Hmmmmm ……
Kalau boleh aku tuliskan tentang pembangunan mix-used atau bangunan dengan fungsi campuran seperti yang ada di sekitaran Jakarta, sebagai (sebenarnya) sebuah solusi bagi warga Jakarta yang bisa membeli apartemen disana dan berkantor dan berbelanja disana, sehingga pergerakan di jalanan Jakarta sedikit berkurang, tetapi justru mix-used justru merupakan bagian dari ‘tempat wisata’ saja.
Sehingga, jika tempat wisata seperti itu, seharusnya pengembang membuat pelataran parkir yang maha luas dengan pintu masuk besar, sehingga tidak memakan badan jalan terlalu lama!
***
Strategi dan kebijakan penanganan kemacetan lalulintas, terutama di Jakarta harus dilakukan sedini mungkin, apalagi Jakarta adalah sebagai ibukota Indonesia, negara yang berkembang pesat. Bukan hana dengan cara membangun jalanan saja, atau membangun infrastruktur2 yang lain saja, tetapi lebih kepada ‘membangun warga kota’, sebagai bagian dari edukasi.
Bukan hanya membangun transportasi perkotaan missal saja untuk mengurangi jumlah mobil2 pribadi, tetapi juga diselaraskan dengan konsep membangun bersama pengembang2. Karena bangunan2 umum yang bisa menjadi ‘obyek wisata’ ini (dalam artian : mall untuk rekreasi), harus bisa memberikan rasa nyaman bagi lingkunganya, salah satunya jangan membuat kemacetan.
Heboh? Jelas!
Karena untuk membangun sebuah kota, apalagi setingkat Jakarta, membutuhkan ratusan pemikir, bahkan ribuan, untuk memikirkan masalah2 yang mungkin terlewatkan bagi sebagian orang. Detail2 seperti ini harus diselesaikan, karena jika tidak, bukan hanya daerah2 tertentu saja yang mengalami ‘bottle-neck’ saja, tetapi afek sampinya!
Maksudnya efek samping, bagaimana?
Ya … hari ini hanya bottle-neck di titik cerita diatas saja,  tetapi tahun depan, kemacetan sudah sampai Salemba untuk ke jalan layan Casablanca, karena volume kendaraan semaki membludag, dan bottle-neck tetap ada!
Ga percaya?