Bagaimana dengan negara ke-6 dan ke-7, yaitu Italia dan Vatican?
Karena 2 negara ini bisa dibilang ada dalam 1 negara, membuat anak2ku tidak terlalu mengerti, mengapa Vatican City bisa hanya terdapat Basilica St Pieter, dimana bahkan pembantu para Paus tinggal di beberapa apartemen di Roma, bahkan untuk belanja pun di kota Roma?
Vatican City membuat aku “haru biru” dengan ke-luar biasa-nya Basilia St Pieter, dimana aku meamg sangat mengaguminya, sejak pertama kami aku kesana tahun 1991. Sehingga Vatican City, kutinggalkan dengan kekagumanku yang tidak pernah ada habisnya. Bahkan jika kesana lagi, pasti aku tetap punya rasa “haru biru” ….
Tetapi kota Roma sendiri, untukku merupakan sebuah kota yang sangat magis san “mengerikan”. Berarapa kali kesana, tetapi suasana magis itu terus terasa bahkan beberapa bangunan kuno yang sering dihantui oleh roh2 halus karena kekejaman warga kota Romawi kuno pada jamannya, membuat bulu kuduk ku terus merinding, bahkan hanya membaca cerita yang diulang2 pun, aku tetap akan membayangkan kekejaman kota itu di jaman keemasannya.
Tetapi berbeda dengan anak2ku. Dennis yang masih dengan semangat untuk mengabadikan nya lewat foto, dan hasilnya bagus (aku abadikan foto2nya dengan desain kartupos untuk ditukar, dijual bahkan untuk koleksi2ku), tetapi berbeda dengan Michelle.
Michelle sudah cukup cape, sehingga kota Roma hanya ‘lewat’ saja dimatanya, tanpa banyak bertanya2, sementara selama wisata ini, dia sangat banyak bertanya dan sering aku tidak mampu untuk menjawabnya.
Dan untuk ceritaku tentang Perancis, Italia dan Vatican, akan ku buku kan juga dalam 2 buku, yang akan ku launching di pertengahan tahun 2017 yang akan datang.
***
Berwisata itu bukan hanya sekedar berjalan2 dan bersenang2. Tetapi dalam berwisata ada banyak sisi yang bisa membuat kita belajar tentang sesuatu. Pembelajaran dalam berwisata bersama keluarga, bukan hanya tentang “quality time” dengan keluarga saja, tetapi memupuk kebersamaan serta kepedulian satu sama lain, terutama ketika aku, sebagai mama Dennis dan Michelle berwisata di atas kursi roda.
Dan ketika motivasi2 kami berbeda dalam berwisata pun, mampu memupuk kepedulian dalam berkeluarga. Dan kepefulian2 ini pun bisa membawa pikiran2 kami lebih terbuka, bahwa ada dan banyak sekali orang2 yang (ternyata) tidak peduli sesame, atau (ternyata) sangat peduli, sehingga anak2ku mampu memilah2 mana yang baik dan mana yang buruk, lewat pengalaman nyata.
Hari terakhir di kota Roma ini, malam mari setelah semua barang2 kami beres untuk besok siang kami berangkat pulang ke Indonesia, aku mencoba merenung, betapa luar biasanya Tuhan, yang membawa kami berwisata kali ini, dalam keadaanku yang terbatas diatas kursi roda, serta keterbatasan kami dalam dana, tetapi Tuhan terus dan selalu menyertai kami.