Aku pernah mengajak beliau 2x bersaksi lewat RPK 96,3 FM, dimana aku sebagai nara sumber utama pada Program Weekend spirit sejak tahun 2013. Dan aku mengenal beliau sebagai orang yang tetap semangat untuk masa depannya, walau terserang stroke, sama seperti aku. Beliau senang menulis puisi, dan sering di posting di lembar Facebooknya …..
Pak Juna juga pernah datang ke acara launching buku dan pameranku tentang Jakarta, di Balai Agung Balaikota DKI Jakarta, tanggal 23 Juli 2016 lalu.
Pertama kali bertemu, aku melihat pak juna memang seperti aku sebagai IPS, yang lumpuh separuh tubuh. Memakai tongkat, denga
Awalnya, kami berdiskusi banyak tentang stroke dan beliau banyak bertanya tentang stroke ku. Sampai pada akhirnya, ada seorang keluarga pak Juna untuk memberikan bantuan terapi otak, lewat seorang dokter terkenal, ‘penyembuh’ stroke.
Tetapi pada saat itu juga, beliau baru tahu bahwa dirinya terdiagnosis salah, sebagai insane pasca stroke!
Koq bisa?
Itu yang ada dibenakku kemarin, ketia beliau menghubungiku. Pak Juna memang agak tertutup, sehingga ketika beliau tahu salah diagnosis, beliau tidak memberitahukan ku. Kupikir beliau menjadi lebih baik, setelah beberapa kali terapi otak. Sampai kemarin, beliau menghubungiku.
Pak Juna banyak bercerita tentang penurunan fungsi2 organ tubuhnya. Terutama pengelihatannya. Bahkan ketika pertama kali aku bertemu, beliau memakai kacamata hitam. Dan ternyata memang penglihatannya semakin menurun ……
Belum dengan berjalannya, yang menurut beliau juga semakin susah, bahkan beberapa saat ini beliau harus hanya bisa berbaring saja di tempat tidurnya ……
Sungguh, bagai guntur disiang hari kemarin! Ketika aku sedang marah dan sedih karena cemooh, dan mendengar berita ini, hatiku sangat pilu. Membayangkan pak Juna hanya berbaring saja, membuat aku tergerak untuk mencari tahu tentang penyakit ini, dan ingin menuliskannya untuk sebuah inspirasi …..
Aku pun tidak bisa menghakimi mengapa salah diagnose, tetapi dokter pun seorang manusia. Aku hanya berpesan dengagn teman2 pembaca. Cobalah untuk melakukan tindakan ‘pertahanan’ diri, dengagn mencari ‘second opinion’, ke dokter2 yang lain.