By Christie Damayanti
Meskipun aku sudah ketiga kali ke Basilika San Peter ini, tapi aku tetap terkagum-kagum dengan arsitekturnya, apalagi di dalamnya. Semua arsitektur gaya klasik dimana-mana adalah sama, terutama di negara- negara Eropa. Dibangun dalam abad-abad pertengahan, sudah ratusan tahun bangunan itu berdiri tetapi kemegahannya mampu menginspirasi dunia!
Belum lagi tentang material-material atau pengerjaannya. Masing-masing orang yang membangun mempunyai dedikasi yang sangat tinggi. Apalagi mereka semua mempunyai keahlian khusus untuk membangun bangunan-bangunan klasik.
Ukiran-ukiran khas klasik Eropa, misalnya. Gaya Baroque Rococo, atau Renaissance dengan keahlian khusus, serta melulis plafond, dilakukan dengan sepenuh hati.
Kadang-kadang aku tidak habis pikir, bagaimana material-material jaman abad pertengahan itu jauh lebih baik dari material-material di jaman ini. Marmer Rosso Alicante (orange) atau Verde (Hijau) atau creama (krem) atau Carara (putih), pun sebenarnya sudah ada sejak jama itu. Proses pembentukkan batuan marmer memang sejak ribuan tahun lalu.
Tetapi di jaman sekarang ini, ternyata marmer-marmer Italy ini, “sedikit berubah”, entah karena memang material-material ini adalah “sisa-sisa” jaman itu atau karena selama ratusan tahun sejak jaman itu mengalami proses yang berkelanjutan, ternyata marmer-marmer yang sama di jaman sekarang, tidak secemerlang performance nya dibanding dengan jaman itu.
***
Dengan modal karena pocket Lumix Panasonic DMC-TZ20 yang aku kalungkan, aku menjelajah dan berkeliling untuk mengabadikan momen2 berharga disana, termasuk mengamati kegiatan-kegiatan suster-suster yang mondar mandir, bahkan menjepret suasana serta arsitektur Basilica ini, yang membuat hatiku terus bergetar.
Begitu juga Dennis anakku. Jika aku hanya menggunakan 1 tangan (tangan kiri), dan kamera ini kukalungkan supaya gampang membidiknya, dan aku membidik sebagai arsitek dan sebagai pengamat arsitektur, berbeda dengan cara Dennis yang membidik dengagn angle-angle ‘aneh’ dan mencari titik-titik tertentu untuk mendapatkan hasil yang berbeda.
Sementara Michelle dengan gaya ABG nya, mampu membius ku dengan gaya berjalannya dengan latar belakang Basilica San Peter, seakan model dari Milan! Dan aku mengikut anak-anakku untuk mengabadikan momen-momen penting kehidupanku bersama kesayangaanku ……
Suasana pagi itu memang masih tidak terlalu ramai. Mungkin kami sampai disana sekitar jam 9 pagi. Langit biru cerah, dibeberapa titik langit benar-benar tidak berawan. Di beberapa titik lagi, berawan putih tipis.
Angin sepoi bertiup dan matahari memancarkan sinarnya, menembus kulit kami. Terasa panas tetapi cukup adem karena angin yang sepoi. Suhu udara aku ingat betul, sekitar 35 derajat Celcius. Memang panas, seperti di Jakarta. Tetapi dengan angi sepoi serta pemandangan keren klasik seperti ini, kami melupakan semuanya! Yang ada hanyalah “berburu” banyak hal ……
Aku?
Seperti yang aku sudah kutuliskan, selain menjepret detail2 unik dalam kapasitas sebagai pengamat, aku pun menjepret suasana lingkungan dan kegiatan2 anak2ku dalam ‘candid’. Michelle lebih memilih berjalan2 santai. Gayanya yang ABG dan cuek, tubuhnya yang langsing serta bajunya yang menarik, dan wajahnya yang muda, cantik dan pipinya bersemu merah karena panas matahari, mendatangkan beberapa siulan pria muda. Dan aku hanya memperhatikan mereka dengan senyum …..
