Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengeksplore Roma, Mulai dari Sistina Rue

28 Juni 2016   15:49 Diperbarui: 28 Juni 2016   16:00 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti


Sistina Rue, Rome, Italy

Roma, 1 Juli 2014

Kota Roma memang sangat spesifik. Bukan hanya sebuah koa Eropa yang sarat dengan bangunan-bangunan klasik seperti yang kami datangi sebelum-sebelumnya saja, tetapi kota Roma benar-benar sebuah kota tua sebelum abad Masehi dengan bangunan-bangunan yang benar-benar hanya tinggal puing-puing saja dan tidak bisa dipergunakan lagi, tetapi tetap di pelihara. Bahkan bongkahan-bongkahan bangunan yang terpotong dari campuan tanah dan batu-batu tersebut, tetapi dipelihara, walau posisinya malang melintang tidak karuan …..

Aku pernah 2x ke Roma dan saat ini adalah yang ketiga. Roma adalah sebuah kota yang sarat ‘cerita agama’, yang selalu membuat aku sedikit merinding jika aku benar-benar mengamati detail bngunan yang sebagian besar ada dalam cerita Kitab Suci.

Bahkan permukaan jalananpun sebagian besar benar-benar masih sama dijaman itu, dengan batu-batuan, yang sebenarnya tidak nyaman untuk bermobil, apalagi dengan kursi roda.

Hotel kami berada di Sistina Rue, sebuah jalan cukup lebar untuk 2 arah, dengan bangunan-bangunan tua yang masih asli. Suasana di Sistina Rue adalah hotel2 kecil kelas Bintang 1 sampai Bintang 3. Restoran-restoran dan Cafe-cafe khas Italy dan toko-toko tradisional, barang-barang dari kulit dari Florence, khas Italia. Walau Sistina Rue bukan merupakan tempat ‘kelas atas’, tetapi keran ini berada di Italy, sebagian besar barang-barangnya memang barang ‘made in Italy’, hihihi ….. pastilah …..

p1380274aaaa-577239f4759773340c4ea7ea.jpg
p1380274aaaa-577239f4759773340c4ea7ea.jpg
Beberapa toko tradisional enjual barang2 khas Italia di Sistina Rue

Permukaan jalan Sistina Rue merupakan bebatuan dengan desain khas Italy. Jalanan itu cukup ramai dengan  sistim ppedestrian yang nyaman walau tidak terlalu besar. Untukku cukup nyaman dengan kursi rodaku.

Taxi kami, berhenti di sebuah hotel kuno Bintang 2. Walau ditengah-tengah kota Roma, sewanya tidak mahal. Hanya sekitar Euro 120 atau sekitar 1,95 juta. Untuk kelas Roma, itu sungguh tidak mahal, tetapi tidak untukku, pastinya.

Hotel itu kuno. Hotel King, namanya. Tidak mempunyai tempat parkir, termasuk pemberhentian. Jadi, karena waktu itu hotel cukup ramai wisatawan, taxi kami berhenti di tengah-tengah jalan, dan menurunkan kami. Memang supir taxi sangat ramah, dan melayaniku perlahan. Seorang Italiano kekar dan keren. Bahkan dia menawarkan kami untuk menjemput kami lagi ke bandara, empat hari kemudian. Namanya Roberto Coppola …..

Note :

Cerita tentang si supir taxi keren Roberto Coppola, nanti aku tulikan, di akhir cerita di Italia.

Perjalanan dari bandara memakan waktu sekitar 1,5 jam dengan biaya sekitar Euro 80 atau sektar 1,3 juta! What?? Walau sudah hampir 1 bulan berwisata di Eropa, aku tetap masih berbelalak jika ada tagihan2 seperti itu!

1,3 jta hanya untuk biaya perjalanan taxi, bagaimana dengan tour-tournya? Alamat 4 hari terakhir sebelum pulang ke Indonesia, mengeluarkan biaya yang cukup besar ……

Kami cek-in di hotel sekitar jam 1 siang hari. Pas kamar kami sudah siap sehingga kami bisa langsung masuk kamar. Selama wisata di Eropa, hotel kami tidak mempunyai porter sama sekali, sehingga kami harus membawa barang-barang kami sendiri.

