Untuk mereka, awalnya mereka menenun hanya untuk keperluan pribadi keluaarga mereka. Seperti untuk jubah dan mantel menyelimuti tubuh mereka dari hawa dingin di musim dingin, atau untuk pelana kuda2 mereka. Tapi sekarang, tenun mereka semakin berkembang dan dieksport bagi kepentingan masyarakat luas, sejak akhir abad ke-19.
Konsep desain tenun mereka, sepertinya sangat kuat dengan pola2 geometrisnya. Segitiga, segiempat bahkan jajaran genjang, hampir selalu mewarnai desain2 mereka. Dan sangat kuat di benakku, konsep geometris bagi tenun NTT serta tenun Rangrang Bali, membuat aku merasa ‘dekat’ dengan Indian, sebagai penikmat warisan budaya dunia.
Foto kiri atas adalah desain geometris suku Indian dan foto kanan atasadalah desain asli dari NTT. Warna2nya sama2 mencolok, tetapi jika kita melihat dari ‘mata hati’, ada perbedaan konsep warna mereka.
Untuk warna Indian, lebih kepada warna warni pendekatan alami, tetapi tidak dengan tenun dari NTT, yang berwarna warni cerah ceria, yang memang mengeksplore warna Indonesia.
***
Suku Navajo mengembangbiakkan domba2 mereka, disebut ‘Navajo-Churro’, sepertinya menurut mereka bulu2 domba ini sangat cocok dengan iklim daerah hidup mereka. Sehingga sejak abad ke-17, mereka mulai menenun dengan material utama adalah bulu domba Navajo-Churro, tentunya dengan warna2 alami, warna coklat, hitam dan putih saja.
Tetapi sejak abad ke-19, mereka mulai menemukan konsep pewarnaan untuk desain tenun mereka semakin semarak. Tetapi warna2 yang mereka anut, tetap sesuai dengang budaya alami. Sehingga, jika mereka menenun warna hijau nya pun, bukan hiau terang. Atau warna ungu, hanya sedikit berbeda dengan warna hitam yang tidak begitu pekat.
Berbeda dengan warna2 tenun NTT, yang benar2 mengekspore warna warni cantik. Konsepnya adalah warna2 terang, sehingga jika tenun NTT memakai warna hiau atau ungu, justru warna ini harus sangat menonjol! Dan tenun NTT, justru menjadi tenun yang sangat mahal disbanding dengan tenun2 dari daerha lain di Indonesia.