Ya ….. mereka adalah anak2u yang cakap, manis dan mulai mengeksplore hidupnya. Aku memang ingin mereka sangat mandiri dan aku ingin mereka mampu hidup dimanapun mereka berada. Bahkan ketika hampir 1 bulan berkeliling Eropa liburan kali ini, aku sudah bisa memastikannya bahwa mereka memang ‘cakap’ untuk memulai masa depannya dengan mandiri …..
Bahkan ketika banyak orang (sesame wisatawan) bertanya kepada mereka tentang sesuatu, mereka pun menjawab dengan percaya diri dalam bahasa Inggris. Bahkan ketika ada seorang turis Jepang bertanya kepadaku tentang sesuatu dalam Bahasa Jepang, aku mengarahkan nya kepada Michelle untuk menjawab pertanyaannya.
Dan Michelle dengan senang hati, menjawab pertanyaannya, karena Michelle sudah mulai fasih untuk berkomunikasi dalam bahasa Jepang!
Dan ketika aku meminta Michelle bergaya untukku dan aku menjepretnya puluhan kali, dia pun dengan percaya diri untuk berlenggak lenggok bak’ model dari Milan! Ckckck ……anakku benar2 membuat aku bangga!
Berkeliling area Basilica San Peter ini sunguh cukup cape. Permukaan jalannya adalan con-block dengan desain kipas, membuat aku tidak nyaman berada di kursi roda yang di dorong. Jadi, aku kadang2 berjalan untuk menghindari ketidaknyamananku. Jika sudah capai, aku duduk kembali. Begiu berkali2. Tetapi sedikit permasalahan itu hanya ‘masalah seujung kuku’. Yang jelas, kami menikmati kebersamaan kami disana dalam beberapa jam disana.
Di titik ujung kanan dari Basilica ini, terdapat kios pos. Menjual prangko atau cover2 dengan desain Vatican. Banyak yang antri karena memang filatelis ingin mengirimkan kartupos ke teman2nya di negara2 lain. Aku pun demikian. Aku mengantri dan membeli beberapa kartupos, cover serta prangko2. Ada yang untuk koleksi sendiri, ada yang akan aku kirimkan langsung, atau ada juga yang aku beli untuk oleh2.
Ya … oleh-olehku untuk di Jakarta lebih kepada barang-barang kecil, souvenir atau kartupos, dan aku tidak banyak membeli barang2 besar apalagi barang mahal (bukan mewah). Ditambah lagi memang Euro cash ku tidak mencukupi dengan ‘salah perhitungan’, seperti yang sudah kutuliskan di buku “Cinta yang Tertinggal di Swiss dan Liechtenstein” …..
***
Sebelum jam 12 siang kami bergegas keluar dari kompleks Basilica. Dipintu keluar kami mendapatkan banyak pedagang-pedangang souvenir. Banyak kartupos2 yang dijual hanya 1 Euro untuk 20 kartupos. Atau gantungan kunci, Rosario, atau syal-syal sutra hanya senilai 1 Euro saja. Kubeli beberapa untuk oleh-oleh. Sementara di toko souvenir yang kualitasnya memang lebih baik, aku sengaja masuk.
Untuk mamaku, aku mencari sebuah jam cantik dari Murano. Kaca cantik bergambar bunga-bunga, khusus untuk mamaku. Juga leontin Murano. Walau harganya cukup mahal, aku memang berencana membelikan untuk mamaku. Untuk anak-anakku, seperti biasa mereka mencari kaos-kaos trandy bertuliskan Roma atau Italy.
Ahhhh …… bus wisata kami sudah datang ….. kami ingin terus mengeksplore Roma. Berkeliling Roma dan memotret suasana serta pengamatan, sangat menarik hatiku.
Tunggu dalam artikel2 selanjutnya …..
Sebelumnya :
“Basilica St.Pieters” : Gereja Terbesar dalam Sebuah Negara Terkecil di Dunia
Selamat Datang di ‘Vatican City’
Fontana del Tritone : Dewa Luat ‘Menguasai’ Kota Roma
Piazza Barberini, Hotel Bernini, dengan Segala Fasilitas Arsitekturnya
“La Botte Rome”, Italiano Restorante
Mengeksplore Roma, Mulai dari ‘Sistina Rue’
Bandara Dunia, ‘Leonardo da Vinci’, Aku dan Kaum Disabilitas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H