Yang kasihan adalah Dennis. Sebagai yang lelaki sendirian, dan Michelle yang mengurusku dengan kursi rodaku, Dennis harus membawa 3 koper besar dan 3 koper cabin kami. Bolak balik karena biasanya hotel-hotel kecil, liftnya juga kecil.

Kamar kami sangat luas. Terluas di antara kamar2 hotel tempat kami tinggal. Tempat tidurnya 3x ukuran 120cmx200cm,sehingga kami foya-foya untuk istirahat. Hotel ini sangat nyaman dengan fasilitas yang lengkap. Walau kecil, tetapi di lantai penthouse, ada restoran kecil yang romantic, terutama jika malam hari. Cerita tentang hotel ini juga akan kutuliskan segera.

Setelah sedikit beristirahat, kami memutuskan untuk berjalan-jalan sepanjang Sistina Rue, karena aku melihat banyak hal menarik disana. Terutama lingkungannya, seperti film-film Eropa. Bahkan dari jendela kamar kami di lantai 3, aku melihat banyak toko-toko souvenir menarik, dengan banyak gantungan-gantungan untuk kartupos, titik yang sangat menarik untukku …..

Kami bersiap jalan, karena dari Paris yang masih cukup dingin (waktu itu masih sekitar 20 derajat Celcius), ke Roma dengan cuaca ekstrim, benar-benar musim panas (waktu itu sekitar 33 derajat Celcius dengagn angin sejuk). Sehingga kami harus mengganti baju kami dengan kaos-kaos biasa yang bisa menyerap keringat.

Benar saja. Ketika kami keluar dari bangunan hotel, sinar matahari siang menerpa kami. Walau angin sepoi sejuk, tak ayal rasa kulit sedikit terbakar dengan sianr matahari yang begitu kuat menerpa tubuh kami!

sistine2-57723a07507a615007c05434.jpg
sistine2-57723a07507a615007c05434.jpg
1449668126-30928d9960aaaaaa-57723a16bb22bd4208560dd2.jpg
1449668126-30928d9960aaaaaa-57723a16bb22bd4208560dd2.jpg
Jalanan yang cukup besar dengan 2 jalur mobil serta berada di antara bangunan2 tua 4 sampai 8, membuat jalan ini akan mendapat sinar matahari langsung jika tepat diatas kepala kita, sekitar jam 12 atau jam 1 siang ……

Sistina Rue, adalah jalan yang tidak begitu besar. Permukaan jalannya dari jaman dahulu, entah dari abad keberapa. Yang jelas, pola batuannya seperti kipas, kas Eropa. Pedestriannya standard, tidak terlalu besar tetapi cukup nyaman untuk kursi roda. Lingkungannya cukup nyaman  dengan bangunan tinggi sekitar antara 4 sampai 8 lantai, sehingga sinar mataharihanya bisa menembus jalan itu di jam 12 atau 1 sang, tepat di atas kepala.

p1380273aaaaaa-57723a27507a611907c0543c.jpg
p1380273aaaaaa-57723a27507a611907c0543c.jpg
Pedestrian dua arah, tidak terlalu besar, tetapi cukup nyaman untuk ber-kursi roda.

Jalan itu tetap mempunyai tempat parkir, tetapi harus parallel. Mobil-mobilnya pun standard kelas menengah, artinya kehidupan lingkungan itu adalah kelas menengah, walau memang berada di tengah2 kota Roma.

Aku sangat tertarik dengan lingkungan itu. Eropa banget! Tepatnya, ITALIA BANGET!

Temanku, mas Kelly yang mempunyai perusahaan Travel dan Biro di Jakarta yang menguurus tiketku liburan kali ini, memang pintar memilihkan tempat yang sesuai dengan keinginanku.

Kami berjalan-jalan tanpa aku di dorong di atas kursi roda. Dengan menggandeng Dennis, aku merasakan bahagia yang amat sangat. Berada ditengah-tengah kedua anakku, bersenda gurau sambil berjalan-jalan di kota tua Roma, tidak memikirkan masalah apapun, dan aku merasa berada di surga dunia ……

Roma ….. tunggu kami ….. kami akan mengeksplore luar biasa dalam 4 hari ini, sisa2 liburan kami di Eropa …….

Sebelumnya :

Bandara Dunia, ‘Leonardo da Vinci’, Aku dan Kaum Disabilitas

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun