Pepohonan cemara pun meliuk-lukkan tubuhnya, diterpa angin sepoi. Dan puncak memang salah satu kenangan terindah bagiku, ditemani adik-adikku dan kedua orang tuaku. Tetapi sayang sekali, puncak yang sekarang penuh dengan kemacetan dan bertabur bangunan yang tidak semestinya berada di sana. Pohon cemara pun semakin habis, digantikan oleh warung-warung berjajar di sepanjang jalan.
Perjalanan menuju Flagstaff benar-benar menyuburkan ingatanku. Tak terasa aku berdendang sendirian, sambil tak henti-hentinya tangan kiriku memotret pemandangan alam yang cantik ini.
Aku ingin membuka jendela mobil kami. Teringat, dulu papa almarhum sering meminta kami membuka jendela mobil kami, ketika perjalanan ke puncak. Katanya, udaranya sejuk dan AC pun dimatikan. Memang, dulu udara di Puncak masih sejuk. Kami melambaikan tangan sambil berdendang.
Tetapi tidak di perjalanan kami sekarang ini. Ketika aku mencoba membuka jendela, brrrrrrr …… angin dingin menerpa wajahku, dan terkeget aku langsung menutup jendela mobil kami. Hihihi ….. salah sendiri! Walau kelihatannya cuaca bagus dengan langit biru cerah dan matahari bersinar ceria, tetapi temperatur masih tetap di bawah 0 derajat!
Selain cemara tetap ada beberapa jenis pepohonan, entah apa namanya. Tetapi sebagian besar pepohonan tersebut, gundul, meninggalkan ranting-ranting yang sangat cantik, ternyata! Dan itu banyak terdapat di sepanjang perjalanan kami, menuju Flagstaff, bahkan sampai ke Los Angeles.
***
Kota Flagstaff, pertama aku dengar justru membuat aku sedikit berpikir. Mengapa namanya Flagstaff, ya? Seakan-akan ini adalah sebuah kota yang dihuni oleh pegawai pemerintahan yang sangat resmi. Ada kata ‘flag (bendera)’, dan ada kata ‘staff’. Hihihi … mungkin otakku saja yang error.
Tetapi nama kota ini sangat gampang untuk diingat, dengan keingintahuan yang besar. Sehingga aku pun googling, untuk menulis artikel ini.