adil bukan, bagi pekerja non-disabilitas?
Jika aku mau tetap bekerja di perusahaan umum, dengan keterbatasan2 yang ada dariku sebagai pekerja disabilitas, dan dari perusahaan tempat aku bekerja, dengan asling perngertia dan saling menghargai, selama 7,5 tahun ini, semuanya baik2 saja ……
Diskriminasi memang selalu ada. Tidak mungkin kan, jika kita hidup semuanya baik2 saja?
Yang jelas, aku tidak pernah mau peduli dengan diskriminasi dari orang2 yang memang yang tidak care dengan lingkungannya, asalkan aku tidak mengganggu mereka, bukan?
***
Bekerja, apalagi untuk penyandang disabilitas, merupakan bagian dari hidup. Kita bekerja adalah yang utama untuk mencari uang, untuk penghidupan. Dan bekerja harus dilakukan, apapun dan bagaimana pun bentuknya.
Dengagn keterbatasan2 yang ada, bekerja tetap bisa menghasilkan karya. Dengan kemampuan2 serta diskriminasi yang selalu mengikuti kita, khususnya bagi penyandang disabilitas, pun kita harus bisa berkarya, untuk sebuah tujuan mulia.
Tetapi, sejauh mana hak dan kewajiban kita sebagai warga negara, itu tergantung bagi masing2 manusia. Baik sebagai masyarakat umum, atau sebagai penyan dang dsabilitas.
Yang pentung, lakukanlah yang terbaik bagi, minimal untuk diri sendiri, untuk keluarga, lingkungan, bahkan untuk negara yang pada akhirnya yang utama adalah untuk memuliakan Nama Tuhan ……
Sebelumnya :
‘Pergumulan’ Penyandang Disabilitas
‘Tampilan Bahasa’ di Dunia Inklusi
Tersenyum dan Tertawalah Kepada Kami, untuk Berinteraksi
Pekerja Disabilitas : Hak Mereka Sama, Mimpi Mereka pun Sama …..
‘Analisa Pekerjaan’ bagi Pekerja Disabilitas, Perlukah?
Bagaimana Cara Mempekerjakan Penyandang Disabilitas?
Akses Kaum Disabilitas untuk Bekerja
“Beban Negara”kah, Kaum Disabilitas?
Kisah Seorang Gadis Tuna Rungu
“Zona Nyaman” Bagi Disabilitas di Lingkungan Pribadi
“Dibalik Kelemahan Kami, Adalah Kekuatan Kami” [Dunia Disabilitas]
Penyakit ‘Multiple Sclerosis’ yang Meremukkan Seorang Sahabatku, Semakin Memburuk …..
Keterbatasan Mereka Justru adalah Kekuatan Mereka
Sekali Lagi, “Mereka Ada” : Catatan dari Rawinala
‘Mereka’ adalah Inspirasi yang Terpendam …..
Penyandang ‘Pasca Stroke’ Diminta Pensiun Dini? Sedih …..
Kaum Disabled Jangan Manja, Karena Kepedulian Itu Masih Lama!
Oda itu Adalah Sahabatku
‘Hidup di Jakarta itu Serasa Dalam Hutan, Siapa yang Kuat Dialah yang Menang!’
Terpuruk? Apalagi Sebagai Insan Pasca Stroke, Sangatlah Manusiawi!
Bersaksi untuk Indonesia, dari Aku ‘Ordinary Disabled Woman coz of Stroke’
Untukmu Indonesiaku, dari Aku ‘Ordinary Disabled Woman coz of Stroke’ …..
Cacat? Disabilitas? Mimpi Kita Semua Sama, koq!
Tolong Pedulikan Kami: Adakah yang Tahu dan Peduli dengan ‘Toilet Disabled?’
‘Peduli Disabilitas’ : Dunia Berharga Penuh Makna
Sebuah Catatan dari Kaum Disabled
Di Sebuah Kota yang Ramah bagi Warga 'Disabled', seperti Aku .....
Sudahkah Kita Menjamin Aksesibilitas bagi Warga 'Disabled' di Indonesia ?
Warga 'Disabled' Sebagai Asset dan Masa Depan Bangsa : Sebuah Perenungan Diri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H