By Christie Damayanti
Lepas dari diskusi, sharing dan segala kegiatan dala RUMAH EMAK, kemarin, aku sungguh dibuat tersepona dengan prosesi makan siang nya. Namanya juga perempuan. Walau aku tidak banyak bergaul dengan yang namanya perempuan (malum, aku memang bekas seorang ‘preman proyek’, yang dari ujung atas sampai ujung bawah, lingkunganku adalah laki-laki), aku sadar di RUMAH EMAK ini nanti suguhannya adalah karya peempuan2 disana.
Benarlah …..
Sejak awal, mba Melly Kiong sudah sedikit bercerita tentang kegiatan mereka setiap minggu. Mereka akan membawa ‘pot-luck’, membawa makanan masing2 dan digabungka menjadi satu, nantinya akan dimakan bersama. Itu sangat wajar …..
Jadi, siapa bilang, jika sebuah komunitas tidak akan berjalan dengan baik, jika tidak ada dana?
Siapa bilang, sebuah komunitas tidak akan bergerak jika tidak ada yang mensupply?
Untuk ku tidak! Juga tidak untuk RUMAH EMAK!
Pada kenyataannya, RUMAH EMAK tetap berjalan dengan sangat baik, bahkan semakin maju, walau tidak ada supply dana. Bahkan, untuk konsumsi di setiap kegiatanpun, perempuan2 dalam RUMAH EMAK akan berlomba untuk melayani teman2nya lewat makanan2 yang dimasaknya sendiri, atau setidaknya, bisa dibelinya sejalan dari rumahnya sampai ke markas RUMAH EMAK di Kosambi, Cengkareng.
Ketika aku masih sebagai arsitek dan bergaul dengan laki-laki saja, aku tidak berpikir jika ada meeting atau sekedar kongkow dengan mereka. Yang pasti, mereka akan mengadakan meeting atau kongkow di restoran atau café. Perempuan pun memang ada yang demikian, tetapi sebagian besar, perempuan itu mmengidap ‘penyakit akut’, yaitu ‘irit’.
Hihihi …. Itu sebabnya perempuan lebih pintar dalam mengelola keuangan keluarga dibandingkan dengan laki-laki …… eh, benar, ga?
Kemarin aku disana, ternyata teman2 baru di komunitas ini hampir semua membawa makanan yang beberapa dimasak sendiri. Ada tempe tahu di goreng atau tempe tahu di bacem. Kue2, buah, sayur rebus, bahkan beberapa sambel buatan sendiri dan beberapa jenis kerupuk.
Konsep ‘potluck’ memang ok banget! Tanpa perlu keluar uang, masing2 anggota atau yang care, akan membawa makanan2 yang dimasak sendiri atau dibeli dengan dana seadanya, tanpa berpikir banyak hal, tidak melihat makanan mahal atau murah. Semuanya untuk kebersamaan …..
***
Setelah sharing dan diskusi, jam 11 lebih mereka memulai persiapan prosesi makan siang. Kupikir, hanya sekedar diletakkan ke piring2 kosong dan langsung kami makan bersama. Tetapi ternyata tidak demikian ……
Awalnya mereka membuka lipatan2 daun pisang lebar. Pertama kali, aku bingung, prosesi makan siang seperti apa? Daun pisang itu di bersihkan sampai mengkilap. Lalu di susun 3 daun yang terbaik, sedikit bertumpuk, seperti alas piring, dan setelah itu aku baru mengerti!
Bahwa daun2 pisang itu adalah sebagai alas piring besar, dan makanan2nya disusun diatas daun pisang tersebut. Bukan disusun diatas piring2!
Hmmmm …… menarik!
Yang membawa nasi, membuka termos nasinya dan nasi2 tersebut disusun di sepanjang daun pisang tersebut dengan menghitung jumlah orang yang akan makan siang bersama, karena beberapa diantaranya arus pulang untuk menjemput buah hatinya dari sekolah.
Lalu, kami makan bersama, mengelilingi meja makan, sambil berdiri atau duduk, mengambil nasi dan lauk pauk, bersama2, bercerita, saling memuji makanan2nya dan gotong royong menghabiskan nya bersama ….. sangat nikmat, dengan tanpa sendok, mencolek2 sambal, dan kepedasan ….. hahaha ….. sungguh, RUMAH EMAK sangat menginspirasi ……
Ini yang membuat aku semakin bersyukur, ada sebuah komunitas seperti ini, yang memberikan tempat dan berkegiatan yang positif, dan justru membantu perempuan2 yang benar2 membutuhkan. Dimana juga justru RUMAH EMAK mengajarkan kedisiplinan serta tanggung jawab untuk keluarga.
Lebih baik tidak ikut makan daripada harus tidak menjemput anak2 mereka dari sekolah! Bukan banyak komunitas2 yang justru perempuan2 menjadi semakin egois untuk terus hanya bersama dengan teman2nya dan meninggalkan kewajiban2nya untuk berkumpulbersama keluarga.
Karena konsep RUMAH EMAK adalah untuk memberikan kegiatan positif bagi perempuan2, dan tidak meninggalkan kewajibannya sebagai istri dan ibu dalam keluarga …..
***
Setelah nasi disusun hampir sepanjang daun pisang besar itu, mereka menyusun berbarengan, isi dan lauk pauk nya. Ada tempe, tahu, sayur, ayam yang dipotong kecil2, gorengan2 serta kerupuk, dan sambal masih di dalam tempatnya, hanya yang suka sambal saja yang akan mengambilnya.
Dan hasilnya ?
Dan makanan2 ini penuh dengan gizi dan nutrisi, tanpa harus mengeluarkan terlalu banyak uang, untuk kesehatan fisik dan kesehatan hati’, bagi masing2 keluarga …..
***
Waaaaaa …… sangat inspiratif, bukan? Cantik sekali dan aku pun sangat terinspirasi menuliskan tentang ini, supaya perempuan2 teman2ku di media social, akan ikut terinspirasi untuk membuat ini bagi keluarganya.
Jikateman2ku sedang bermasalah dengan anak2nya atau keluarganya yang akhirnya menjauhkan mereka serta tidak bisa berkumpul bersama, bahkan di saat2 makan malam, cobalah ini.
Dengan membuat prosesi seperti ini, makan bersama dengan keluarga, yang anak2 masih kecil justru senang makan tanpa sendok, mencolek sayuran dengan kecap, menjadi kerupuk sambil berceloteh riang. Bukan kan ini salah satu “solusi” yang bisa ditawarkan untk memperbaiki keluarga?
Sekali lagi, BRAVO UNTUK MBA MELLY KIONG …..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H