By Christie Damayanti
Sebelumnya :
Ketika “Menerjang Badai” (Bagian 1) : San Francisco Diramalkan Akan Terjadi Badai Besar!
Akhirnya, petugas bandara mengumumkan kami bisa boarding, di sekitar jam 9 malam. Maju 1 jam dari jam 10. Pengumuman itu disambut tepuk tangan meriah oleh penumpng2. Tetapi tidak untuk kami sekeluarga. Aku apalagi. Aku semakin tegang untuk terbang.
Sekelebat di otakku, bayangan2 mengerikan jika pesawat kami jatuh, diterpa badai. Angin kencang dan hujan yang sangat deras, serta sedikit salju turun di San Francisco, mungkin biasa saja, ketika kami tidak harus menerjang nya dalam pesawat.
Pikiranku berputar2, membayangkan hal2 yang mengerikan yang akan (catatan : BISA) terjadi. Pesawat akan turbulensi, berputar2 karena angin, sampai pesawat tidak bisa terkendali, sampai akhirnya, pesawat akan jatuh!
Apa? APA?? PESAWATKU AKAN JATUH???
Sekelebat demi sekelebat, bayangan mengerikan itu terus muncul di kepalaku. Tanganku dingin, tubuhku pun dingin. Bukan karena memang saat itu suhu sekitar minus 2 derajat Celsius, tetapi justru dinginnya tubuhku karena ketakutan, apalagi gigilan tubuhku, gemetarnya tubuhku, menandakan sebenarnya aku benar2 dilanda kecemasan yang amat sangat!
Dan di saat2 seperti ini, kesadaranku akan logika justru meningkat! Jika aku terus menerus stress seperti ini, tensiku akan terus naik, dan walau obat selalu berada dalam tasku dan siap kuminum, tidak menutup kemungkinan aku akan terserang stroke lagi!
Jadi, otakku kembali normal, menjaga tubuhku dari serangan stroke. Aku berusaha mengalihkan piiranku kearah hal2 yang positif dan bahagia. Ya! Aku sedang bahagia, karena baru saja berwisata keliling Amerika bagia barat, bersama seluruh keluarga besarku! Ya! Aku bahagia!
Setelah itu, kami, aku dan mamaku serta Michelle dibantu petugas bandara untuk pertama yang memasuki badan pesawat, karena kami berdua (aku dan mamaku), memakai kursi roda, dimana disabled akan dilayani dengan seksama, sangat baik dan selalu nomor satu.
Pesawat UA (United Airline) yang akan membawaku ke San Francisco, penuh. Kami mendapat tempat duduk di bagian tengah, dengan aku berada ditengah2 mamaku dan anakku. Suasana cukup gaduh. Aku tidak tahu, penumpang lain itu mengerti atau tidak, tentang kemunginan2 yang akan terjadi, karena pesawat kami ini akan menerjang badai.
Apakah mereka tahu? Apakah mereka mengerti? Atau apakah mereka (sebagian besar dari mereka adalah warga Amerika) sudah biasa menerjang badai? Wah ….. kalau itu, mungkin benar bahwa mereka memang cukup merasa nyaman.
Kami sekeluarga, hanya 3 orang warga Indonesia, dan hanya kami ini yang tidak pernah berpikir atau tidak pernah tahu tentang badai, yang bisa membat pesawat itu mengalami masalah. Sementara penumpang yang lain, kulihat mereka cukup tenang, walau aku tidak tahu, apa yang mereka rasakan di hati mereka.
***
Seperti biasa, setelah kami masuk dan duduk dengan tenang, barulah penumpang yang lain diperbolehkan masuk ke pesawat. Bergerombol mereka datang, menyimpan bagai mereka di atas atau di bawah kursi. Para awak kabin, mondar mandir membantu mereka, dengan suara gaduh.
Ada yang memang sepertinya tidak peduli bahwa kita akan segera menerjang badai San Francisco. Ada juga yang menertawakan badai ini, yang membuat pesawat2 terusan mereka (seperti kami), sudah meninggalkan mereka.
Aku juga sedikit mendengar selentingan cerita2 badai dari beberapa orang. Cerita2 yang mengerikan, dimana keluarga atau teman mereka tidak bisa selamat dari terjangan badai. Dan sepertinya, mereka yang memang hidup di Amerika, sudah siap dengan hidup mereka yang cukup ‘rawan’ untuk berbagai badai : heavy rain, heavy windy bahkan heavy snowing.
Apalagi, setelah sudah tiba ke Jakarta, dan aku googling tentang badai, memang tidak salah bahwa ketakutanku bisa saja terjadi. Tetapi juga tidak seharusnya aku terus dilanda ketakutan yang teramat sangat, walau aku terus berdoa pada Tuhan, sepanjang perjalanan itu.
Storm Warnings: How Do Airlines Know If It's Safe to Fly in Bad Weather?
Sebuah link diatas, artikel yang cukup lengkap tentang berbagai macam badai, untuk peringatan2 penerbangan, beberapa menyarankan bahwa jika ada badai sebaiknya penerbangan ditunda.
Mungkin benar, tetapi jika ‘forecast’ atau ramalan cuaca mengatakan bahwa cuaca semakin memburuk sampai sebulan kedepan, tidak mungkin penerbangan ditunda2 sampai 1 bulan kedepan, bukan? Yang ada, semua nya bisa hancur.
Dilema pun selalu ada bagi penerbangan2, juga bagi penumpang2 yang mungkin takut untuk menerjang badai. Dan akhirnya, memang kuasa Tuhan lah yang menentukan!
Aku mampu mengendalikn emosiku. Aku mampu kembali lagi, sangat ercaya pada Kehendak NYA, ketika sebelumnya aku sempat sangat gelisah dan semakin ketakutan. Dan akhirnya juga, aku sangat mampu bergantung pada Kehendak Tuhan. Bahwa, jika aku mati karena badai ini, itu lah yang terjadi, dan inilah yang terbaik bagiku, dan bagi setiap orang yang percaya.
***
Ketika kami siap dan pesawat pun siap terbang, ssebuah pengumuman mengejutkan kembali terdengar.
Kapten pilot pesawat kami, mengumumkan bahwa penerbangan kami ditunda lagi, selama 1 jam, karena badai di San Franisco ‘menggila’. Bahkan aku terbayang, bahwa bandara internasional di San Fracisco harus tutup sementara, sampai badai mereda.
Mamaku yang sudah kecapean, hanya bertanya, kenapa delay lagi? Aku hanya menjawab ringan2 saja dan beliau siap tidur karena tubuh renta nya. Bahkan Michelle pun, sangat santai menghadapi ini, walau aku tidak tahu, apa yang ada dihatinya. Seorang gadis remaja yang merentang masa depan ceria, pasti punya pemikiran yang berbeda dalam optimism.
Penumpang kecewa. Keluh kesah dan gelisah mewarnai hampir semua penumpang. Tetapi, justru aku tersenyum. Paling tidak, kapten pilot itu tahu, bahwa bahaya badai harus kita perhatikan. Dan aku pun merasa sedikit lega bahwa keterlambatan ini memundurkan waktu ku, jika memang aku harus ‘pergi’ dari dunia karena badai.
Kami delay selama sekitar 1,5 jam, dan berada di dalam pesawat yang akan membawa kami menerjang badai menuju San Francisco.
Bersambung .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H